Investigation (2)

145 17 1
                                    

"Yosh! Semuanya, penyelidikan dimulai!"

***

Aku mengikuti Vanka menuju ke tempat tujuan kami, koridor kelas tiga, yang dimana tempat ini hanya ada kelas-kelas atas dan jarang dihampiri adik kelas seperti kami. Di koridor ini, terlihat kelas-kelas lain juga free class. Pasti para guru ketakutan karena peristiwa penikaman Kak Serena.

Orang pertama yang akan kami selidiki adalah Helena Queenie, yang juga merupakan teman sekelas Kak Serena. Menurut informasi yang kami dapat sebelumnya, hubungan Kak Helen dan Kak Serena sangat buruk. Kak Helen selalu ingin menjadi nomor satu namun selalu saja Kak Serena yang menjadi nomor satu disetiap mata pelajaran, hal ini yang membuat Kak Helen membenci Kak Serena. Ini bisa saja menjadi motif pembunuhannya, kan?

Namun, kami tak bisa menyelidiki Kak Helen secara langsung. Kak Helen sekarang sedang ditahan karena dia salah satu seorang tersangka. Jadi, kami akan menyelidikinya secara tidak langsung dengan bertanya kepada teman-teman Kak Helen. Vanka, yang pintar dalam hal mengais informasi dari orang lain akan memimpin di misi kami sekarang ini. Namun, jujur saja, aku ini paling lemah dalam hal bergaul ataupun berbincang dengan orang lain, apalagi orang yang belum kukenal dengan baik.

Ketika kami memasuki gedung kelas 9, aku dapat merasakan semua tatapan kakak kelas menuju ke arah kami. Aku merasa sangat kecil di tempat ini, tempat ini benar-benar dipenuhi oleh kakak kelas yang bermain dan berlarian kesana kemari! Tempat ini terasa sangat liar!

Kemana para guru yang seharusnya mengatur siswa-siswa?!

Aku bersembunyi di belakang punggung Vanka. Entah mengapa, Vanka terlihat percaya diri berjalan di tengah-tengah kerusuhan ini. Apa mungkin dia terbiasa dengan kerusuhan ini atau hanya aku saja yang tak pernah melihat kemeriahan anak-anak yang sedang free class?

Setelah melewati koridor sekolah yang penuh sesak itu, akhirnya aku sampai di kelas Kak Helen, kelas 9 A.

Vanka masuk ke dalam kelas itu tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu, seperti memasuki kelasnya sendiri. Aku terdiam di luar kelas itu , aku sama sekali tak berniat masuk ke kelas itu, rasanya sangat canggung memasuki kelas kakak kelas semudah itu. Jadi, aku memberi isyarat pada Vanka bahwa aku akan tetap di luar dan mengamatinya dari daun pintu saja

Vanka mengangguk dan masuk ke dalam kelas yang sedang free class itu. Aku dapat melihat Vanka menuju ke sekerumunan kakak kelas yang sedang berbincang bincang. Ketika Vanka berjalan ke kerumunan itu, aku melihat seorang kakak kelas menyapa Vanka dan seketika saja kerumunan itu mengerumuni Vanka bak seorang artis.

Ya, ampun, sebenarnya Vanka itu se-terkenal apa sih, sampai disapa oleh kakak kelas dengan akrabnya?

Vanka terlihat begitu menikmati ketika para kakak kelas mengerumuninya dan menanyakan kabarnya. Sepertinya senioritas tidak berdampak Vanka. Perbincangan mereka tidak terdengar seperti perbincangan senior dan junior, tetapi lebih seperti perbincangan antar teman.

Vanka, dia anak yang sangat easygoing. Pastilah sangat menyenangkan menjadi dirinya, . Tidak seperti aku, anak yang kaku yang bahkan tak bisa bergaul dengan orang lain, atau... mungkin hanya diriku saja yang tak ingin membuka pintu hatiku lagi pada orang lain, tidak setelah kejadian itu...

Oh, tidak! aku tidak boleh mengingatnya lagi! Aku telah berjanji pada dia untuk menikmati hidupku dan diriku sendiri! Aku harus terus melangkah ke depan dan tidak akan menoleh ke belakang lagi!

Huf,.. tapi Vanka lama juga. Sudah lewat dua puluh menit dan dia masih saja bercakap-cakap dengan kakak kelas. Aku merasa benar-benar tak berguna. Pasti Riki dan Rei juga sekarang sedang berjuang keras mencari informasi, dan aku hanya bisa berdiam disini melihat Vanka menjalankan tugasnya. Apa ada hal lain yang bisa kulakukan...?

Hah, mungkin sebaiknya aku ke tempat lain saja...

***

Aku berjalan menjauhi koridor kelas tiga dan berpikir, apa yang bisa aku lakukan untuk membantu memecahkan kasus ini. Apa yang bisa kulakukan untuk membantu Vanka dan teman-teman?

Dan saat itulah aku sampai di toilet perempuan di ujung koridor. Tempat dimana Kak Serena telah diserang oleh seseorang yang masih menjadi misteri. Toilet itu tertutup rapat dan disekelilingnya terdapat garis-garis polisi. Dan saat itulah sebuah ide melintas di benakku.

Benar! Jika aku tak dapat mengais informasi tentang para tersangka seperi Vanka dan Rei, mungkin saja aku bisa mendapatkan petunjuk-petunjuk di tempat kejadian perkara ini!

Aku melihat sekelilingku. Sepi. Tak ada orang yang memperhatikanku, dan tak ada kamera pengawas satu pun disini. Yosh, baiklah, pertama, aku akan mencoba membuka pintu toilet itu.

Klek...!

Lucky! Pintu toiletnya tidak terkunci! Selanjutnya, aku harus melewati garis-garis polisi yang merepotkan ini. Aku harus melangkah hati hati agar jejakku tidak meninggalkan bekas.

Setelah bersusah payah melewati garis polisi, akhirnya aku bisa masuk ke toilet ini.

Baiklah! Saatnya beraksi!

Aku membuka pintu toilet yang terbuat dari aluminium itu dengan perlahan. Pintu itu menimbulkan suara gesekan yang kecil ketika aku membukanya.

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam toilet yang gelap ini. Sunyi dan kosong. Tak ada seorang pun disini (tentu saja!). Aku merinding, di tengah-tengah lantai toilet ini, ada bercak-bercak darah yang telah mengering. Aku berpikir, apakah bercak darah ini akan membekas di toilet ini selamanya? Kalau iya, itu pasti akan mengerikan. Aku mengamati toilet ini sekali lagi. Secara keseluruhan, tidak ada yang salah dengan toilet ini -kecuali bercak darah ditengah-tengah toilet. Terdapat tiga bilik toilet di sisi kanan dan 3 wastafel lengkap dengan cerminnya di bagian sisi kiri toilet ini. Oh, dan ada sebuah ventilasi udara yang membawa sedikit cahaya matahari yang masuk ke dalam toilet yang gelap ini.

Beberapa detik kemudian, aku tersadar, aku tak sendirian di ruangan ini...

***To be continued***

Author's Note:
Hai haai~ maaf minggu lalu gak update, ada halangan dikit!

~enjoy

(Haruna_Ika, 8 Mei 2016)


Pandora BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang