POV NALENDRA
Semalam memang tidur gue kurang se-nyenyak itu, banyak materi yang harus gue hapalkan, banyak yang harus gue kerjakan, dan banyak yang harus gue lakukan. Jangankan bersantai, kemarin aja si Devan ngintilin gue kemanapun gue pergi. Untungnya sih hari ini nggak terjadi lagi, sebab orang yang lagi gue omongin itu tengah tertidur pulas mengingat kemarin gue ajak dia kemana-mana—mumpung dia ngintilin, gue buat dia capek aja sekalian di hari itu. Katakanlah ini bagian dari rencana gue agar dia bisa istirahat hari ini, seharian penuh.
Tidur gue terusik dengan nada dering handphone Devan. Saat gue buka, di sana tertera nama Kak Alza, dan alhasil gue angkat tuh panggilan tersebut.
“Pagi Kak, maaf yang ngangkat gue, bukan Bang Devan. Dia lagi tidur soalnya Kak, terus tuh kemarin gue sempet buat dia capek... Iya, gue memang sengaja sih ngelakuin itu, hahaha.” Jawab gue sejujurnya, memberikan penjelasan soal Devan yang kemarin dan hari ini dia lakukan.
“... Oh, oke, nanti gue sampaikan. Terima kasih Kak Alza, kalau gitu gue tutup dulu. Iya, iya, makasih.”
Tutt ..
Panggilan berakhir dengan Devan masih tidur di kasurnya dan gue yang mendapatkan amanah untuk nyamperin Bang Galan—perintah dari Kak Alza tadi. Gue heran, kok bisa ya Kak Alza punya adek kayak Galan?
Dan setelah berdebat dengan pikiran gue sendiri, gue mengecek kembali barang bawaan gue dan langsung keluar dari kamar asrama—dan di sini posisi gue belum bangunin Devan.
“Nal, pagi buta gini lo mau kemana? Rapih bener.” Tanya Bang Rian dengan bear face-nya itu.
“Mau nyari Galan, Bang... Bang Rian tahu nggak kira-kira dia lagi dimana?” Tanya gue yang nggak mau repot-repot nyari kesana-kemari. Gue nggak punya waktu sebanyak itu buat nyari dia seorang.
“Seinget gue sih dia lagi bareng sama Pratama bersaudara... Di taman yang deket asrama kalau nggak salah.” Katanya dan langsung aja gue bergegas ke taman yang dimaksud Bang Rian.
Di kampus ini banyak taman entah itu di kampus, asrama, atau di luar pun ada... Tapi taman di asrama nggak sebesar di kampus, makanya kalau nanya soal 'taman' tuh harus banget yang namanya dijelasin taman mana yang dimaksud.
“Kenapa nggak bilang dari tadi sih?! Kan jadi diulang eksperimennya tahu!”
“Ya maaf, kan gue mana tahu begituan!”
“Halah, apa-apa lo nggak tahu... Siniin.”
Gue bisa mendengar suara itu. Nggak salah lagi, itu sih suaranya Varez sama Vino yang lagi berantem, tapi sayangnya gue nggak mendengar suaranya Bang Galan—orang yang lagi gue cari.
“Eh, halo semua! Uwaaahhh!” Gue dateng dan langsung mengguncangkan kamera yang lagi ngerekam aksi Pratama bersaudara itu. Si Pratama bersaudara yang melihat aksi gue ini langsung diem nggak nyuruh gue buat pergi dari depan kamera mereka, tuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Harapan (Dirombak)
Teen FictionInilah kisah mereka, kisah tiga belas pemuda laki-laki yang berusaha mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Tak hanya sebuah harapan yang diperjuangkan, namun juga mereka menemukan pertemanan dan kekeluargaan. Kisah ini bukan hanya menceritakan harapa...