Meet New Boys

362 33 3
                                    

   "Huuuft..."

   Vanka langsung merebahkan diri di tempat tidurnya begitu selesai membantuku merapikan barang-barangku. Sebenarnya kegiatan merapikan barangku tadi sama sekali tidak melelahkan, hanya saja Vanka terus menerus mengoceh dan mengoceh, mungkin itu yang membuatnya kelelahan.

   Aku duduk di tempat tidur baruku dan meraba kasurnya. Lembut dan empuk. Beda dengan kasurku di kamarku dulu, agak lembut dan tidak empuk sama sekali. Dulu aku selalu mengomel karena hal itu -sekarang aku malah rindu pada kasur yang tidak empuk sama sekali itu. Ahh... aku ingin pulang ke rumahku...

Ting...tong...ting...tong...

   Tiba-tiba saja, terdengar suara bel yang menggema diseluruh gedung. "Apa itu?"

   "Itu bel siang! Waktunya makan siang!" seru Vanka langsung terbangun dari rebahannya. "Cepat ganti bajumu dengan seragam sekolah!"

   Aku segera membuka lemari pakaian yang sudah tersusun rapi dengan bajuku. Aku mengambil seragam sekolah Azalea yang berupa ; almamater hitam, rok merah selutut, dan kaos kaki hitam panjang. Setelah memakai seragam, aku merapikan rambutku yang semula agak berantakan.

   "Sudah selesai?" Vanka bertanya tepat setelah aku menyelesaikan twintail-ku. Dia berdiri di daun pintu sambil memegang ganggang pintu.

   "Yah," jawabku singkat lalu berjalan kearahnya. Vanka pun membuka pintu. Ternyata, koridor asrama yang semula tadi sepi sekarang penuh dengan anak-anak yang berlalu-lalang. Kebanyakan dari mereka berbincang-bincang dengan teman sekamarnya sambil tetap berjalan.

   "Ayo," sahut Vanka lalu menggenggam tanganku. "Aku ingin memperkenalkanmu pada teman-temanku!". Vanka lalu berlari sepanjang koridor dan menyalip kerumunan orang-orang. Aku yang ditariknya tak jarang menabrak orang-orang dan tak jarang aku meminta maaf pada orang yang kutabrak.

   Aku dan Vanka berlari sampai di gedung berbatu-bata yang kuliat di gerbang tadi pagi itu. "Gedung ini namanya Azalea Hall, di gedung ini terdapat ruang makan, ruang pertemuan, ruang kepala sekolah, ruang staff, dan asrama guru. Semua murid dilarang masuk ke asrama guru kecuali mendapat izin dari guru." jelas Vanka selagi aku mengambil napas. Gadis ini betul-betul gak ada capek-capeknya, udah lari-larian di koridor yang panjang itu masih saja celingak-celinguk gak jelas.

   "Ayo masuk, nanti tempat duduk favoritku diambil orang!" serunya lalu berlari masuk ke dalam dengan langkah riang. Huuft... padahal aku baru saja ingin beristirahat.

   "Tu...tunggu Vanka!" panggilku, namun Vanka sudah masuk ke ruang makan. Karena tak ingin kehilangan jejaknya, aku segera berlari mengejarnya.

   Ruang makan sangat ramai. Puluhan meja berjejer di setiap sudut ruangan. Sebagian meja telah terisi dan sebagian lagi belum terisi. Di tengah-tengah ruangan, terdapat meja besar yang berisi berbagai makanan , mulai dari makanan pembuka,makanan inti, dan makanan penutup. Beberapa murid mengantri dengan baki berisi piring untuk mengambil makanan.

   Aku mencari Vanka diantara kerumunan orang-orang. Susah sekali mencari anak itu diantara kerumunan orang ini.

   "Heey! Liiz! Disini!"

   Samar-samar kudengar suara Vanka memanggil namaku- entah darimana asalnya. Aku celingak-celinguk mencari sosok Vanka sementara suara Vanka masih dapat terdengar. Itu dia! Akhirnya aku menemukan Vanka yang sedang melambaikan tangannya padaku di meja sudut ruangan. Dia sedang duduk bersama... 2 orang laki-laki.

   Aku segera menghampiri Vanka yang terus saja memanggil namaku. Ternyata benar, Vanka duduk di meja persegi panjang bersama 2 orang cowok di depannya. Salah satu cowok itu tersenyum kearahku dan satunya lagi memasang tampang jutek dan memakai earphone . Apakah mereka teman-teman Vanka?

   Aku mengambil tempat duduk di samping Vanka yang berhadapan langsung dengan cowok bertampang jutek dan memakai earphone yang sibuk dengan Ipod-nya. Entah mengapa aku merasa canggung.

   "Liz, kenalin, ini teman-teman yang ingin kukenalkan padamu!" seru Vanka. "Yang ini namanya Rei," katanya menunjuk cowok dihadapannya yang sedang cengar-cengir. "Dan ini namanya Riki." katanya menunjuk cowok yang memakai earphone itu. "Rei, Riki, kenalin, ini teman sekamarku yang baru, Liz."

   Riki melirik sebentar padaku dan mengatakan, "Hey, Van, kenapa sih, kau bawa cewek bertampang cupu ini kesini?"

WHA--?!

   Rei melotot pada Riki dan menyikut lengannya, "Rik! Sopan dikit dong sama cewek!" tegurnya. Sementara itu Riki memasang tampang tak peduli ala anak nakal yang tak mau dinasihati oleh ibunya.

Apa-apaan cowok ini!

   "Eh... anu... Liz, jangan dimasukkan ke hati ya, Riki memang begitu sifatnya, ahahaha..." ucap Vanka dengan ketawa yang dipaksakan. Aku mencoba menenangkan diriku setelah perkenalan terburuk dalam hidupku itu, aku mencoba agar tidak meluapkan emosiku pada cowok bernama Riki itu.

   "Eh, Liz, kita ambil makanan dulu yuk," ajak Vanka, aku mengangguk kecil dan berdiri dari kursi. Sementara aku berjalan ke meja yang penuh dengan makanan di tengah ruangan, dapat kudengar suara Rei memarahi Riki. Huh... anak itu memang pantas dimarahi.

   Sesampainya di meja yang penuh dengan makanan, Vanka mengambil baki serta alat makan. Aku melakukan hal yang sama dengannya dan mengantri seperti yang lainnya. Aku memilih nasi goreng serta ayam goreng dan jus jeruk sebagai minumanku. Sementara itu Vanka mengambil sepiring penuh sphagetti, jus jeruk, berbagai macam kue, dan satu buah pudding.

   Kami kembali ke meja disudut ruangan yang tadi dan mulai memakan makanan kami masing-masing. Sepanjang makan, Vanka, Rei, dan Riki hanya melakukan obrolan yang membosankan. Aku sama sekali tidak ingin ikut pada obrolan mereka, setelah kejadian menjengkelkan tadi.

***

   Aku menatap jalan setapak berbatu yang menuju asrama. Aku masih sedikit kesal dengan perkataan cowok bernama Riki itu. Apa masih banyak anak-anak menjengkelkan seperti Riki di sekolah ini?

   "Hei Liz!" tiba-tiba, Vanka merangkul bahuku. "Soal omongan Riki tadi jangan dipikirin! Entah apa yang terjadi dengannya, dia tiba-tiba bermulut tajam gitu, padahal dia biasanya pendiam loh!"

   Aku tersenyum tipis. Ternyata, cewek cerewet seperti Vanka perhatian juga. "Makasih Van, tapi aku baik-baik saja" kataku berbohong, dalam hati aku masih jengkel dengan perkataan Riki. Aku memang pendiam, tapi aku tidak cupu!

   "Ayolah, jangan coba-coba menipuku, jelas-jelas kau memasang tampang kesal, tau!"

   Eh...? Apa aku begitu mudah di tebak?

   "Ah... sudahlah, yang penting jangan dimasukkan dihati, ya!" bertepatan Vanka mengatakan itu, kami sudah sampai di kamar kami. Aku masuk ke kamar duluan, dan langsung merebahkan diri di tempat tidur.

   Hufft... hari ini aku bertemu dengan Vanka si cerewet, Rei si hobi cengar-cengir, dan Riki si pencela. Kini aku yakin 99% masa remajaku bakal suram dikelilingi oleh orang-orang yang aneh. 

   Tunggu... 99%?

***To Be Continued***

Author's Note:

Hai readers! terima kasih lagi sudah membaca ceritaku! Maaf banget kalau ada typo dan kalimat yang gak jelas. Maaf banget, soalnya ceritanya belum memasuki inti cerita mungkin akan memasuki inti cerita 1-2 part kedepanlah.

Tetap baca cerita Pandora Box ya!

Pandora BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang