Hal yang pertama kali Adara lihat ketika membuka pintu adalah wajah lelah Aksa yang memandangnya dengan tatapan yang tak bisa Adara artikan. Lelaki itu masih memakai baju yang sama ketika di pesta ulang tahun Luna, lengan kemeja warna abu itu digulung sampai sikut serta sudah terlihat kusut tidak lagi dimasukan ke dalam celana bahannya, kancing di bagian kerah sudah terbuka dua hingga menampilkan kaus warna putih yang menjadi dalamannya. Rambut Aksa juga sama berantakannya, mata yang biasanya terlihat jenaka itu kini berpendar sayu.
Lalu tanpa aba-aba, tubuh Adara terhuyung menabrak dada lelaki itu karena saat ini Aksa tengah mendekapnya hingga Adara bisa mendengar detak jantungnya yang bertalu cukup cepat.
Adara masih mencerna situasi yang terjadi, matanya bergulir kesana kemari namun tubuhnya bagaikan patung yang berdiam diri, bisa Adara rasakan kedua lengan kokoh milik Aksa memeluknya erat, dagu lelaki itu menempel tepat di ubun-ubunnya, lalu entah untuk alasan apa, lutut Adara kehilangan tenaga, kakinya terasa lemas tatkala satu tangan Aksa mulai terangkat mengelus belakang kepalanya secara perlahan.
"Maaf." bisik lelaki itu parau. "Maaf gue kurang gesit buat nolongin lo tadi." sambungnya yang bisa Adara rasakan ada nada menyesal di akhir kata.
Adara belum menjawab, ia masih kebingungan, ia tidak mengerti mengapa Aksa datang menemuinya selarut ini lalu secara mengejutkan memeluk serta meminta maaf kepadanya.
"Kaki lo." kembali Aksa berbicara, kini ia perlahan mengurai pelukannya. "Udah diobatin? Mana aja yang sakit? Luka bakarnya cuma di paha doang atau ada lagi? Gue obatin ya?"
Sungguh perlakuan Aksa sangat terasa aneh. Bulu kuduk Adara berdiri dibuatnya,
"Lo kesambet setan apaan sih, Sa?"Mengetahui kekhawatirannya dibalas dengan pertanyaan konyol itu, sontak saja membuat Aksa gatal kepala hingga rasanya ingin menjambak rambut sendiri. Si lelaki juga tanpa permisi, langsung menyelinap masuk ke dalam rumah dengan menarik tangan Adara yang masih berdiri di daun pintu.
"Duduk." titah Aksa sembari menekan kedua bahu perempuan itu agar ia mendarat di sofa.
"Pergi sono!" ujar Adara saat setelah sadar dari kebingungannya. "Ngapain sih malem-malem ke sini, Sa? Gue pengen istirahat."
Aksa diam. Lelaki itu membuka bungkusan kresek dan mengambil salep yang tadi ia beli, namun tindakannya yang akan mengoleskan obat ke luka Adara urung seketika setelah baru menyadari gadis itu memakai celana tidur yang panjang.
"Ganti." lagi-lagi dengan nada memerintah, Aksa menyuruh Adara untuk mengganti celananya agar ia bisa leluasa mengobati dan melihat seberapa parah luka bakar di paha perempuan itu.
"Pulang nggak lo Aksa?!"
"Ganti celananya sama yang lebih pendek."
"Enggak!" tolak Adara keras kepala. "Udah gue obatin, udah dikasih perban juga lukanya."
Setelah ia memberi tahu kalau dirinya tidak lagi membutuhkan pengobatan, Adara kira Aksa akan mengerti, malah lelaki itu sekonyong-konyong memangkunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa-Dara [SELESAI]
Teen Fiction"Sialan Dara?!" "Si bangsat Aksa?!" Setelah kedua manusia itu saling melempar umpatan, lalu hening sekejap seolah semesta bercanda mempertemukan mereka dalam kondisi seperti ini. "Sejak kapan lo ngelonte?" "Brisik! Ternyata lo suka booking cewek?!" ...