32. Permintaan

22.1K 717 39
                                    

Ini begimana ceritanya udah part 32 aja wkwk terlalu bertele-tele nggak sih?😭

Happy reading dan jangan lupa tekan votenya❤️❤️

****

"Sebelumnya saya masih terkejut saat pak Gautama meminta untuk membatalkan pertunanganmu dengan Luna," Winona menarik napas. "Untungnya itu tidak mempengaruhi pekerjaan ayah kamu."

"Tapi, untuk kali ini sepertinya kamu terlalu berlebihan, Aksa. Kamu sangat menguji kesabaran saya." Winona menyodorkan kertas tagihan ke atas meja.
"Bisa jelaskan kenapa kamu sampai berani menggadaikan rumah saya? Bahkan 900 juta pun masih terlalu murah untuk rumah ini."

Aksa menunduk melihat secarik kertas itu, ia duduk dengan kedua sikut tangan bertumpu pada lutut kakinya yang terbuka lebar, anak lelaki itu menelan ludah gugup, tak berani menatap Winona.

"Lalu siapa perempuan tadi? Apa kamu menyelingkuhi Luna dengan perempuan itu?"

"Enggak."

"Lalu?"

"...."

"Aksa saya tanya sekali lagi, kenapa kamu nekat menggadaikan rumah saya?"

"Maaf."

"Sebenarnya kamu pakai untuk apa uangnya? Kamu bermain judi? Membeli narkoba? Atau apa?" Winona memijit kening, geram sedari tadi anak di hadapannya itu tak memberi jawaban yang mampu menenangkan dirinya.

"Enggak. Saya nggak main judi apalagi narkoba." jawab Aksa akhirnya. "Saya pakai untuk bantu melunasi hutang pacar saya."

"Memangnya itu kewajiban kamu?"

Aksa menggelengkan kepala. "Bukan. Saya cuma mau bantu."

"Kamu membantu orang lain tapi malah jadi merepotkan saya."

Aksa tak mau repot-repot membantah, karena memang betul dirinya sudah menyusahkan Winona.

"Saya tidak bisa membiarkan kamu bertingkah seenak jidat terus menerus, Aksa. Selama ini kamu terlalu saya manja." Winona bersedekap, lalu menyandarkan punggung pada sandaran sofa, netranya bergulir menyorot Aksa dari ujung kaki hingga kepala.
"Setelah berulah sampai-sampai membuat kepala saya sakit, untuk kali ini tolong turuti perintah dan kemauan saya sebagai ganti rugi untuk uang yang kamu buang-buang."

Karena selama ini Winona sangat baik hati dan tidak pernah menuntut hal apa pun kepadanya, Aksa rasa jika Winona ingin membunuh atau melukainya pun Aksa akan diam dan menerima, apalagi hanya sekadar perintah, Aksa  akan dengan senang hati menuruti, itung-itung meminta maaf dari ketidak tau diriannya.

"Pergi lah kuliah di Universitas Imperial, London."

Untuk pertama kali Aksa berani mengangkat wajah, menatap mata Winona barangkali wanita itu bercanda?

"Tahapan pendaftaran setengahnya sudah saya atur, tinggal ikuti tes penerimaan dan seleksi wawancara."

"Belajar manajemen bisnis dengan baik dan jangan bertingkah lagi, kepinggirkan dulu masalah perempuan, karena jujur saja Aksa, meski kamu bukan anak kandung saya, saya ingin kamu hidup layak dan berpendidikan yang tinggi."

Aksa masih tertegun, ia tak banyak bicara, matanya mulai terlihat kosong, bahunya merosot layaknya dibebani oleh puluhan batu tak kasat mata.

Ganti rugi macam apa ini?

Alih-alih mengusir dan membuatnya menjadi gelandangan, Winona malah memberi jalan mulus untuk kehidupannya.

"Bagaimana Aksa? Saya tidak menerima bantahan, tolong turuti saja titah dari orang yang sudah memberi hal yang layak untuk kamu." ujar Winona setelah merasa di hadapannya Aksa tak bersuara.

Aksa-Dara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang