02

16.6K 1K 3
                                    

Aku tidak mengerti mengapa kesadaranku kembali hilang secara tiba-tiba setelah aku sudah berhasil tersadar selama hampir lima menit sebelumnya—meski mataku belum bisa terbuka dan hanya bisa mendengar suara-suara dari sekitar saja.

Aku juga tidak tahu berapa lama waktu berlalu ketika kesadaranku redup untuk kedua kalinya.

Tapi aku tidak terlalu peduli sih.

Yang terpenting kini kesadaranku sudah kembali lagi, bahkan sekarang kelopak mataku sudah bisa terbuka.

Namun sayang, hanya kelopak mataku yang bisa bergerak, selebihnya tidak ada yang berubah. Pita suaraku saja tidak bisa bergetar sehingga aku tidak bisa bersuara.

Prang!

Ah, ternyata tubuhku masih bisa tersentak kecil rupanya.

Aku pun sontak melirik sumber suara.

Di sana terlihat seorang perempuan asing yang tengah berdiri mematung dengan mata terbelalak. Tatapan terkejutnya menghunus lurus ke arahku.

'Ah! Terima kasih ya, karena sudah menganggetkanku, wahai perempuan asing,' ujarku dalam hati, satir.

"Ada apa?! Apa yang terjadi?!"

Seorang pria datang dengan tergesa-gesa dari luar ruangan sesaat setelahnya, bersuara dengan nada cemas bercampur panik

"Astaga, Elani! Mengapa kau menjatuhkan lilinnya? Lihat apa yang sudah kau perbuat, karpetnya jadi terbakar!"

"T-tuan Evan ..! N-nyonya ..! N-nyonya!"

Ck! Dialog macam apa yang sedang kudengar ini? Si pria sedang memarahinya, tapi perempuan ceroboh itu malah berseru gagap sambil menunjuk-nunjuk ke arahku.

Aku melirik perempuan itu dan menatapnya dengan tajam sembari mencecar di dalam hati.

'Apa?! Jangan coba-coba menyalahkanku atas tindakan cerobohmu itu ya! Aku saja tidak bisa bergerak!'

"Ada apa dengan Nyon—oh, astaga!"

Huh, apa-apaan juga dengan reaksi pria itu? Kenapa dia ikut terbelalak ketika melihatku? Seperti sedang melihat hantu saj—

Oh, tidak!

Aku belum mati dan menjadi hantu kan?!

Tidak! Aku belum mau mati!

"Cepat panggilkan Tuan Duke!"

"Y-ya! B-baik, Tuan Evan!"

Si perempuan ceroboh itu pun langsung berlari kencang setelah menerima titahan tegas dari pria yang disebut sebagai 'Tuan Evan'.

"Nyonya, apakah and—ah, berengsek!"

Kalau saja pria itu tidak menunduk dan berhenti melangkah sedetik setelahnya, aku pasti akan mengira jika dia baru saja mengumpatiku.

"Kenapa Elani harus membakar karpet segala sih? Membuat repot saja!" gerutunya sayup-sayup sambil menginjak-injak api di karpet dengan perasaan jengkel.

Bersyukur karena apinya tidak terlalu besar dan belum sempat merembet ke mana-mana, pria itu jadi bisa memadamkannya dengan mudah.

"Nyonya, bagaimana perasaan anda?"

Karena tatapan matanya tertuju padaku, kakinya pun kembali melangkah untuk mendekatiku, sepertinya aku yang ia jadikan sebagai lawan bicara.

Karena aku tidak mengenalnya, dan tidak mengerti apa alasan ia memanggilku sebagai 'Nyonya', aku membalas tatapannya dengan kening berkerut samar.

"Apa yang anda rasakan? Apakah ada—"

Brak!

"ISTRIKU!"

Suddenly Have A Child and Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang