Tidak terasa, Amora dan Samara, ditemani Galen dan Ren (yang kadang-kadang ikut serta di sela jadwal kuliahnya) sudah hampir menghabiskan liburan sekolah mereka di Hokkaido.
Berjalan-jalan, shopping, hunting aneka kuliner, mengunjungi berbagai tempat wisata, nongkrong di café-café hits, bertandang ke restoran-restoran unik, menemukan spot-spot hidden gem yang seru, dan bersantai di rumah.
Semua sudah mereka lakukan.
Kini tersisa enam hari sebelum mereka harus kembali ke Jakarta. Kembali pada realita anak sekolahan yang sebentar lagi akan bertempur dengan segala jenis ujian sekolah dan menyiapkan diri untuk memasuki jenjang pendidikan di bangku kuliah.
Amora rasanya masih ingin berlama-lama di rumah Ojisan-nya. Dia belum siap kembali ke Jakarta dan menjadi anak kelas dua belas. Selangkah lebih dekat menuju hari-harinya di bangku perkuliahan yang seperti nereka.
Setidaknya itu yang Amora ingat tentang seluruh waktunya di kampus dulu.
Tidak ada hari-hari tenang.
Tidak ada hari-hari baik.
Hanya masalah dan masalah saja yang Amora hadapi tiap harinya.
Sekarang gadis itu tengah melamun memikirkan bagaimana agar hari-hari perkuliahannya ke depan berjalan dengan tenang. Jangan ada lagi drama mengerikan yang menjadi santapannya setiap hari seperti dulu.
"Belum tidur, Ra?" sosok Galen yang muncul dari pintu kamarnya di seberang menyapa Amora.
"Hm," gadis itu hanya bergumam di antara lipatan tangannya yang bertumpu pada kedua lutut yang ditekuk.
"Mikirin tunangan lo yang besok pagi sampai sini, ya?" goda Galen, mengalihkan perhatiannya sejenak dari ponsel.
"Sok tau," Amora mendengus.
Lain di lidah, lain pula di hati. Diam-diam Amora jadi teringat akan Narendra yang sudah terbang sejak beberapa jam lalu dari Berlin untuk menyusul Amora. Percakapan mereka lewat sambungan telepon sebelum lelaki itu bersiap masuk pesawat membuat Amora tersenyum kecil.
"Nggak, aku nggak akan kasih tau kamu pesawatku sampai jam berapa di Sapporo," tekan Narendra kala itu, saat Amora menanyakan pukul berapa sang tunangan akan mendarat di New Chitose Airport.
"Nggak usah coba-coba ngerayu Ren buat kasih tau kamu juga. Aku udah susah-susah sogok dia pakai limited edition shoes-nya Rhude yang sulit banget dicari!" lanjut Narendra tidak main-main, membuat Amora tergelak.
"Dih, dih, nggak percaya gue. Buktinya lo malah senyum-senyum nggak jelas gitu," ucapan Galen membawa pikiran Amora kembali.
"Berisik, deh, Kak," gerutu Amora.
"Lagian, lo tunangan, kok, gue bisa nggak tau, sih? Nggak diundang pula!" mata Galen menyipit-nyipit memandang Amora, kini dirinya sudah berpindah duduk tak jauh dari sepupunya tersebut, agar mereka bisa lebih leluasa mengobrol.
Amora melirik Galen sekilas. "Mana gue tau, Kak. Yang ngurus undangan itu Papi sama Mama Milla, gue terima beres aja."
"Coba tanya ortu lo, deh. Siapa tau mereka diundang tapi nggak ngajak-ngajak lo," tambahnya, membuat Galen manggut-manggut.
"Lo kuliah di mana, sih, Kak?" Amora mengalihkan pembicaraan.
"Gue?" Galen menunjuk dadanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
Teen FictionAmora cinta mati dengan Allister. Tidak, lebih tepatnya, ia tergila-gila dengan lelaki populer di SMA-nya tersebut. Segala cara Amora lakukan untuk mendapatkan Allister. Termasuk, merundung seorang siswi beasiswa bernama Hana yang mendapat perhatian...