Satu pekan telah berlalu begitu saja. Semenjak kejadian beberapa pekan lalu yang membuat suasana asrama laki-laki di sebuah kampus itu, menjadi sedikit sepi. Mengingat beberapa dari mereka tengah mengurus masalah mereka sendiri-sendiri. Dan juga semestinya sosok yang sebelumnya tidak ada, kini hadir kembali dengan kegiatannya seperti biasanya.
Jujur saja. Sekarang, Nalendra tengah terduduk, menundukkan kepalanya dengan kedua tangannya yang mengepal kuat. Semalam, sudah jelas bagaimana salah satu mahasiswa tersebut mendengarkan seluruh cerita yang seharusnya diceritakan padanya sejak dulu... Dan bukannya tidak diceritakan.
Benar. Kisah yang diceritakan, namun tidak diceritakan dari awal. Kini, semua sudah jelas meskipun Nalendra sendiri masih bingung sekaligus berpikir keras tentang hal itu.
.
.
.
.
.
Devandra Kanagara Akhtar. Seorang remaja yang kini tengah mengenyam pendidikan di sebuah Universitas negeri, atau bisa dikatakan Perguruan Tinggi, membuatnya bangga akan dirinya sendiri. Mengapa?
Devan pernah berpikir, jika dirinya sangat beruntung karena bisa berpendidikan setinggi-tingginya. Juga, dia sangat senang apabila kedua adiknya selalu berada disisinya. Tapi, tidak dengan kedua orangtuanya.
Semenjak hari dimana ia ditinggalkan oleh kedua orangtuanya itu, ia bertekad untuk membuat pengakuan jika dirinya memang bisa diakui dan diandalkan sebagai anak pertama dari keluarga besar Akhtar yang tersemat di nama lengkap belakangnya.
“Van, kamu bener-bener sayang kan, sama Ayah?”
“Sayang banget! Kenapa? Ayah butuh sesuatu?”
“Ayah ingin kamu seperti Ayah. Bisa mewarisi perusahaan ini beserta semuanya. Dengan senang hati Ayah akan memberikannya untukmu.”
“Sungguh?! Aku harus seperti apa kalau begitu?”
“Seperti Ayah.”
“O-ohh... Seperti Ayah, ya?”
Devan, rambutnya diusak begitu saja kemudian datanglah seorang perempuan yang rupanya adalah Ibundanya itu pun berkacak pinggang dengan raut wajahnya yang seperti sedang marah.
“Jangankan sepertimu. Aku muak denganmu!”
“Apa maksudmu?! Aku—”
“Kau punya perempuan lain, kan?! Jawab!”
“Ti-tidak! Aku setia denganmu. Buktinya, aku—”
Sreett..
“Lalu, jelaskan apa maksudnya ini!”
Devan kecil tak berani membuka kedua matanya. Namun, matanya mengharuskannya melihat sebuah foto yang begitu saja tergeletak dengan tidak rapih nya diatas lantai. Tentu tergeletak didepannya persis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Harapan (Dirombak)
Novela JuvenilInilah kisah mereka, kisah tiga belas pemuda laki-laki yang berusaha mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Tak hanya sebuah harapan yang diperjuangkan, namun juga mereka menemukan pertemanan dan kekeluargaan. Kisah ini bukan hanya menceritakan harapa...