7. Misi

23 5 0
                                    

Happy reading...

****

Setelah beberapa waktu sejak hubungannya dan Ardan kandas, Zia selalu terlihat murung, tak bersemangat, dan kurang memerhatikan dirinya sendiri. Seolah-olah separuh kehidupannya ikut pergi meninggalkannnya bersamaaan dengan lelaki itu.

Namun kali ini berbeda. Sejak Zia melangkahkan kaki ke dalam kelas, Fiona sudah merasakan aura yang lain dari biasanya. Zia hari ini tampil fresh, hijabnya rapih sekali, kembali rajin disertrika seperti sedia kala. Wajah cantiknya berpoles make-up tipis, lengan panjang bajunya yang dilipat seperempat menampilkan gelang manik dan jam tangan merah muda favoritnya. Senyum manis terus terukir di bibir, gadis itu nampak anggun berjalan penuh percaya diri. Cowok-cowok yang berpapasan dengannya tak ada yang mampu menahan diri untuk sekedar menyapa atau memujinya. Zia terlihat semakin bangga.

Sesampainya di hadapan Fiona, Zia langsung duduk, sedang manik mata Fiona tak lepas menatap gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kenapa lihatin gue kayak gitu?" tanya Zia.

"Welcome back Diva Kanzia Larasati yang gue kenal! Bukan Kanzia Mak Lampir kayak kemarin," jawab Fiona bersemangat.

Bibir Zia mencebik saat disebut seperti Mak Lampir. Fiona terkekeh. "Gue seneng lihat lo kayak gini. Udah berhasil move-on kan berarti?"

Wajah ceria Zia meluntur saat pertanyaan itu terlontar. Tatapannya berubah sayu, lalu menggeleng lemah. "Gak tau, gue rasa belum."

Fiona menatap iba pada gadis itu.

Setelah beberapa saat, wajah Zia berubah serius. "Tapi gue mau ikutin apa kata lo," ujarnya tegas.

Kedua alis Fiona meninggi, dia tak mengerti maksud Zia.

"Gue mau balas dendam dan bikin Ardan menyesal udah nyia-nyiain gue. Itu satu-satunya sumber semangat gue sekarang, tujuan hidup gue," tutur Zia dengan kobaran semangat, telapak tangannya mengepal menggebrak meja tidak terlalu keras, namun cukup menekan.

Fiona memerhatikan Zia dengan serius selama beberapa saat, sebelum tersenyum dengan helaan napas ringan.

"Bener-bener si Ardan. Ngebahagiain dia bisa bikin lo semangat, sekarang, mau nyakitin dia juga bikin lo semangat," ujarnya.

"Iya lagi," ujar Zia mengakui. "Dia memang penyemangat gue di segala situasi. Cinta banget padahal gue sama dia."

Zia mengipas-ngipasi matanya dengan kedua telapak tangan. "Duh mau nangis lagi kan gue," keluhnya menahan matanya yang berkaca-kaca. "Lo harus bantuin gue, ya. Walaupun agak gak tega, tapi gue harus berhasil bikin dia menderita dan merana."

Fiona menepuk pundak Zia. "Iya, gue pasti bantuin. Udah, jangan nangis."

Zia mengangguk dan tersenyum. "Kita mulai dari mana?" tanyanya.

Senyum licik terukir di bibir Fiona, ribuan ide bermunculan. Bagaimana pun caranya, yang Fiona inginkan hanyalah Zia berhenti ketergantungan dengan cowok itu. Meski awalnya harus melakukan cara konyol seperti ini, Fiona yakin pasti suatu hari nanti bisa menyadarkan Zia kalau dia tidak perlu cowok-cowok murahan itu sebagai sumber kebahagiaan. Fiona ingin Zia sadar, kalau sahabatnya, jauh lebih tulus daripada semua cowok itu.

****

Zia bersemangat sekali mengatur strategi bersama Fiona. Seolah waktu sedang bersahabat dengannya, Bu Nindy tak kunjung masuk kelas juga hingga sekarang. Padahal seharusnya jam pelajaran pertama sudah dimulai. Zia dan Fiona jadi semakin asyik bercerita.

"Tapi masa gue gak boleh punya pacar lagi? Bukannya kalo gue punya pacar, dia bakal cemburu juga?" protes Zia.

"Ih jangan. Emang lo yakin bakal bisa mencintai pacar baru lo semudah itu? Balas dendam boleh, tapi jadi jahat ke orang yang gak bersalah jangan. Kasihan cowok baru lo entar cuma dijadiin pelampiasan," jelas Fiona.

Jangan Jatuh Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang