16

8.9K 639 11
                                    

Ketika mendengar kabar bahwa Nona Opelia datang ke manor sore ini dan membuat keributan di depan gerbang utama sebab tidak diberikan akses masuk oleh para penjaga, aku secara suka rela segera menghampirinya.

"Oh, Nona Opelia? Anda datang lagi ya."

"Katarina! Syukurlah kau datang," ujarnya, menghela napas lega. "Cepat beritahu bajingan-bajingan ini untuk tidak menghalangi jalanku! Suruh mereka membiarkanku masuk!" titahnya menuntut.

"Memang ada keperluan apa?" tanyaku polos.

"... Y-ya?"

Wanita itu tampaknya terkejut setelah melihat reaksiku. Namun, perubahan mimik mukanya itu hanya berlangsung sebentar. Beberapa detik setelahnya, wajahnya kembali ke setelan awal.

"Jangan bercanda! Kau kan tahu kenapa aku datang!"

"Benarkah? Saya tidak ingat," ucapku, berlagak bingung. "Bisa anda beritahu saya? Anda kan tahu, saya pelupa."

Nona Opelia mendengus kasar.

"Bibi Margot! Aku datang karena undangan Bibi Margot! Seperti biasanya, kau kan sudah tahu!" ujarnya jengkel.

"Oh ya ampun, benar! Astaga, kenapa saya bisa lupa ya?" ucapku retoris, masih setia berakting polos.

"Karena kau sudah tahu, cepat bukakan gerbangnya!"

"Eum, untuk itu, sepertinya agak ... sulit? Maaf ya, Nona Opelia," celetukku.

Senyum manisku kini berubah menjadi seringai menyebalkan yang sengaja kupamerkan padanya.

"K-kau, kau ...!"

Wanita itu tampaknya terlalu tercengang sampai-sampai ia kehabisan kata-kata.

Karena aku mau berbaik hati, kuputuskan untuk menjabarkan secara singkat kepadanya mengenai situasi yang terjadi.

"Maaf. Sekalipun anda mendapat undangan dari Nyonya Margot, anda tetap tidak bisa masuk sekarang sebab Nyonya Margot telah diusir dari kediaman ini oleh Duke."

Matanya terbelalak. "Apa?! K-kapan?!"

"Eum, kapan ya? Sepertinya sekitar ... dua jam lalu? Entahlah," ucapku seraya mengedik bahu, acuh tak acuh.

"K-kenapa? Kenapa Bibi Margot bisa diusir?! Cepat katakan padaku!"

'Duh, wanita ini sangat berapi-api ya ...'

Aku sudah mulai bosan untuk terus berakting di depannya. Karena itu, aku tidak lagi mempertahankan ekspresi munafikku.

Aku juga sudah tidak mau lagi menanggapinya lebih lama. Yang kuinginkan hanyalah cepat-cepat menyelesaikan urusanku dengannya.

"Apa anda mengenal Hugo Ronald?"

Karena itu, tanpa basa-basi, langsung saja kutanyakan inti dari kedatanganku. Jika bukan karena ini, aku mana mau repot-repot menghampirinya di sini.

"Anda mengenalnya kan, Nona Opelia?" susulku lagi. Nada bicara dan raut wajahku selaras; datar cenderung dingin.

Ekspresi dan sorot tatapannya terdistorsi. Nona Opelia kini terlihat seperti seorang pencuri yang baru saja tertangkap basah.

Namun, dengan ego dan harga dirinya yang tinggi, ia segera menyembunyikan ekspesi tersebut—meski sebenarnya percuma, toh aku sudah melihatnya.

"T-tidak! Hugo Ronald? Siapa dia? Aku bahkan baru mendengar namanya sekarang," ujarnya, berdalih.

"Benarkah?" balasku skeptis.

"Tentu saja! Apa sekarang kau sedang menuduhku berbohong?! Beraninya kau!"

Suddenly Have A Child and Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang