"Sayang, gimana sama hasil rapor kamu?" Milla melontarkan pertanyaan di sela suapan dessertnya selepas makan malam.
Seperti waktu-waktu sebelumnya, malam ini keluarga kecil Hardinata dan Wajendra mengadakan acara makan malam bersama di salah satu restoran Italia mewah di daerah BSD City.
Dua pekan lalu mereka juga makan malam bersama di kawasan yang sama. Waktu itu Milla menyewa satu restoran Jepang berkonsep omakase yang cukup terkenal untuk acara makan malam mereka.
Terkesan berlebihan, tapi kalau Milla sudah berkehendak, tidak ada yang bisa menghentikannya, bahkan seorang Manggala Hardinata sekalipun.
"Baik, Ma. Nilai-nilai rapor Mora meningkat sedikit," Amora menjawab diiringi senyuman.
"Bagus, dong!" puji Milla. "Nilai-nilai Naren juga lebih bagus dari semester sebelumnya," sambungnya ceria.
"Nilai Aca juga naik," Bianca menambahi tidak mau kalah.
*(Mulai sekarang Aca akan ditulis sebagai Bianca, sesuai nama aslinya, bukan nama panggilan)
Milla beralih merangkum wajah anak gadisnya sayang. "Iya, hebat semua anak-anak Mama."
"Oya, Mama dengar Mora mau liburan di Hokkaido, ya?"
Amora menyeka sudut-sudut bibirnya sebelum memberi jawaban. "Iya, Ma. Rencana mau sama teman Mora ke sananya."
"Teman sekelas kamu?"
Amora mengangguk. "Namanya Samara Wyasa, teman sebangku Mora di kelas."
Mulut Milla membulat. "Oh, putrinya Wyasa! Mama kenal itu, nggak sangka kalau kamu satu kelas dan akrab dengan anaknya."
"Deketnya juga belum lama, Ma," kilah Amora.
"Ah, kalau udah mau liburan bareng, bisa dianggap sahabat itu," Milla tersenyum lebar. "Jadi kapan rencana kalian mau berangkat?"
"Satu minggu lagi, Ma."
"Sudah pesan tiket?"
"Baru mau Mora pesan besok."
Milla mengangguk-angguk, matanya melirik pada sang anak sulung yang sedang menikmati obrolan santai dengan para bapak-bapak. Narendra terlihat luwes menyahuti obrolan bisnis di antara Gala dan Alan.
"Berapa lama kamu di sana, Sayang?" Milla mengembalikan fokusnya pada Amora.
"Kira-kira sepuluh hari, Ma. Bisa lebih, bisa kurang," Amora meletakkan sendok dessert di atas piringnya yang sudah kosong.
"Berarti pulangnya beberapa hari sebelum masuk sekolah, ya."
"Iya, Ma."
"Naren, kamu habis dari Berlin langsung susul Mora ke Jepang, ya. Biar nanti Papa pulang sendiri aja."
Narendra dan sang papa yang tiba-tiba disebut namanya oleh Milla menoleh kaget, sedang Alan hanya tertawa kecil. Milla ini sepertinya punya ambisi tersendiri untuk membuat Narendra dan Amora semakin dekat.
"Tapi kalau Naren susul Mora ke Jepang, cuma sisa lima sampai enam hari sebelum dia balik ke Jakarta, Ma," Narendra mencoba menolak permintaan sang mama—yang ia tau ujungnya akan berakhir sia-sia.
"Enam hari itu lama, lho, Naren. Kamu punya cukup waktu buat istirahat dan jalan-jalan selama enam hari itu sebelum pulang bareng Mora dan temannya ke sini," desak Milla.
Narendra menghela napas. Bukannya ia tidak mau menuruti permintaan Milla untuk menemani Amora di sisa liburan mereka. Tapi Narendra bisa membayangkan betapa lelahnya ia setelah mendampingi Gala mengunjungi kantor-kantor cabang dari anak perusahaan Hardinata Corp di Zurich dan Berlin.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
Teen FictionAmora cinta mati dengan Allister. Tidak, lebih tepatnya, ia tergila-gila dengan lelaki populer di SMA-nya tersebut. Segala cara Amora lakukan untuk mendapatkan Allister. Termasuk, merundung seorang siswi beasiswa bernama Hana yang mendapat perhatian...