Ini adalah awal di bulan Januari, nggak kerasa kalau ternyata memang udah waktunya dia untuk kembali, yang di mana dia akan menyapa banyak orang, menjalani kesehariannya kembali seperti biasanya, dan lihat aja tuh tangannya penuh dengan tas yang ditenteng, tas selempang dan nggak lupa tas yang di gendongan yang sekarang harus dia bawa sendirian—berat kayak beban hidup, tapi gapapa sih, kan nanti bisa istirahat juga kalau udah di asrama nanti.
"Heh, Joan Ananda Dipta!"
Sang pemilik nama tersebut menengok ke belakang, dapat ia lihat seseorang yang selama ini selalu dia rindukan meskipun masih ngerasa bersalah. Pemilik nama itu berjalan kearahnya dan melambaikan tangan. Akhirnya ketemu juga sama seseorang yang dia kenal, baguslah.
"Gue masih kesel tahu!” Katanya.
"Siapa suruh kamu kesini? Kalau memang kesel, yaudah nggak usah kesini juga gapapa kok... By the way, sorry nggak ngabarin kalian, hehehe.” Ucap Joan.
"Ngomong-ngomong, gimana sama anak-anak lain? Mereka kesel nggak kayak kamu?" Tanya Joan membuat Galan langsung menatapnya. "Gaya bahasa lo beda banget sumpah. Adab rumah?" Tanya Galan menyenggol lengan Joan.
"Iya, udah jadi kebiasaan di rumah... Ya tapi nanti kalau udah lama di sini juga bakalan beda lagi, kok. Pokoknya tunggu aja tanggal mainnya." Jawab Joan dan kini keduanya berjalan masuk dan tak lupa kartu tanda mahasiswa dia kasih ke salah satu penjaga di sana.
"Kak Joan, Bang Galan, selamat pagi!" Sapanya.
"Pagi Juan, apa kabar? Ngapain kesini?"
"Kata Bang Rian, hari ini Kak Jo pulang, jadi aku tungguin dari tadi di sini!” Ucap Juan kepada Joan. "Selamat datang kembali, Kak Jo!"
“Makasih Juan, kamu memang anak baik.” Ujar Joan mengusap pundak Juan lembut.
"Oke, karena lo udah pulang, ada baiknya lo istirahat." Kata Galan memberi nasihat.
"Aku nggak terlalu capek sih... Tapi kalian udah sarapan belum?" Tanya Joan. Keduanya mengangguk.
"Mau ke Sundae Cafe?"
"Dalam rangka apa nih?" Tanya Galan menaik-turunkan alisnya. Gini-gini mana boleh dilewatkan gitu aja!
Joan membalas dengan wajah datarnya. Setelah itu, ia menarik Juan tanpa memperdulikan panggilan Galan yang terus memanggil dari belakangnya.
"Kak, kenapa Bang Galan ditinggal?"
"Udah nggak tahu diri memang itu satu manusia, biarin aja, Ju." Jawab Joan diangguki Juan. Juan tahu, ini sering terjadi saat di mana Joan dan Galan saling bersama. Ya pasti ada pertengkaran kecil, atau nggak ya suka ngobrol sendiri—berdua malah. Tapi wajarlah, namanya juga temen.
* * *
"Banyak yang berubah ternyata yah ternyata... Meskipun nggak semua." Kata Joan saat melihat-lihat sekelilingnya. Juan mengangguk.
"Iya sih, lo kelamaan banget perginya.” Kata Galan, Joan yang dengernya nggak peduli.
“Bener banget, Kak! Banyak renovasi sana-sini, terus rumornya sih bakal ganti nama? Kayaknya. Apalagi ya Kak, taman yang ada di tengah ruangan jadi lebar sekarang! Keren, 'kan? Boleh bawa hewan peliharaan, bisa jadi tempat piknik!" Jelas Juan yang kemudian memakan ice cream miliknya.
Joan sih paham-paham aja, Juan tuh tahu itu semua pasti karena sering suka dateng ke kampus sama temen-temennya. Pantes aja tadi Juan nungguin dia di depan, dan juga si Joan ini malah merasa asing sama kampus sendiri. Tapi nyatanya, ini memang betul asrama yang selama ini ia tinggali. Untung tadi nggak jadi pulang lagi. Soalnya, Joan akan berpikir, jika lebih baik pulang dan akan kembali beberapa hari kemudian.
"Cheesecake nya, silahkan." Ucap seorang waiter di Sundae Cafe itu. Galan mengambil bagiannya, sementara Joan ikut membantu dalam itu. Juan? Anak itu sudah terhipnotis sepertinya.
Tentu saja karena pemandangan yang terlihat tuh memang sebagus itu, dan bisa kita lihat dari jendela. Lihat tuh si Juan, anaknya sampai melamun sambil menikmati rasanya ice cream yang dibelikan Joan.
"Juan, yang bener makan es krimnya. Tuh, hampir netes ke bawah, kan." Kata Galan mengambil tisu lalu memberikannya kepada Juan. Galan mengambil tisu lagi dan mengusapnya ke daerah mulutnya sendiri.
"Lo juga mau, Jo?" Tanya Galan.
"Nggak ah, makasih." Balas Joan memakan cheesecake miliknya. Rasanya enak, dan ia sudah lama tidak kemari. Dia rindu dengan rasa cheesecake di Sundae Cafe. Tidak hanya rasanya saja, tapi harganya lumayan murah dikantong ketimbang di daerah rumahnya.
"Jo, karna lo udah balik, ada baiknya langsung ketemu sama Rian, deh. Dia nunggu kepulangan lo."
“Ngapain? Tugas lagi?”
“Iya sih, namanya juga Rian, ya gitu deh.”
"Oke, kalau gitu kamu temenin aku kesana ya? Aku lupa sama kamarnya Rian, hehehe." Kata Joan digelengi kepala sama Galan.
"Dasar, lo di sana jangan-jangan dihipnotis, ya?!" Kata Galan mengada-ngada.
"Enak aja, mana mau aku, lah!” Balas Joan yang kemudian ia bertanya kepada Juan. "Gimana? Kamu suka? Mau nambah lagi, nggak?" Tanya Joan digelengi Juan.
"Nggak usah, Kak, makasih udah traktir aku sama Bang Galan. Aku ada urusan Kak. Biasalah, rapat." Ujar Juan berdiri lalu melambaikan tangannya, kemudian ia pergi meninggalkan mereka berdua.
"Yara? Namanya kalau nggak salah... Hayara?"
"Iya, si Hayara—eh, beneran nih, lo beneran dihipnotis ternyata!"
"Nggak lah, Gal. Mana bisa aku dihipnotis."
“Yaudah sih, gue cuma bercanda aja, kok.”
Joan memberi tatapan tajam ke arah Galan. “Kamu pikir aku cuma tiduran, leha-leha gitu? Enak aja, padahal lebih dari sekedar nemenin Ayah sana-sini.”
"Iya,iya, gue percaya kok. Tapi habis ini lo harus ketemuan sama Rian, bisa-bisa gue dimarahin sama dia nanti." Ujar Galan kembali menyantap cheesecake miliknya, sementara itu Joan terkekeh dengan ujaran Galan tadi.
Bener aja sih, Rian tuh memang nggak suka yang namanya lama-lama dan orangnya tuh to the point banget. Intinya harus cepet, tapi jangan buru-buru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Harapan (Dirombak)
Fiksi RemajaInilah kisah mereka, kisah tiga belas pemuda laki-laki yang berusaha mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Tak hanya sebuah harapan yang diperjuangkan, namun juga mereka menemukan pertemanan dan kekeluargaan. Kisah ini bukan hanya menceritakan harapa...