BAB 6

4.9K 304 2
                                    

Hari yang dinanti keluarga Wajendra dan Hardinata telah tiba. Tidak seperti perkataan Carmilla Hardinata di awal, tentang pesta pertunangan kecil-kecilan. Pada kenyataannya 'pesta kecil' yang dimaksud oleh wanita itu adalah private party mewah di salah satu ballroom hotel bintang lima paling terkenal di kota Jakarta.

Milla memang tidak memilih ballroom utama sebagai tempat diselenggarakannya pesta tersebut. Tapi tetap saja skalanya lebih besar dari bayangan Amora. Ia sendiri sudah sejak tadi siang dijemput oleh supir keluarga Hardinata dan menempati salah satu kamar presidential suit di hotel.

Tidak lama dari setelah Amora sampai, Milla datang menyusul. Lagi-lagi mama Narendra itu memanggil bermacam-macam orang untuk membantu Amora bersiap. Bukan hanya tim hair stylist dan make-up artist yang Milla panggil, bahkan sampai terapis spa profesional dari salon kecantikan langganan selebriti juga didatangkannya.

Amora menjalankan serangkaian persiapan panjang. Dimulai dari perawatan spa penuh hati-hati karena tangan kanannya masih terbungkus gips, berendam, sampai berias dan menata rambut. Semua dilakukan dengan bantuan tangan-tangan ahli atas instruksi Milla.

Persiapan tanpa jeda tersebut akhirnya selesai saat matahari tak lagi tampak di langit. Siang telah berganti malam. Amora mendesah lega saat orang-orang panggilan Milla meninggalkan kamar hotelnya.

Sekarang ia sendirian di ruangan kamar yang luas itu.

Amora mematut dirinya di depan cermin meja rias. Gadis itu nyaris tidak percaya dengan sosok yang ia lihat dalam kaca. Sepertinya uang yang dikeluarkan oleh Milla tidak sia-sia kalau hasilnya sebagus ini. Amora sendiri sampai terpukau dengan penampilannya sekarang.

Bunyi bel kamar mengalihkan perhatian Amora dari cermin. Ia bergegas melangkah untuk membuka pintu. Wajah papinya yang penuh senyum menyambut Amora.

"Astaga, cantik sekali putri Papi," Alan tersenyum makin lebar.

"Semua berkat kakak-kakak yang tadi dipanggil Mama Milla, Pi," Amora membalas senyuman papinya dengan kekehan kecil.

"Papi mau masuk? Pasti Papi capek, kan, dari kantor langsung ke sini buat acara nanti. Papi udah makan belum? Oh, atau Papi mau tidur sebentar aja?"

"Papi harus jawab pertanyaan kamu yang mana dulu, nih?" Alan terkekeh mendengar segala perhatian sang anak. Amora memberikan cengirannya.

"Papi ke sini karena mau jemput kamu. Kita ke ballroom sama-sama sekarang," ujar Alan memberitahu, menghentikan gerakan tangan Amora yang hendak membuka pintu lebih lebar.

"Acaranya udah mulai, Pi?" tanya Amora terkejut. Seingatnya Milla bilang kalau tamu undangan pesta baru akan datang mulai pukul tujuh malam.

"Beberapa tamu undangan ada yang datang lebih awal. Orang tua Narendra dan kedua anaknya sudah ada di ballroom untuk menyambut mereka. Jadi Papi langsung kemari untuk jemput kamu," jelas Alan.

"Ok, Mora ambil tas dulu di dalam. Papi tunggu sebentar, ya," Amora berlari kecil ke sofa dekat balkon kamar tempat barang-barangnya disimpan.

Ia meraih Dior mini bag warna kuning pastel yang sudah disiapkan oleh Milla sebelumnya.

"Yuk, Pi," ajak Amora, tapi Alan belum juga beranjak. Papinya malah tersenyum geli sambil menatap ke arah kaki Amora.

"Kenapa, Pi?" Amora mengikuti arah pandang papinya dan seketika meringis. Rupanya ia masih mengenakan sandal hotel. "Maaf, Pi, tunggu Mora sebentar lagi, ya."

Gadis itu kembali masuk ke kamar, mencari-cari kotak sepatu yang tadi sudah disimpankan oleh salah satu kakak perias yang membantunya. Alan mengikuti langkah putrinya, berniat membantu karena tau pasti Amora akan kesulitan mengenakan sepatu hanya dengan satu tangan.

FIX YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang