Nares berlari cepat menyusuri lorong rumah sakit, tadi tiba-tiba saja Luna menelefon ketika ia tengah berada di Modification Gallery —tempat ia nongkrong dan melakukan hobinya mengotak-atik motor.
Ia kira, Luna hanya bercanda soal Adara yang dilarikan ke rumah sakit, ternyata setelah Nares melihat satu foto yang di dalamnya terdapat seorang perempuan tengah berbaring dengan selang di hidung, jantung Nares berdebar dan ia kalut luar biasa.
Lelaki yang memakai kaus hitam serta celana pendek selutut itu terengah-engah ketika sampai di dalam ruangan yang menjadi tempat Adara dirawat, Nares menutup pintu pelan-pelan karena setelah ia berada di bangsal ternyata Adara tengah tertidur dengan Luna yang duduk di kursi tunggu dekat ranjang pasien."Kamu datang?"
"Kenapa Dara?" tanya Nares ketika sudah berdiri di hadapan Luna.
Gadis itu menjawab setengaah berbisik dan mencondongkan tubuh ke hadapan Nares seakan takut jika Adara terbangun dan mendengar perkataannya,
"Dia dipukuli." Luna terkikik pelan, tatapan matanya seolah berkata 'Aku bisa melakukkan hal yang lebih gila daripada ini'
Melihat gelagat Luna tentu saja membuat dada Nares bergejolak marah, mata sipitnya membelalak, rahangnya mengetat dan Nares mencengkram pergelangan tangan perempuan itu.
Sumpah demi apa pun saat ini Nares ingin berkata kasar dan berteriak memaki Luna, namun ia sadar bukan di sini tempatnya ia melampiaskan emosi itu. Maka dengan kesadaran penuh, Nares menggusur Luna agar keluar lebih dulu dari ruangan rawat, ia membawa gadis itu menuju lantai bawah rumah sakit dan mencari tempat yang sepi agar ia bisa leluasa bertanya sebenarnya apa yang terjadi.
"Lo apain dia brengsek?!" sentaknya sembari menyentak cengkramannya kasar.Luna tak terlihat gentar, ia malah mencebikan bibir, mengangkat bahu. "Aku nggak ngapa-ngapain."
si perempuan tersenyum lalu mendekat satu langkah mendekati Nares, tangan lentiknya meraih kerah kaus lawan bicaranya dan menepuk-nepuk di sana seolah ada debu yang harus dibersihkan di baju lelaki itu,
"Uangku yang melakukan itu. Aku tidak perlu repot-repot mengotori tanganku.""Oh jadi lo bayar orang lagi buat nyelakain Dara?" alis Nares berkerut, "Gue udah peringati lo buat nggak macem-macem lagi sama Dara, apa lo lupa Lun?"
Luna menyeringai kecil, "Dan apa aku peduli sama ancaman kamu?"
Nares terdiam, ia baru menyadari jika Luna bisa seberani itu bertindak kriminal.
"Aku hampir aja lupa," ujar Luna selanjutnya. "Orang tua kamu masih bekerja di ketek Ayahku." lalu menyeringai dengan tatapan tajam seakan perempuan itu telah menemukan kelemahan si lawan bicara.
"Mana mungkin anak kacung ayahku, mengancam aku si anak atasan?""Nggak usah bawa-bawa orang tua kita!"
"Terserah aku dong?"
"Elu lama-lama kurang ajar, Lun."
"Kamu baru tau?"
Nares membuang muka, rasanya lebih baik ia melihat tai kucing yang menumpuk di atas tanah daripada melihat betapa menyebalkannya wajah perempuan itu.
Ia sangat menyesal mengapa dulu malah menyetujui permintaan Luna untuk menjadi friend with benefit.
Kalau tahu ujungnya akan seperti ini, Nares tidak sudi."Stop ganggu Dara lagi." akhirnya Nares berkata lirih, berharap Luna akan mengerti.
"Gini deh," Luna memberi penawaran. "Aku akan berhenti ganggu dia kalau kamu juga berhenti menyukai Dara, gimana? Mau?"
Nares mengacak rambut kasar. "Lu tuh kenapa si Lun? Kenapa lo nggak ngebiarin gue jalan sama cewek yang gue taksir? Padahal lo sendiri berada di hubungan yang serius sama cowok lain." ia berhenti sekejap, menarik napas dan kembali mengeluarkan apa isi kepalanya.
"Dari awal kita hanya sebatas saling memberi kesenangan, Lun. Gue ingetin sekali lagi kalau lo lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa-Dara [SELESAI]
Fiksi Remaja"Sialan Dara?!" "Si bangsat Aksa?!" Setelah kedua manusia itu saling melempar umpatan, lalu hening sekejap seolah semesta bercanda mempertemukan mereka dalam kondisi seperti ini. "Sejak kapan lo ngelonte?" "Brisik! Ternyata lo suka booking cewek?!" ...