Bukan hanya mataku yang membola, semua orang yang ada di ruangan ini juga memberikan reaksi yang sama sepertiku—kecuali objek semburanku, dia memejamkan matanya rapat-rapat.
Wah, bisa-bisanya aku membuat kesalahan seperti ini!
Sungguh, sepertinya aku harus melapangkan hatiku lagi untuk menghadapi ancaman kematian yang kembali muncul di depan mata—yang pertama, ketika tenggelam di danau.
Hih! Membayangkannya saja menakutkan!
"M-maaf ..! M-maafkan saya ..!" ujarku tergagap, saking takutnya.
"Tidak apa-apa, Sayang. Ini hanya air."
'Tapi itu dari mulutku!' pekik batinku.
Dengan tubuh gemetar, aku menunduk takut.
"M-maaf, saya—uhukk! Uhuk, uhukk!" Saking gugup dan tertekannya aku, aku jadi tersedak lalu terbatuk-batuk.
Duh, kenapa masalah terus saja muncul sih?
"Sayang? Kau baik-baik saja?" ujar pria itu, cemas.
"I-iya, saya—UHUKK!"
Ah, sial! Kenapa batukku tidak bisa berhenti sih? Aku kan sekarang sedang ketakutan, masa kini harus menanggung malu juga? Menyebalkan!
"Hei, cepat bantu istriku! Kau tidak lihat dia sekarat karena tersedak?!"
'Duh, berlebihan sekali!'
"Tidak, tidak perlu. Saya hanya—Uhukk, uhukkk!"
Argh! Biarkan aku menghilang saja dari muka bumi ini!
Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, yang kuperhatikan hanya nasibku sendiri saja. Aku berusaha meredakan batukku sembari terus menepuk-nepuk dada.
Pada saat yang sama, usapan lembut juga menjalar di punggungku.
Aku tahu itu ulah siapa, tapi ya sudahlah. Aku tidak punya cukup tenaga untuk menepis tangannya.
Sepertinya sang penyihir membantuku lagi sebab batukku langsung mereda dibarengi oleh rasa hangat menenangkan yang menjalar di dalam aliran darahku.
Apakah itu yang namanya mana?
"Sudah merasa lebih baik, Sayang?"
"Hahh, iya ..." ujarku, akhirnya bisa bernapas lega.
"Mau minum lagi?"
Aku menggeleng cepat, "... Tidak!"
Kalau nanti aku 'Tersedak Jilid Dua' bagaimana?
"Baiklah," sahut pria itu seadanya.
Ah, aku baru sadar jika dia sudah berada tepat di sisiku entah sejak kapan. Mungkinkah sejak ia mengelus punggungku?
Melihatnya tidak bergerak, sepertinya dia tidak memiliki niat untuk beranjak dari sisiku sama sekali.
Ah, lupakan dulu soal itu! Bukan itu yang perlu dipikirkan! Aku harus mencari jawaban atas semua kejanggalan ini!
"Ini ... di mana?" ucapku pelan, sembari melirik pria di sampingku.
"Di rumah, manor Coner," jawabnya singkat.
Dahiku sontak berkerut. 'Kenapa aku bisa berada di sini?'
Terakhir kali kan aku sedang berada di istana, lebih tepatnya di danau yang ada di depan pavilun istana.
Jika aku berhasil diselamatkan—entah oleh siapa pun itu—dari tenggelam, bukankah seharusnya aku kembali ke rumahku? Atau, seaneh-anehnya paling berada di istana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Have A Child and Husband [END]
Historical FictionSetelah siuman pasca tenggelam, Katarina dikejutkan oleh fakta bahwa ia telah bersuami dan memiliki seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Yang menjadi masalah adalah ... Katarina tidak ingat! Kapan dirinya menikah? Kapan dirinya melahirkan ana...