18. Teman Paling Baik Hati

29.4K 795 35
                                    

Update lagiii^^

Tekan vote🌟 sebelum baca yukk;)

Happy reading....

***

"Hajar Git!"

"Masalah lo berdua sama gue apa anjing?!"

Dua lawan satu.

Kepala Adara mendongak sebab rambutnya tengah ditarik oleh Gita, sementara Zea tersenyum puas ketika melihat hidung mancung Adara mimisan, rambutnya sudah terlihat kusut semerawut akibat adu jambak, bibir gadis itu robek di sudut kiri hingga darah merembes mengaliri dagunya, pipinya lebam keunguan, pelipisnya terdapat luka bekas cakaran dari kuku Gita juga Zea.

Tak jauh berbeda, mereka pun sama mempunyai luka di wajah serta tangannya sebab Adara melawan tak mau berpasrah diri.

"Ambilin kayu di belakang lo, Ze!"

"Bangsat!" Adara berteriak memaki tatkala menyadari kini kedua manusia yang tiba-tiba menyeret dan menyiksanya di belakang sekolah itu mulai menggunakan benda keras untuk menghabisinya.

"Kita sebenernya nggak nantang lo, Dar." ujar Gita sembari menangkap satu balok kayu berukuran satu meter yang Zea lempar ke arahnya, ia masih menjambak rambut Adara agar si target tidak bergerak dari posisinya.
"Ini hanya bisnis, gue sama Zea cuma butuh duit."

Adara tidak mengerti maksud dari ucapan lawannya, di tengah-tengah otaknya yang sedang berpikir, Gita berhasil memukul lutut kanannya dengan balok kayu itu, Adara tak sempat menghindar maka ia berteriak kesakitan lalu tubuhnya terhuyung, punggungnya menabrak tumpukan bangku rusak yang sengaja disimpan di halaman belakang sekolah, ia merintih memegang lututnya yang terasa ngilu luar biasa.

Di detik berikutnya beruntung Adara bergerak menghindar, bergeser dengan refleks cepat saat Zea berlari ke arahnya untuk menendang namun tendangannya meleset dan hanya mengenai tumpukan rongsokan bangku itu yang kini sudah berantakan.

"Satu-satu!" teriak Adara, ia tidak ada bakat dalam berkelahi, sedangkan kedua manusia bernama Gita dan Zea itu adalah atlet bela diri, maka meski dirinya tak yakin akan bisa melawan mereka, Adara tetap meladeni dan meminta agar keduanya tak mengeroyok berbarengan.

Zea berdecih diikuti tawa meremehkan saat melihat Adara terbungkuk-bungkuk di hadapannya, ia lalu meludah dan berjalan mengitari rongsokan yang telah berantakan itu lalu memungut satu gagang yang terbuat dari besi entah bekas apa, namun sepertinya benda itu cukup keras dan mampu menyakiti siapa saja yang terkena hantamannya.

Adara pun menelan ludah susah payah sedikit panik, netranya bergulir mencari-cari barang apa saja yang bisa ia gunakan untuk menjadi alat pertahanannya, lalu sebelum Zea menerjang cepat ke arahnya, Adara lebih dulu memungut batu bata merah yang menumpuk di dekat kakinya, lalu dengan tenaga yang tersisa ia lempar batu bata itu hingga mengenai bahu Zea.

"Brengsek Dara!" Zea menjerit kesakitan, belum juga dirinya membanting Adara dengan besi yang ada di genggamannya ternyata ia malah kecolongan dan kini Zea terjatuh ambruk sembari memegang bahunya yang terasa remuk.

Sementara itu, napas Adara memburu, keringat bercucuran di dahinya, mata belonya membelalak sebelum akhirnya ia kembali memungut batu bata lagi dan akan menghajar Zea kembali, namun tindakannya tertahan karena tiba-tiba saja dari arah kiri Gita berlari dan membantingkan kayu tepat di tengkuk Adara hingga kini ia tak bisa lagi berdiri kokoh dan ikut jatuh ambruk ke tanah menyusul Zea.

"Mampus anjing!" maki Gita saat itu juga.
"Pegangin tangannya Ze!" titah Gita dan tentu dengan senang hati Zea menuruti.

Adara sudah kehabisan tenaga dan upaya, tengkuk yang dibanting tetapi sakitnya terasa sampai di kepala bagian belakang, matanya mulai berkunang-kunang saat Zea menghampiri dan memaksanya untuk kembali berdiri, kedua tangan Adara telah Zea kunci dengan cara diikat oleh tali tambang yang entah didapat dari mana, meski tubuh Adara sudah terlihat sempoyongan, Zea masih memaksa agar si target tidak terjatuh dengan cara ia yang menahan bobot tubuh Adara.

Sementara Gita di tempatnya mengetuk-ketuk ke tanah kayu balok itu lebih dulu, lalu tanpa tedeng aling-aling lutut Adara kembali menjadi sasaran empuk dan Gita menghajarnya tepat di sana.
Luka bakar di paha yang kemarin saja belum pulih dan kini Adara harus kembali menahan sakit di tungkai kanannya.

Satu kali, Adara berteriak kesakitan dan Gita tertawa kesenangan.

Dua kali, Adara meraung meminta ampun saat Gita masih terus menghantamkan kayu ke kakinya.

Tiga kali, Adara histeris dan ia menangis ketika lututnya mulai terluka parah dan menyemburkan cairan berwarna merah akibat kayu yang terdapat beberapa paku berkarat menempel di sekitarnya.

Ke empat kali, Zea sudah tidak lagi menahan Adara agar tetap berdiri hingga akhirnya si target bully limpung tumbang karena Adara tak ada lagi kekuatan untuk menopang diri sendiri, ia terkapar di tanah dengan keadaan seragam yang penuh darah dan wajah cantiknya yang babak belur.

Gita dan Zea tertawa.

Adara kesakitan, setelah dirinya tak bisa lagi melawan, ia pikir Gita dan Zea akan berhenti dengan kegilaannya itu.

Tapi sial!

Sepertinya mereka berdua masih belum puas menganiayanya karena saat ini setelah Adara sudah tak berdaya, mereka malah berlanjut menendang tubuhnya secara membabi buta.

"Koit lo Dara!" beberapa tendangan Zea beri tepat di lengan, sisi bahu, serta telinga Adara.

"Mampus!" Gita tak mau kalah, dia juga seolah gelap mata dan kesetanan menginjak perut serta dada Adara hingga gadis yang meringkuk di bawahnya itu terbatuk-batuk hampir kehabisan napas.

Adara pikir ini adalah ajalnya, ia sudah membaca syahadat di dalam hati karena mungkin sebentar lagi ia akan mati di sini.

Adara pikir ini adalah ajalnya, ia sudah membaca syahadat di dalam hati karena mungkin sebentar lagi ia akan mati di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


****

Namun rupanya, Tuhan belum berkehendak mengambil nyawa Adara, karena ketika ia membuka mata dari ketidak sadarannya, langit-langit berwarna putih terlihat serta bau rumah sakit terendus oleh indra penciumannya.

Jadi ia belum mati?

"Dara? Lo nggak pa-pa?"

Sayup-sayup Adara mendengar tanya bernada khawatir itu, netranya berusaha terbuka lebar dan mencari dari mana asal suaranya dan wajah Luna yang pertama Adara lihat ketika ia benar-benar sudah tersadar.

Ah si malaikat penyelamat...

Pasti dia yang menolongnya dari kemalangan tadi.

Sahabatnya...

Teman paling baik hati yang pernah Adara temui.

Luna...

Adara harus berterimakasih atas kebaikan yang lagi-lagi temannya itu beri.

****

Iya Dara, selamanya lo harus nganggap gue sebagai teman yang baik hati
–Luna–

Aksa-Dara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang