14. Pemain Handal

42.1K 1K 46
                                    

Kalau ada typo kasih tau yaa^^

Jangan lupa tekan bintang dulu sebelum baca❤️

Happy reading....

****

"Bakar bajunya. Kalau bisa sampe apinya kena ke kulit dia."

"Serius Lun?"

"Lo mau duit enggak?"

Gita bertubruk pandang dengan Zea, kedua manusia itu terkenal sebagai perempuan pembully andal, bahkan Luna sampai rela mengeluarkan sejumlah uang, membayar teman seangkatannya itu untuk mencelakai Adara.

"Oke." setuju Zea tanpa pikir panjang, begitupun Gita yang mengangguk menyetujui perminataan Luna untuk membakar baju Adara di malam ulang tahun Luna sekarang.

Entah dapat dari mana, Luna menyodorkan satu botol plastik kecil berisi cairan bensin ke hadapan Gita juga Zea, "Siram bajunya pake ini, setelah itu terserah gimanapun caranya lo harus lempar api sampe Dara teriak kepanasan."

Melihat senyum miring dari wajah yang terkenal dengan sebutan malaikat itu membuat Gita juga Zea sedikit geleng-geleng kepala, tapi tak ayal mereka melakukan semua perintah itu demi mendapatkan imbalannya.

Semuanya terlihat begitu natural seperti yang diinginkan Luna, malam itu di tengah-tengah pesta ulang tahun Luna yang digelar mewah, Adara tengah berdiri sendiri di dekat kolam renang menyaksikan bagaimana Luna sedang memotong kuenya, lalu Gita berjalan cepat dengan sengaja menubruk bahu Adara dan menumpahkan cairan bensin yang sudah ia tuangkan ke dalam gelas agar bensin itu terlihat seperti minuman yang tak sengaja tumpah ke rok si perempuan yang menjadi sasaran, tentu saja sembari memasang wajah pura-pura terkejut seolah kejadian itu tidak Gita sengaja.

"Aduh!" Adara menunduk menepis-nepis gaunya agar cairan yang tumpah di bajunya tidak merembes lebih lebar.

"Sori, sori... gue nggak sengaja." dan dengan penuh perhitungan di belakangnya, Zea melempar lilin menyala yang telah ia ambil dari meja tempat hidangan, lemparan lilin itu tepat sasaran mengenai gaun selutut yang Adara pakai dan api berkobar tak bisa terelakkan.

Pesta mulah terasa kacau saat Adara berteriak, berusaha meredam api yang kian melalap pakaiannya.

Seluruh tamu undangan dari angkatan kelas 10 sampai 12 yang ikut menghadiri acara ikut berteriak panik.
"Tolongin woi... tolongin!"
"Air! Air! Bawa air!"

Sampai Luna terbirit-birit menghampiri Adara, ia berlagak bagaikan ibu peri yang menolong seorang teman dalam masa kesulitan, tetapi ternyata Luna teraplah Luna, si gadis dengan otak licik itu bukannya melakukan hal sederhana seperti mengguyur baju Adara dengan air, ia malah menyeburkan Adara langsung ke dasar kolam renang tanpa aba-aba. Padahal jelas ia tahu jika Adara tidak bisa berenang apalagi kolam itu mempunyai kedalaman 4 meter.

Suasana kian riuh dan kacau, Luna ikut histeris seakan-akan kejadian yang ia lakukan beberapa detik yang lalu adalah sebuah refleks yang tidak disengaja.

"Astaga... tolongin... tolongin!!"
"Kasian itu dia nggak bisa renang!"

Meski banyak sekali gema teriakan yang menyuruh untuk menarik Adara dari kolam renang, nyatanya belum ada satupun orang yang membantu perempuan itu.
Aksara yang sedari tadi diam mencerna situasi yang begitu cepat terjadi seakan baru tersadar setelah melihat tangan Adara tidak lagi terlihat di atas air dan mulai tenggelam ke dasar kolam.
Sedikit lagi Aksa akan berlari dan melompat ke dalam kolam renang namun urung saat seseorang lebih dulu menceburkan diri ke sana dan menarik Adara ke tepian.

Ah rupanya Nares.

Keadaan semakin menegangkan tatkala Nares membaringkan Adara di sisi kolam, perempuan itu tak sadarkan diri. Seluruh orang di sana mulai mengerumuni dan Aksa pun ikut khawatir maka ia cepat-cepat menghampiri, namun ketika ia mulai menerobos kerumunan itu, Nares tengah memberi napas buatan untuk Adara.
Melihatnya, jantung Aksara terasa kosong. Ia menyingkirkan perasaan cemburu itu sedikit karena saat ini Aksa lebih khawatir dengan keadaan Adara, gadis itu terlihat pucat, di pahanya terdapat luka bakar yang menganga, roknya terlihat robek kehitaman bekas api yang membakarnya. Adara juga masih belum tersadar meski Nares telah memberi pertolongan pun.

