Blushing

179 19 12
                                    

"Bisakah kita mengulang hubungan kita dari awal?"

Ya Tuhan...

Apakah aku...

Sudah...

Semerah tomat...?

   Ke... kenapa aku malah blushing? aku harus menjawab pertanyaannya! Tapi kenapa jantungku berdetak begitu cepat...?

   "A... aku..." suaraku sedikit bergetar. Entah kenapa. Rasanya ada yang meloncat-loncat di dadaku. Mengapa hanya dengan pertanyaan yang biasa itu aku merasa begitu senang...?        "Tentu saja."

   Dengan sisa keberanian dan rasa senang yang berkecamuk di dalam dadaku, aku mencoba menggapai tangan Riki. Ketika tanganku dan tangannya bersentuhan, dia mengenggam tanganku, mencoba membantuku turun dari sisi jendela.  Dan berhasil.

   Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku berhasil melawan rasa takut pada ketinggian.

***

   Semuanya berjalan lancar. Sangat lancar. Setelah kejadian di sisi jendela itu, rasa canggung yang membatasi antara aku dan Riki telah hilang. Aku akan menarik kata-kataku untuk menyerah berteman dengan Riki. Lebih dari itu, aku sangat tertarik dengan Riki. Ah, maksudku tertarik menjadi seorang temannya.

   Perjalanan menuju ruang guru sangat aman. Beberapa kali kami menghindar dari seorang satpam dan polisi yang berpatroli. Namun kami berhasil melewatinya.

   Kami sampai di ruang guru. Riki memberiku isyarat tangan kepadaku bahwa dia akan mengecek isi ruang guru terlebih dahulu. Dia memasuki ruang guru yang tidak terkunci. Sepertinya aman. Dia memberi isyarat untuk masuk.

   "Baiklah," katanya dengan berbisik. "Cari sesuatu yang mempunyai petunjuk." Lalu dia segera berpencar mengelilingi ruang guru. Mengecek segala sesuatu yang berada di atas meja guru. Aku segera melakukan hal yang sama, mencari petunjuk.

   Namun itu sia-sia. Dua puluh menit telah lewat dan aku tak mendapatkan apapun. Yang ada hanyalah buku absen, catatan siswa, dan buku nilai siswa, tak lebih.

   "Ini sia-sia," sahutku putus asa.  Aku melirik, sepertinya Riki juga merasakan hal yang sama. Dia terduduk di sudut ruang guru, kelelahan. Sepertinya dia memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

   "Apa yang harus kita lakukan?" Kataku, lebih tepatnya bergumam. "apa kita harus kembali?"

   Beberapa menit berlalu dengan keheningan yang meliputi ruang ini. Dan tiba-tiba, Riki berkata, "Hei, apa kau mendengar itu?"

   Aku mencoba mendengar. Tapi aku tak mendengar apa-apa. "Mendengar apa? Aku tak mendengar apapun."

   "Sst..." dia berdesis dengan jari telunjuk yang dinaikkan di depan mulutnya. "Dengar baik-baik."

   Aku mencoba mempertajam pendengaranku lagi. Awalnya aku tak mendengar apapun. Tapi semakin lama, aku mendengar sesuatu. Bunyinya seperti suara tumbukan pada lantai keramik. Suara itu bukan cuma satu, tetapi ada beberapa. Dan aku menyadarinya, "Gawat !  Seseorang menuju kemari!"

   "Cepat cari tempat besembunyi!" Seru Riki. Aku segara mencari tempat persembunyian, aku memilih tempat persembunyian di bawah meja guru yang berada di sudut ruangan. Sedangkan Riki bersembunyi di sela-sela lemari buku yang berjarak beberapa meter dariku.

Pandora BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang