“Putra!”
“Hmm?”
“Lo lagi di mana? Boleh nggak gue kesana?!”
“Nggak boleh. Lo ganggu gue aja kerjaannya.”
“Mau bantu juga!”
“Mau bantu apa yang habis ninggalin Juan di kebun binatang kemarin? Gue nggak terima ya kalau salah satu dari tiga bocah itu lo buat persulit hidup mereka!”
“I-itu... L-lo tahu dari mana, sih?!”
Putra menghembuskan napasnya. Menggelengkan kepala atas kejadian kemarin yang di mana Rakha dengan seenak hati lupa dan tidak memiliki niat 'tuk mencari keberadaan Juan yang tengah menghilang pada saat itu.
Iya, tepat sekali. Kalau Putra sudah mendengar hal-hal kabar yang bersangkutan dengan ketiga bocah menengah atas kesayangannya, tak segan-segan Putra memarahi entah itu siapapun—tak memandang bulu.
Ya karena, Putra sangat sayang pada ketiga bocah itu. Selayaknya Putra yang amat sangat sayang dengan adik laki-laki satu-satunya yang kini tengah berada di kota lain.
“Gue tutup dulu. Lo yang ada bukannya bantuin malah nyusahin gue aja daritadi. Udah ah, gue tutup dulu. Wassalamu'alaikum.”
Pip!
Putra menyandarkan tubuhnya di kursi belajarnya. Memandang sendu kearah langit-langit kamarnya yang terlihat indah dengan beberapa tempelan stiker bergambar bintang berwarna putih serta kuning. Yang di mana itu bukan tempelan stiker biasa.
Jika saat malam hari mulai datang, maka tempelan stiker berbentuk bintang-bintang kecil itu akan mengeluarkan sinar-sinar indahnya. Lebih jelasnya, membuat suasana kamar Putra menjadi tempat di mana jika salah satu dari kawan-kawan nya selalu ke tempatnya untuk sekedar mencari tempat ketenangan. Sembari mendengarkan musik yang tenang juga tentunya.
“Apa yang harus gue tulis disini?” Putra memejamkan kedua matanya. Mencoba berpikir dan terus berpikir, namun jawabannya nihil. Tidak ada satupun ide yang tertangkap olehnya. “Haruskah gue minta bantuan lagi?”
BRUK!
Saking semangatnya mendapatkan sebuah ide dalam benaknya, tak disangka Putra terjatuh kearah belakang. Kepalanya merasakan rasa sakit. Terlebih lagi di area pinggangnya yang tak sengaja menabrak kasur.
Seperti tidak ada kejadian apapun sebelumnya, Putra dengan entengnya berdiri tanpa bantuan apapun. Tentunya tangannya itu masih memegang pinggangnya yang terasa nyeri.
“Gini banget gue dapet ide.” Monolog Putra yang lalu menyalakan laptop miliknya. Di sana, terpampang jelas di layar ada sebuah pesan. Yang di mana itu berasal dari salah satu kawannya yang masih satu asrama.
“Dia kenapa sih—eh?”
Putra langsung mengarahkan pointer ke arah di mana email-nya berada. Segera saja saat pesan yang beberapa menit lalu sudah terkirim padanya, segera saja langsung Putra buka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Belas Harapan (Dirombak)
Teen FictionInilah kisah mereka, kisah tiga belas pemuda laki-laki yang berusaha mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Tak hanya sebuah harapan yang diperjuangkan, namun juga mereka menemukan pertemanan dan kekeluargaan. Kisah ini bukan hanya menceritakan harapa...