"Dara? Dar bangun, Dar!" teriak Nares panik.

Sampai satu kali lagi Nares memberi napas buatan, barulah Adara tersadar, gadis itu terbatuk dengan semburan air yang keluar dari mulutnya.

Semua menghela napas lega termasuk Aksara. Syukurlah tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk. Di antara rasa lega yang Aksa rasakan, ia menoleh ke arah Luna yang masih berdiri di tempatnya, gadis itu tidak terlihat khawatir ataupun merasa bersalah, yang ada hanya tatapan kemarahan juga kedua tangan yang mengepal saat melihat Adara diselamatkan.

Ternyata hadiah yang dimaksud ucapan Luna adalah mencelakai Adara dan membuat tontonan seru bagi para tamu undangan.

Rupanya perasaan Luna terhadap Nares sangatlah berbahaya, Luna bisa saja melakukan hal yang lebih gila dari ini, Aksa tidak boleh kecolongan lagi, pasti setelah bantuan yang dilakukan Nares terhadap Adara barusan, Luna tidak akan tinggal diam.

Luna benar-benar tidak bisa dibiarkan, Aksa sedikit menyesal menyebut Luna sebagai gadis yang lugu dan menye-menye, nyatanya perempuan itu adalah sosok antagonis yang bersembunyi di balik wajah manis.

***

"Aku pulang langsung."

"Temenin aku dulu, please?" Aksa memandang jengah saat Luna menangkup tangan memohon agar Aksa tidak langsung pergi setelah mengantarnya pulang ke rumah tepat di jam 12 malam.

"Nggak enak Lun, udah malem." Aksa lagi-lagi basa-basi, jujur ia ingin segera pergi dari hadapan Luna dan segera melajukan mobilnya secepat kilat ke rumah Adara untuk memastikan keadaan gadis itu setelah beberapa jam lalu pulang dengan Nares.

"Nggak ada siapa-siapa di sini." cegah Luna saat Aksa akan berbalik meninggalkannya di teras rumah.
"Kamu nggak mau minum dulu? Udaranya dingin, aku bikinin teh anget ya?"

Saat itu Aksa tak bisa lagi menolak ketika Luna secara lancang menarik pergelangan tangannya memasuki rumah megah yang terlihat gelap itu karena lampu belum dinyalakan.
Barangkali hanya orang polos yang tidak tahu maksud minum teh hangat yang dimaksud Luna. Jelas Aksa tahu itu hanyalah sebuah alasan, karena sekarang ketika pintu utama baru saja Luna tutup, gadis itu segera mendorong Aksa agar si lelaki bersandar pada pintu berukuran besar itu, selanjutnya yang Luna lakukkan adalah mengalungkan kedua lengannya ke leher Aksa, sedetik berikutnya perempuan yang rambutnya sedikit ikal itu mencium Aksa tepat di bibirnya.

Beberapa detik Aksa terdiam, netranya masih terbuka ketika Luna mencecap bibirnya dengan sedikit dorongan lidah yang memaksa Aksa untuk ikut meraponsnya.
Dibukanya sedikit celah agar Luna bisa leluasa bermain dengan bibir miliknya, Di sela-sela cumbuan itu, Aksa tersenyum miring, baru menyadari ternyata Luna memang sebrengsek itu.

Luna cemburu dengan apa yang dilakukan Nares saat di acara ulang tahunnya, lalu untuk meredam rasa marah serta sakitnya itu, Luna menjadikan dirinya sebagai pelampiasan. Begitu bukan?

Sialan!

Wanita ini benar-benar pemain handal.

Aksa merasa dirinya adalah orang paling idiot karena baru sadar ternyata selama ini, dia berusaha berkomitmen pada perempuan tidak setia. Selama ini, meskipun Aksa tidak menyukai Luna, dirinya sebisa mungkin untuk tidak bermain api dengan perempuan lain.
Maka setelah ia tahu bahwa Luna bermain curang di belakangnya, harga diri serta egonya terluka, selama itu ia berusaha bersikap baik dan setia meski terpaksa, tapi Luna malah menyelingkuhinya dengan Nares —sepupunya.
Jelas wanita itu tidak menghargai usahanya yang mati-matian menerima perjodohan paksa itu.

Sudah cukup, Aksa menggigit bibir bawah Luna saat merasa tangan gadis itu mulai merayap membuka ikat pinggangnya, Ia menatap Luna dengan napas memburu lalu menggelengkan kepala pelan memberi peringatan bahwa ia tidak ingin bermain lebih jauh.

"Good night, Lun. I'll go home first okay?"

****

Nyatanya Aksa tidak pulang ke rumah, tepat di jam satu malam, lelaki itu berdiri di depan pintu rumah Adara dengan menenteng kresek kecil berisi salep luka bakar yang tadi ia beli di apotek 24 jam.

*****

Aksa-Dara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang