Case

162 19 0
                                    

Aku berusaha menerobos kerumunan orang-orang dan akhirnya aku membatu di tempat.

Ini...

Tidak mungkin...!

Darah, darah berceceran dimana-mana. Dan gadis di dalam kumbangan darah itu...

Kak Serena!


***


Sudah lewat lima jam setelah kejadian tadi pagi. Pihak sekolah menyuruh kami untuk tetap berada dalam kamar masing-masing dan tidak diperbolehkan keluar dari kamar hingga waktu yang belum ditentukan.

Suara sirene mobil polisi dan ambulans sudah mereda. Namun di gerbang sekolah masih ada para polisi yang melaksanakan tugasnya masing-masing.

Serena Castell, murid kelas 9 Azalea Academy yang merupakan salah satu siswa teladan telah ditikam di toilet wanita di gedung sekolah oleh seseorang yang belum diketahui.

Takut, itulah yang kurasakan. Bayangkan, ketika kau berada di kamarmu dengan seorang pembunuh yang masih berkeliaran di luar sana dan yang kau bisa lakukan adalah duduk meringkuk di sudut ruangan. Trauma, itulah yang menyelimutiku. Lima jam yang lalu, aku telah melihat salah satu kakak kelasku yang telah ditikam di bagian perut dengan mata kepalaku sendiri. Cemas, itulah yang menghantuiku. Pembunuh itu belum diketahui dan keselamatanku berada dalam ketidakpastian.

"Hei," Vanka, dia memecahkan suasana di ruangan ini. "Apa kau ketakutan?" Dia bertanya padaku, dengan mata yang menatap langit mendung di luar jendela.

Aku mengangguk dengan pelan, 'ntah apakah dia melihatku mengangguk atau tidak, yang pasti, siapapun pasti tau jawabannya.

Vanka berjalan menuju kearahku dan duduk disampingku. "Kau tahu? Aku benar-benar tak percaya ini."

Ya aku juga.

"Beberapa saat yang lalu, keadaan sekolah begitu damai, lalu tiba-tiba saja ada kasus pembunuhan... haha..." dia tertawa dengan suara parau. Aku tahu, dia ketakutan. "Hidup memang tak bisa ditebak..." dia melanjutkan.

Perlahan, aku memegang tangannya yang gemetaran. Memberinya sedikit keberanian di dalam kekacauan ini.

Semuanya terjadi begitu cepat. Begitu cepat hingga aku tak percaya ini terjadi di dalam kehidupanku yang seharusnya datar-datar saja. Ini bagaikan 'genre' kehidupanku berubah dari 'slice of life' menjadi 'thriller' dalam sekejap, asal kalian mengerti.

Langit mendung di luar sana menurunkan hujan deras. Membuat suasana di ruangan ini tambah suram.

Tok...tok...tok...

Seseorang mengetuk pintu kamar kami. "Siapa itu...?" Aku berbisik pelan. Aku ketakutan. Siapa yang mengetuk pintu kamar kami?

"Bi... biar aku yang bukakan..." kata Vanka beranjak dan berjalan menuju pintu.

"Tu... tunggu..!!" Aku mencegatnya. "Ba... bagaimana kalau itu pembunuhnya...?"

CETAAAR!

Guntur di luar sana membuatku kaget setengah mati. Begitu pula dengan Vanka. Mukanya pucat pasi.

"Mu...mu.. mungkin saja itu guru yang ingin menyampaikan pemberitahuan.." ujar Vanka. Keringat dingin bercucuran di wajahnya membuatku tambah parno.

"Tapi bukankah lebih baik jika memberitahukannya lewat pengeras suara saja?"

"Eh..., iya ya...,"

Tok...tok...tok...!!!

Suara ketukan pintu lagi. Kali ini ketukannya tambah keras. Jantungku berdetak keras.

"Ta..tapi kita tidak akan mengetahuinya jika tak mencobanya dahulu!" Vanka memegang kenop pintu. "A.. aku akan membuka pintunya."

Glek... aku menelan ludahku. Memikirkan segala kemungkinan siapa yang akan berada di balik pintu itu.

"1...2..." Vanka menghitung mundur entah mengapa. Aku yakin dia ketakutan setengah mati. "...3...!"

Dan pintu terbuka. Dan dua sosok berjubah hitam menyerbu masuk ke dalam kamar kami.

"Kyaaaaaa!!!"

***to be continued***

A

uthor's Note:
Yahalooo...! Masih baca ceritaku? Ya...ya.. aku tahu ini kelamaan. Gaje? Typo? Sori~
Stay enjoy~

Haruna_ika (Minggu, 20 - Maret - 2016)

Pandora BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang