Karena Elani memberitahuku kalau Aiden terus menangis dan menolak ketika tabib hendak menggantikan perbannya, aku pun buru-buru datang ke kamar anak itu.
Dan, ya.
Setelah kemunculan diriku, secara ajaib tangisnya langsung sirna.
Pria mungil itu juga mendadak menjadi penurut dan tidak lagi menolak untuk digantikan perbannya.
Setelahnya, kami makan malam bersama dengan obrolan menyenangkan di kamar tidur anak itu.
Lalu, aku membacakannya sebuah buku dongeng yang bercerita tentang seorang kesatria yang bertarung melawan seekor naga untuknya.
Kemudian ...
Sekarang, Aiden sudah tertidur.
Aku, yang masih duduk dengan punggung bersandar pada kepala ranjang, menatap lekat wajah damainya yang sudah terlelap pulas.
Tanganku terus mengusap kepalanya dengan lembut, dengan seulas senyum tipis tersungging di bibirku.
'Manis sekali ... Putraku ...'
Tiba-tiba terdengar suara decit pintu yang dibuka secara perlahan dan berhati-hati.
Aku sontak menghentikan gerakan tanganku dan menoleh ke sumber suara.
"Sayang? Kau di sini?" ujar si pelaku pembuka pintu.
"Oh? Ya ... Mikael," kataku, agak canggung.
Dari kalimatnya, aku jadi tahu kalau tujuan kedatangan Mikael adalah untuk menemui Aiden, bukan aku—ia saja tidak tahu kalau aku ada di ruangan ini.
"Seandainya saja anda datang sepuluh menit lebih cepat ..."
Mikael yang telah tiba di samping ranjang menatapku dengan kening berkerut samar-samar.
"Kenapa memangnya?" sahutnya.
"Anda jadi tidak bisa berbicara dengan Aiden karena dia sudah tertidur nyenyak sekarang. Padahal anda sudah repot-repot datang—"
"Siapa yang repot? Tidak kok," sanggah Mikael cepat. "Yah, aku memang ingin melihat Aiden sih ... Tapi, tujuan utamaku adalah untuk tidur," timpalnya.
Karena jawaban yang tidak terduga, aku mengerjapkan mataku, menatapnya dengan kebingungan yang polos.
"Tidur? Di sini?" tanyaku.
Mikael mengangguk. "Iya."
"Kenapa?"
"Hmm ..."
Mikael berdehem panjang seraya berpikir sejenak, sepertinya sedang merangkai kata.
Pada saat yang sama, kakinya kembali melangkah. Pria itu bergerak menuju bagian kasur yang kosong, kemudian naik dengan santai.
'Lho ...?'
Sekarang, di atas kasur, terdapat Mikael yang sudah berbaring nyaman di sebelah kiri, Aiden yang sudah terlelap di bagian tengah, dan aku yang duduk dengan tubuh kaku di sebelah kanan.
Aku diam termangu—bingung. Pasalnya ...
'Hei, kenapa pria ini langsung naik ke atas kasur begitu saja? Setidaknya katakan sesuatu dulu agar aku pergi dulu!'
Sesaat setelah aku mencak-mencak di dalam hati, Mikael akhirnya kembali buka suara. Ia memberikan jawaban atas pertanyaanku sebelumnya.
"Sebenarnya, sejak Aiden lahir, aku selalu tidur di sini—kecuali saat aku tidak berada di manor. Alasannya? Karena aku tidak tega.
"Karena kau sempat koma, Aiden jadi terlambat memperoleh perhatian darimu, ibunya.
"Kalau bicara jujur, aku sedih akan hal itu, juga sangat merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Have A Child and Husband [END]
Historical FictionSetelah siuman pasca tenggelam, Katarina dikejutkan oleh fakta bahwa ia telah bersuami dan memiliki seorang anak laki-laki berusia empat tahun. Yang menjadi masalah adalah ... Katarina tidak ingat! Kapan dirinya menikah? Kapan dirinya melahirkan ana...