Investigation (1)

169 18 1
                                    

Aku menyeruput kopi kalengku. Beberapa saat yang lalu, aku dan Vanka pergi membeli beberapa minuman kaleng di vending machine yang berada di koridor asrama. Riki dan Rei memutuskan untuk tinggal di kamar ini untuk sementara, mengingat polisi sudah mulai berpatroli di luar sana. Jam makan malam akan mulai 2 jam lagi, dan sebelum itu, Riki dan Rei harus sudah berada di kamar mereka.

Kami berempat kembali duduk melingkar sambil menyeruput minuman kaleng masing-masing, mencoba beristirahat setelah petualangan kecil tadi.

"Jadi," Vanka membuka pembicaraan. Dia meminum jus jeruknya dulu. "Menurut kalian, siapa pelakunya? Cepat atau lambat, kita harus menemukan pelakunya, kan?"

"Hmm," Rei berpikir. Sepertinya dia mencoba mengingat-ingat petunjuk-petunjuk yang telah terkumpul. "Kalau menurut aku sih, Helen Queenie, dia memiliki huhungan yang jelek dengan korban.

"Kalau soal itu," Riki ikut menimbrung. "Brian Detress juga memiliki hubungan yang jelek dengan korban." Rei manggut-manggut membenarkan kata-kata Riki.

"Menurutku, pelakunya bisa saja Noelle Kingston." Kata Vanka. Dia menyeruput jus jeruknya lagi. "Di film-film detektifkan, biasanya, orang yang innocent gitu atau orang yang dekat dengan korban adalah pelakunya."

Perkataan Vanka ada benarnya juga. Tapi, tentu saja kita tak bisa asal menuduh.

"Sebaiknya, kita membagi-bagi tugas masing-masing untuk memecahkan ini." Kata Riki tiba-tiba. "Kita harus membagi tugas sesuai dengan kemampuan kita."

"Aku!" Tiba-tiba, Rei berseru. "Sebenarnya, aku ini bisa meng-hack. Aku bisa meretas sistem sekolah dan mencari data-data siswa!"

Kami tercengang. Sama sekali tidak menyangka bahwa Rei ahli dalam urusan hack. Itu adalah kemampuan yang sangat penting bagi proyek ini.

"Itu adalah hal yang luar biasa!" Seru Vanka. Dia memukul punggung Rei dengan telapak tangannya -dan tidak peduli ketika Rei kesakitan. "Kalau aku, aku ini pintar berbaur dengan orang lain. Aku bisa mencari tahu sedikit tentang kehidupan pribadi para tersangka." Kata Vanka dengan semangat seolah-olah dia mempromosikan dirinya sendiri.

"Kalau aku...," kali ini Riki yang ingin mempromosikan diri. Dia mencoba berpikir apa yang dia bisa lakukan. "Aku akan bantu Rei saja deh," katanya.

"Aku juga, aku akan membantu Vanka saja." Kataku. Aku tak memiliki kemampuan yang begitu berarti. Dan aku juga orang yang pemalu.

"Baiklah, tugas kita masing-masing sudah ditentukan. Besok, kita akan mulai beraksi!" Seru Vanka dengan semangat membara. Sepertinya dia yang paling semangat diantara kami.

"Yap," ujar Rei sambil bangkit dari duduknya diikuti oleh Riki. "Sepertinya polisi diluar sana telah selesai berpatroli. Kami harus kembali ke kamar kami sebelum jam makan malam." Katanya. Dia mengambil tas ransel dan jaketnya yang tergeletak di lantai. "Kami pergi dulu."

"Yaa~ hati-hati, dan jangan sampai ketahuan!" Seru Vanka sambil merapikan ruang kamar yang agak berantakan. Dan aku juga segera bangkit untuk mempersiapkan diri untuk makan malam.

***


"Kepada seluruh murid Azalea Academy, seluruh murid diharapkan untuk pergi ke Azalea Hall untuk makan malam. Guru pembimbing akan berada di tempat kalian untuk menjaga keamanan. Dimohon untuk segera ke Azalea Hall dan tidak singgah di tempat lain untuk alasan keamanan. Saya ulangi, kepada seluruh..."

Suara dari speaker asrama menggema di seluruh ruangan. Saatnya makan malam, pikirku. Aku dan Vanka telah siap untuk makan malam.

"Liz, ayo cepat pergi, nanti tempat favoritku diambil orang!" Seru Vanka dari arah daun pintu. Aku hanya mengiyakan panggilan dari Vanka dan segera berlari ke arahnya.

Suasana di koridor asrama lumayan ramai. Setiap anak berjalan berpasangan dengan temannya. Beberapa dari mereka berwajah pucat karena ketakutan. Di beberapa sudut, terdapat guru pembimbing yang menenangkan murid-murid. Aku dan Vanka berjalan menuju Azalea Hall tanpa rasa takut, tidak seperti murid lainnya.

Di Azalea Hall, kami bertemu Riki dan Rei. Kami duduk bersama dalam satu meja. Ruang makan mulai di penuhi oleh murid-murid. Beberapa murid memilih untuk duduk di meja pilihannya, beberapa yang lain juga memilih untuk mengambil makanan di meja makanan yang bersistem prasmanan itu.

Ketika para murid telah duduk di meja makannya masing-masing dengan piring dihadapannya dan suasana kembali tenang, Mr. Brown, salah satu dewan guru naik di podium ruang makan. Dengan mic di tangannya, dia bersiap untuk membawakan pidato makan malam.

"Tes, tes, 123." Mr. Brown mengetes mic-nya. Setelah dia memiliki suara yang dia inginkan, dia mulai berpidato. Mr. Brown berdehem kecil , meminta perhatian murid-murid. "Selamat malam, para penghuni Azalea. Sebelum dimulainya makan malam, kami dari dewan guru akan memberitahukan sedikit pengumuman. Seperti yang kalian tahu, hari ini telah terjadi peristiwa yang... ehm," dia mencoba merangkai kata-kata yang baik. "Mengerikan. Untuk menjaga keamanan, pihak kepolisian telah menjaga di setiap sudut di Azalea Academy jadi kalian tak perlu khawatir. Dan bagi para murid yang memiliki trauma atas kejadian ini, dipersilakan menelepon orang tua masing-masing untuk dijemput pada ruang komunikasi." Mr. Brown memberi jeda. Suasana ruang makan menjadi ramai oleh suara bising anak-anak yang berbicara satu sama lain. Setelah suasana mulai tenang, Mr. Brown melanjutkan kalimatnya, "Dan yang terakhir, besok, proses belajar mengajar tetap berlangsung. Saya ulangi, tetap berlangsung." Sekali lagi, suasana ruang makan kembali ribut oleh suara erangan para murid yang telah berharap sekolah akan diliburkan. Mr. Brown menunggu ruang makan menjadi tenang kembali, tetapi sepertinya murid-murid tidak bisa berhenti mengeluh satu sama lain. Maka, dengan keadaan masih ribut, Mr. Brown kembali melanjutkan kalimat. "Dan, sekarang, nikmatilah makan malam kalian."

Dan suasana ruang makan kembali ramai oleh suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring.

***

Esok harinya, ketika aku dan Vanka berangkat bersama menuju sekolah, kami menyadari suasana sekolah menjadi sedikit sepi, namun beberapa murid terlihat bercengkrama satu sama lain dengan santai seolah tidak peduli dengan kejadian kemarin.

Aku, Vanka, Riki, dan Rei sama-sama berjanji akan bertemu di halaman sekolah pagi ini, untuk menjalankan misi kami sebelum bel sekolah berdentang. Jadi, setelah kami menyimpan tas kami di kelas, kami segera menuju halaman sekolah.

Di halaman sekolah, kami mendapati Riki dan Rei sedang duduk di taman bangku. Kami pun segera menghampiri mereka.

"Jadi bagaimana rencana kita?" Tanya Vanka begitu kami bertemu.

"Hm, baiklah, jadi begini." Rei mulai menjelaskan. "Dari beberapa informasi yang kudengar, sepertinya beberapa guru tidak akan mengajar di beberapa kelas, jadi kita akan sedikit bebas. Seperti yang kemarin kita rencanakan, kita akan membagi kelompok menjadi dua dan mencari data apapun dari para tersangka."

Aku akan mengikuti Vanka yang akan mencari informasi langsung dari teman-teman tersangka, dan Rei dan Riki akan mencari data dari para tersangka.

"Yosh! Baiklah semuanya mari mulai penyelidikannya!!!"

***To be Continued***

Pandora BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang