Sepertinya, karena aku penuh akan tekad untuk bisa cepat pulih, masa fisioterapiku jadi bisa selesai lebih cepat dari waktu yang sudah diperhitungkan oleh tabib.
Tentu saja aku sangat senang akan hal itu!
Karena dengan bisa kembali menopang tubuhku menggunakan kedua kakiku sendiri lagi, aku jadi bisa bergerak dengan leluasa.
Dengan begitu, maka lebih mudah bagiku untuk mencari kepingan memoriku yang hilang, dan mencari tahu seperti apa kehidupan baruku yang selama ini kulupakan.
Habisnya, Mikael kan hanya akan menjawab satu pertanyaanku setiap minggu. Itu mana cukup!
Selain itu, Elani dan semua orang yang kutemui—seperti Tuan Evan, si ajudan Mikael, dan tabib—tidak ada yang mau menjawab pertanyaanku. Mereka secara kompak selalu berkata,
"Maaf, Nyonya. Bukan ranah saya untuk menceritakan bagaimana kehidupan pribadi anda berlangsung selama ini. Sebaiknya anda bertanya pada Tuan Duke saja."
Jawaban mereka seakan meledekku, benar kan?
Ah, aku baru sadar bahwa aku bahkan tidak tahu sejak kapan Mikael naik ke kursi pemimpin keluarga dan menggantikan posisi Duke terdahulu.
Ugh, sebalnya!
Aku sudah tidak sanggup menahan diri untuk terus bersabar menunggu waktu bergulir hingga hari berganti minggu.
Daripada hanya mengandalkan Mikael dan terjebak dalam rasa penasaran setiap minggunya, lebih baik kucari tahu sendiri saja.
Yah ... walaupun aku masih belum tahu sih harus mulai mencarinya dari mana, dan bagaimana caranya. Tapi setidaknya kan, tekadku sudah—
Duh, konyol sekali ternyata aku ini!
Untuk saat ini, mari lupakan soal itu. Aku lapar, jadi lebih baik aku makan dulu. Kalau sudah kenyang, otakku pasti bisa—
'Sudah cukup untuk omong-kosongnya!' Otakku jadi resah sendiri.
Sejak aku bangun dari koma, aku selalu makan di dalam kamar karena tubuhku sebelumnya belum bisa bergerak bebas.
Namun, karena sekarang aku sudah sesehat sedia kala, Mikael pun menyuruh Elani untuk mengantarku ke ruang makan untuk sarapan bersamanya seperti dulu—katanya, dulu kami selalu makan bersama di sana—namun kali ini anggotanya akan bertambah satu, yaitu Aiden.
Yah, bagiku, makan di manapun itu tidak terlalu penting. Karena aku sudah sangat lapar, seandainya aku harus makan sambil berjalan sekalipun tidak akan jadi masalah.
Elani berjalan di depanku, memimpin jalan menuju tempat tujuan yang tidak kuketahui ada di mana letaknya, sehingga aku hanya perlu mengekor padanya.
Di sepanjang lorong manor yang kulalui, yang kutemui hanyalah beberapa pelayan manor yang bolak-balik untuk bekerja—semuanya selalu menunduk dan menyapaku penuh hormat ketika kami bertemu.
Tidak ada yang menarik dari pemandangan itu.
Sampai akhirnya kini ada satu hal yang tertangkap oleh indera penglihatanku, yang kurasa tidak bisa kuabaikan begitu saja.
"Tunggu sebentar, Elani," ujarku, tanpa menampik pandangan yang masih menatap lurus taman melalui kaca jendela.
Si pemilik nama segera menghentikan langkahnya kemudian berbalik.
"Ya? Ada apa, Nyonya?"
"Itu, yang di luar ... bukankah dia Nona Opelia?"
Aku yakin, mataku tidak mungkin salah mengenali orang.
Walau wajah dan gaya berpenampilannya berubah menjadi terlihat lebih dewasa, tapi aku tahu bahwa perempuan yang kulihat adalah Opelia de Ronen, perempuan yang dulu bertunangan dengan Mikael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Have A Child and Husband [END]
Historical FictionSetelah siuman pasca tenggelam, Katarina dikejutkan oleh fakta bahwa ia telah bersuami dan memiliki seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Yang menjadi masalah adalah ... Katarina tidak ingat! Kapan dirinya menikah? Kapan dirinya melahirkan ana...