24. Puncak Utama

26.6K 840 57
                                    

Part kemarin aku ada kesalahan nulis, saat di narasi Adara udah ketemu Aksa di hari pertama masuk rumah sakit, itu harusnya di hari ketiga ya mohon maaf ngaco soalnya aku nulis tanpa outline, tapi tenang aja udah aku revisi kemarin hehe✌️

Dan untuk chapter ini semoga kalian suka, happy reading dan jangan lupa tekan bintangnya sebelum membaca yaa;)

Setelah membaca part 24 kalian bisa langsung ke part 25 yaaa soalnya hari ini aku double update💋

****

Kipas berbentuk kepala doraemon berukuran kecil itu mengembuskan angin yang tak seberapa namun cukup membuat rambut Luna yang tergerai sedikit tersibak-sibak. Sepanjang perjalanan, perempuan itu tak henti-hentinya menunjukan rasa tak nyaman yang diakibatkan oleh seseorang yang kini duduk bersisian dengan dirinya di kursi belakang.

"Aduhhh! Gerah banget sih!" gerutunya, bibir tebal yang dihiasi lipstik berwarna pink nude itu sedikit mengerucut pertanda bahwa suasana hati Luna benar-benar kacau.
"Kenapa sih elo harus ikut, Dar? Kan baru aja sembuh. Harusnya lo istirahat." ujarnya tiba-tiba.

Adara yang sedari tadi berdiam diri di samping perempuan itu menunjukan gestur canggung, "Sori—" jawab Adara tak enak hati. "Kalau elo ngerasa kesempitan di sini, gue pindah aja ke mobil Ghani sama Jero."

Nares yang tengah menyetir mobil berdecak lalu matanya mengintip ke atas spion. "Nggak usah minta maaf, Dar." ada jeda, lalu Nares melanjutkan ucapannya yang ia tujukan untuk Luna. "Elu kalau nggak berhenti ngadat yaudah nih bawa mobil, berdua doang sama Aksa."

Di sebelah Nares, Aksa mengangguk setuju. "Kamu kan yang tadi minta satu mobil sama mereka berdua, terus kenapa dari awal berangkat mukanya ditekuk gitu?"

Iya sih! Luna akui dirinya yang meminta satu mobil dengan Nares dan Adara. Bukan tanpa alasan ia meminta hal itu, Luna hanya takut jika tadi ia menyetujui untuk berangkat ke villa hanya berdua dengan Aksa, lalu Nares dengan Adara juga Ghani dan Jero, mereka akan mempunyai momen seru atau bahkan romantisan berdua di kursi belakang dengan Ghani yang menyetirnya. Ah! Luna tidak bisa membayangkan itu semua! Jadilah ia di sini rela berdempet-dempetan dengan Adara.

Lagi pula, kata Aksa waktu itu dia bilang yang membawa cewek lain untuk ikut liburan itu Ghani, tapi kenapa sekarang malah Nares yang membawa Adara?

Sialan betul! batin Luna terasa dongkol.

"Kapan sampainya sih?"

"Masih lama, 20 kilo meter lagi." Aksa yang menjawab.
"Tidur aja. Nanti aku bangunin."

Mendengarnya Luna memutar bola mata seraya mengembuskan napas kasar, gadis yang memakai bando warna hitam itu menyandarkan kepala pada sandaran jok, tubuhnya sedikit terguncang-guncang oleh sebab jalanan menuju villa yang sedikit berlubang. Ia lalu berdecak jengkel urung menutup mata saat tas jinjing berukuran cukup besar berisi baju-baju serta kebutuhan Luna yang lain sedari tadi berada di pangkuannya terasa berat dan mengusik kenyamanannya.

"Gue nitip ini ya, Dar." pinta Luna tanpa permisi langsung menaruh tas bawaannya itu di pangkuan Adara, padahal Luna bisa melihat sendiri jika Adara pun sama riwehnya memegang barang-barang miliknya.
"Pegangin yang bener ya, ada makeup gue takut pada pecah, mahal loh itu." katanya dan kembali memejakan mata dengan tenang bersandar lagi pada sandaran kursi.

"Iya." Adara menghela napas.

Ada kalanya Luna sangat pengertian dan menjadi teman yang selalu ada untuknya, hingga sudah menjadi kewajiban Adara untuk membalas budi semua kebaikan Luna.
Tapi, di beberapa waktu terkadang sikap Luna terasa semena-mena dan seenaknya sendiri, dengan begitu Adara harus pandai menjadi seorang teman yang mengerti segala perubahan emosional Luna dan menyingkirkan perasaan tak nyaman yang mengganjal di hatinya.

Aksa-Dara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang