The Key

254 16 5
                                    

Kami berlari mengejar Rei yang sudah duluan berlari entah kemana. Pengejaran kami membawa kami ke sudut sekolah yang dipenuhi semak-semak belukar. Sepertinya tempat ini sudah lama tak diurus. "Memang dimana tempat tinggal Pak Tua Bernard itu?" Tanya Vanka pada Rei ketika irama berjalan kami dengan dia sudah sama.

"Disana!" Tunjuk Rei pada sebuah gudang -atau lebih tepatnya gubuk reyot yang berada di antara semak belukar.

"Itu?" Vanka bertanya balik. "Gubuk reyot itu?"

"Hush," sergah Rei. "Itu rumah Pak Tua Bernard!"

"Itu rumah?!" Seru Vanka tak percaya.

Rei mengetuk pintu kecil di depan gubuk reyot itu. "Pak Tua Bernard? Apa anda didalam? Kami ingin mencari sesuatu." Panggilnya lalu mengetuk pintu gubuk itu lagi.

Terdengar suara batuk yang lemah dari dalam. Beberapa saat kemudian pintu gubuk itu terbuka dan menampil sesosok kakek tua yang tak lain adalah Pak Tua Bernard yang disebut-sebut Rei. Pak Tua Bernard ternyata lebih tua daripada perkiraanku, rambutnya sudah memutih disana sini, keriput diwajahnya sudah berlapis-lapis, punggungnya membungkuk sangat dalam dan membuatnya terlihat kecil, salah satu tangannya disimpan dibelakang punggungnya, tangannya yang satu lagi memegang tongkat kayu kecil yang menopang berat badannya yang kelihatan tak bisa ditopang oleh kedua kaki kecilnya.

"Ada apa Anak Muda?" Tanya Pak Tua Bernard pada kami. Suaranya serak namun terdengar bijak.

"Eng, jadi begini, Pak," Rei mencoba merangkai kata-kata untuk mewakili pencarian kami. "Apakah anda tahu tempat dimana kunci-kunci lama disimpan? Kami sedang mencari sesuatu."

Pak Tua Bernard terdiam sebentar, lalu dia tertawa pelan, tawa serak yang aneh. "Hohoho... jadi kotaknya telah terbuka ya..." katanya. Jawaban yang sangat aneh dari orangtua yang aneh. Kami berempat saling memandangi satu sama lain, heran dengan jawaban Pak Tua Bernard yang sama sekali tak nyambung.

Kotaknya telah dibuka? Maksudnya apa...?

"Hohohoho..." lagi-lagi Pak Tua Bernard tertawa dengan tawa anehnya yang mengingatkanku pada tawa khas santa klaus entah mengapa. "Kalian anak-anak muda yang memiliki semangat besar, mengingatkanku pada diriku di masa lalu."

Oke, Pak Tua ini jelas-jelas sudah gila. Perkataannya sangat tidak nyambung. Aku pikir kita hanya membuang-buang waktu disini. Kurasa semuanya juga merasakan hal yang sama.

"Baiklah, aku akan memberitahu kalian." Ucap Pak Tua Bernard akhirnya. Sekali lagi kami berempat memandang satu sama lain dengan senang, ternyata kami tak salah orang. "Namun aku takkan memberitahukan kalian secara langsung."

"Hah?!" Kali ini Vanka yang berteriak tak sabaran. Kami tetap sabar menunggu jawaban Pak Tua Bernard.

Pak Tua Bernard mengelus-elus jenggot putihnya yang panjang. "Aku akan memberikan kalian teka teki. Dan teka-teki inilah yang akan menuntun kalian menuju tempat kunci itu disimpan."

Teka-teki...?

"Jika kalian ingin kesana, hanya ada dua cara, nekat dan membuat masalah, pilih salah satunya, jangan melakukan kedua-duanya sekaligus jika kalian ingin kesana, tempat dimana kunci terbesar tersimpan dibalik dinding pengetahuan itu."

***

Kami berjalan kembali menuju gazebo tempat kami berdiskusi dengan kepala penuh dengan tanda tanya. Yang kami pikirkan hanyalah satu, teka-teki yang telah diberikan oleh Pak Tua Bernard

"Dasar Pak Tua aneh," ucap Riki dalam perjalanan. "Kenapa dia memberikan kita teka-teki segala sih,"

"Iya!" Seru Vanka menyetujui. "Kenapa dia gak ngasih tau secara langsung aja, sih, masalahnya jadi tambah rumitkan."

"Yasudahlah, teman-teman." Lerai Rei . "Semakin banyak misteri, semakin seru, kan?"

Aku menghela napas. Memang, semakin banyak misteri semakin seru tapi, tapi kalau ada misteri diatas misteri itu sangat merepotkan! Bagaimana kita bisa memecahkan misteri penyerangan Kak Serena kalau misterinya bertambah satu?

"Ah, aku capek, aku lapar, aku mau ke kantin!" Seru Vanka setengah mengeluh. "Besok aja kita lanjut memecahkan misterinya!"

Aku mengangguk menyetujui Vanka. Setidaknya aku ingin istirahat dari semua teka-teki ini.

"Ya, sudahlah. Kita istirahat saja dulu. Besok kita bahas masalah ini lagi!" Ucap Rei diikuti langkah kami menuju kantin sekolah.

***To be continued***

Pandora BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang