18

8.5K 618 3
                                    

"Sayang? Kau sudah tidur?"

Mungkin sudah setengah jam waktu berlalu sejak aku memutuskan untuk ikut berbaring bersama Aiden dan Mikael di atas kasur yang sama.

Sudah setengah jam juga kamar ini hening—sebelum akhirnya kesunyian itu dipecahkan oleh suara Mikael.

"Hm."

Aku yang memunggungi kedua lelaki berbeda usia itu hanya berdehem tanpa minat sebagai tanggapan, memberitahu kalau benar, aku belum tidur.

Bagaimana aku bisa tidur kalau jantungku terus berdebar tak karuan sampai rasanya bisa gila begini?

Sungguh, aku menyesal telah menganggap enteng ajakan tidur bersama.

Kami memang hanya tidur di atas ranjang yang sama, sama sekali tidak ada hal lain. Tetapi ...

Seandainya saja aku tahu kalau tidur bersama yang seperti ini saja sudah membuatku gugup setengah mati dan berakhir tidak bisa tidur, sudah pasti aku akan menolak.

Tapi apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan tidak ada gunanya sekarang.

"Sayang? Sudah tidur ya?"

Sepertinya Mikael salah memaknai tanggapanku. Karena itu ia bertanya sekali lagi.

"Belum, Mikael. Ada apa?"

Aku pun akhirnya kembali menyahut dengan kalimat yang jelas tanpa mengubah posisiku—masih memunggunginya dan Aiden.

"Kenapa belum tidur?"

'Heh? Serius hanya untuk menanyakan itu dia memanggilku?'

"Entahlah."

Aku hanya menjawabnya dengan asal.

"Anda sendiri, bagaimana? Tadi anda bilang, anda datang ke sini karena ingin tidur, tapi kenapa sampai sekarang masih belum tidur juga?" timpalku lagi.

"Yah ... karena ada hal yang kupikirkan."

"Begitu ya."

Karena maksud dari pertanyaanku adalah untuk berbasa-basi, ketika mendapatkan jawaban, aku pun hanya menanggapi sekadarnya saja.

Aku tidak ingin bersikap lancang untuk merasa penasaran apalagi sampai bertanya langsung kepadanya apakah itu.

Namun, Mikael berniat mengutarakannya lebih dulu, tanpa perlu pertanyaan dariku. Justru dialah yang bertanya kepadaku.

"Boleh aku meminta saran darimu?"

Aku rasa, sepertinya tidak ada opsi untuk menolak.

Karena itu, aku pun membalik tubuhku, mengubah posisi berbaringku menjadi menghadap lurus ke arahnya sebelum akhirnya membalas,

"Ya, silakan. Katakan saja."

Setelah mendapatkan persetujuan dariku, pria itu tampak berpikir sejenak.

"Eum ... menurutmu, bagaimana cara yang tepat untuk meminta maaf pada Aiden? Menurutmu aku harus apa?"

Aku mengernyit. "Minta maaf untuk apa?"

Suddenly Have A Child and Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang