Setibanya di ruang makan, Mikael ternyata sudah menungguku.
Ketika melihatku, pria itu segera bangkit dari kursinya untuk menghampiriku yang baru saja melewati pintu.
"Apa kakimu sudah baik-baik saja? Sudah sama sekali tidak terasa nyeri? Kubantu memapahmu berjalan ya?" ujarnya.
"Tidak perlu, saya bisa sendiri," sahutku, agak ketus.
Yah, mau bagaimana? Suasana hatiku terlanjur tidak bagus pagi ini.
Meski aku memberinya penolakan, Mikael tetap menghampiriku dan terus berjalan mendampingku—tanpa menyentuh tubuhku sama sekali, hanya menjagaku dari samping.
Sedangkan Elani segera pergi setelahnya untuk melanjutkan pekerjaannya—membersihkan dan merapikan kamar tidurku.
"Oh? Sudah ada orang rupanya."
Suara asing yang tiba-tiba terdengar itu membuatku sontak menghentikan langkahku kemudian segera berbalik, melihat sumber suara.
Ketika melihat dua orang wanita berbeda usia datang dan berjalan berdampingan melewati pintu, aku diam-diam menghela napas.
'Entah ini artinya aku sedang sial atau beruntung.'
Aku memang ingin tahu ada hubungan apa antara Nona Opelia dan Nyonya Margot, juga dengan keluarga Coner dan kediaman ini.
Namun, untuk mencari tahunya sekarang, apalagi harus berhadapan langsung seperti ini ...
Duh, apa ini tidak bisa ditunda dulu?
Aku sedang sangat lapar sekarang. Aku belum siap mental untuk terlibat dalam drama keluarga dan hanya ingin makan.
"Untuk apa kau datang ke sini?"
Suara dingin dan ketus Mikael yang tiba-tiba menggema membuatku sontak menaruh atensi kepadanya.
Wajah pria itu berubah menjadi masam dalam satu waktu, dengan kening berkerut dalam dan rahang mengeras.
"Karena kau berasal dari keluarga yang cukup terhormat, seharusnya kau tahu kalau bertamu itu juga ada etikanya, Opelia. Sangat tidak sopan datang ke kediaman orang lain di pagi hari seperti ini, terlebih tanpa izin ataupun undangan."
"Kata siapa Opelia datang tanpa undangan? Dia tamuku," sahut Nyonya Margot tanpa emosi. "Sudahlah, jangan buat keributan pagi-pagi, Mikael. Sebaiknya kita makan saj—"
"Aku tidak mau. Aku hanya ingin makan bersama istri dan anakku. Kalian silakan makan di tempat lain," potong Mikael dingin.
Nyonya Margot mendecih, "Memangnya kau masih bisa berselera jika duduk di meja yang sama dengan wanita tidak berguna it—"
"BIBI!"
... Oh? Jadi, Nyonya Margot bukan ibu Mikael, melainkan bibinya?
"Wanita yang baru saja Bibi rendahkan adalah istriku! Dia Duchess Coner! Bersikaplah sopan kepadanya!!"
Mikael menggertak dengan wajah merah padam. Sepertinya seluruh emosinya telah tersulut dan terbakar habis pagi ini.
Melihatnya mengamuk seperti ini, jujur saja, aku agak takut. Pasalnya, semenjak aku bangun dari koma, yang ia tunjukkan kepadaku hanya sisi lembut dan pengertiannya saja, belum pernah sekalipun aku melihatnya marah.
Karena itu, kali ini dia terlihat lumayan menakutkan.
Nyonya Margot mendecih sembari mendelik matanya malas, enggan mewujudkan keinginan Mikael, apalagi meminta maaf karena tidak merasa bersalah.
Yah ... aku juga tidak mengharapkan permintaan maaf darinya sih.
Jadi, ya sudahlah. Akan kuanggap aku tidak mendengar apa pun. Selesai, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Have A Child and Husband [END]
Historical FictionSetelah siuman pasca tenggelam, Katarina dikejutkan oleh fakta bahwa ia telah bersuami dan memiliki seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Yang menjadi masalah adalah ... Katarina tidak ingat! Kapan dirinya menikah? Kapan dirinya melahirkan ana...