11

8.7K 645 22
                                    

Entah mengapa aku tidak bisa berhenti memikirkan Mikael setelah perdebatan kami tadi siang. Terlebih kata-kata terakhir pria itu kepadaku, yang berisi pengharapan agar ingatanku segera pulih.

Itu aneh, jujur.

Setelah mendapat jawaban atas rasa penasaranku melalui Nona Opelia, dan mengonfirmasinya langsung pada Mikael, aku masih saja tidak bisa merasa lega.

Aku justru gelisah karena merasa masih ada kejanggalan lain, baik itu dari keterangan Nona Opelia maupun dari reaksi Mikael.

Aku merasa, sepertinya masih ada bagian yang rumpang. Masih ada hal yang belum kuketahui kebenaranny—

Tok. Tok. Tok.

"Permisi, Nyonya ..."

Ketukan pintu disusul suara familier yang mencicit membuat lamunanku mendadak buyar.

Aku refleks melirik ke ambang pintu, menatap sinis sosok yang baru saja membuka pintu kamarku lalu masuk dengan gelagat sungkan.

"S-saya ... anu, lilin," ujarnya kikuk. "Saya datang untuk menyalakan lilin, Nyonya ..." imbuhnya lagi, suaranya semakin pelan.

"Hm."

Aku yang malas menanggapinya hanya berdehem tanpa minat seraya mendelik mata, menampik atensi darinya.

Aku masih marah pada Elani atas apa yang terjadi di antara kami siang tadi.

Aku juga sebenarnya malas melihat eksistensinya. Namun, aku tidak bisa mengusirnya sebab saat ini ia sedang bekerja—menyalakan lilin di kamarku ketika matahari mulai tenggelam, seperti biasanya.

'Mari abaikan saja dia.'

Batinku memang berkata begitu, tapi mulutku langsung mengkhianatinya.

"Sejak kapan kau bekerja di sini?"

Pada akhirnya akulah yang lebih dulu mengajaknya berbicara.

"S-saya? Apa Nyonya bertanya pada saya?" sahutnya, setengah linglung.

"Apa kau tidak tahu kalau hanya kau yang bisa berbicara selain aku di ruangan ini?" sahutku, meliriknya dengan tatapan sinis.

"A-ah, maaf ..."

Aku mendengus jengkel.

"Sudah, jawab saja. Sejak kapan kau bekerja di sini?" ulangku lagi, menekankan pertanyaan.

"Oh, ya? Eum ... sejak sepuluh tahun lalu, sedari saya lima belas tahun, Nyonya."

Itu berarti, waktu yang sudah ia habiskan untuk bekerja di kediaman ini jauh lebih lama dibandingkan total waktu tinggalku di sini.

Kalau begitu, seharusnya Elani tahu banyak terkait seperti apa kehidupanku di kediaman ini selama ini, kan?

Seharusnya Elani bisa menjawab pertanyaanku dan mengisi bagian yang masih rumpang itu.

"Apa kau tahu, kapan aku dan Mikael menikah?"

"Tentu," sahut Elani cepat. "Pernikahan Tuan dan Nyonya dilangsungkan sembilan tahun lalu, ketika usia Nyonya delapan belas tahun dan Tuan Duke dua puluh satu tahun," susulnya lagi.

'Sama seperti apa yang Mikael katakan padaku waktu itu. Dan ... berarti apa yang dikatakan oleh Nona Opelia juga benar, bahwa kami menikah ketika usia pertunangan mereka sudah hampir satu tahun.'

Kesaksian Elani dan informasi yang kudapat dari Mikael dan Nona Opelia tersinkronisasi. Itu artinya, memang benar adanya peristiwa yang terjadi seperti itu.

Hal itu justru membuatku jadi semakin haus akan rasa penasaran.

"Apa kau juga tahu, kenapa kami bisa menikah?" tanyaku lagi.

Suddenly Have A Child and Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang