7. Prahara Aksa dan Adara

44.7K 1.6K 38
                                    

Pandang mata dengan sorot kagum terpencar dari beberapa murid di setiap koridor sekolah, bisik-bisik terdengar saat sepasang kekasih yang sangat serasi itu berjalan menyusuri lorong kelas dengan tangan bertautan satu sama lain. Tidak ada yang berani mengomentari hal negatif tentang hubungan Aksara si cowok yang terkenal tampan dan berbakat dari ekskul ice skating serta Luna si cantik jelita anggun bak bidadari anak dari pemilik gedung sekolah SMA Dharma Wangsa, semua siswa siswi begitu mendukung juga tak berani mengusik pasangan itu.

"Kamu tau nggak, Sa?"

Aksa menoleh sekejap, tetapi kakinya masih tetap melangkah menuju kelas IPA 3 untuk mengantar Luna sampai di kelasnya.

"Dara, dia kemarin cerita ke aku." lanjut Luna meski Aksa tak bertanya. "Katanya dia terlilit hutang."

Aksa menelan ludah satu kali. "Terus?"

Luna mengangkat bahu acuh. "Ya gitu deh, kasian dia udah jatuh miskin eh ayahnya nyusahin pula."

"Jaga ucapan kamu." tekan Aksa dengan intonasi suara yang pelan. Rahangnya mengeras entah untuk alasan apa, yang jelas Aksa tidak suka nada bicara Luna.

"Emang bener kok." Luna tersenyum, siapa saja jika melihat senyum itu pasti menebaknya adalah senyum yang manis bak malaikat tetapi Aksa bisa menangkap hal lain dari raut wajah Luna. "Kemarin Dara juga nanya-nanya soal kerja paruh waktu."

Kening Aksa semakin berkerut, mata tajamnya tetap lurus melihat ke depan namun telinganya mendengar penuh teliti apa yang akan diucapkan lagi oleh Luna.
"Kamu kasih dia kerjaan?"

"Iya."

"Kerja apa? Di resto punya ayah kamu?"

"Enggak." bantah Luna seraya terkekeh pelan.

"Terus?"

"Aku kasih saran biar dia kerja jadi pemandu karoke." setelah itu Luna menyemburkan tawa seolah apa yang diucapkannya itu begitu lucu, tetapi bagi Aksa tidak.

"Itu nggak lucu sama sekali, Lun." balas Aksa, wajahnya tampak dingin, matanya menyorot tajam. Dan Luna yang merasakan hal itu sedikit tertegun, kini keduanya telah sampai di daun pintu kelas IPA 3.

"Kamu kenapa sih?" Luna jelas tersinggung dengan perubahan ekpresi wajah Aksa, lelaki itu terlihat marah.

"Kamu betulan nyuruh Dara buat kerja jadi LC?"

"Ya enggak lah! Aku cuman bercanda!" balas Luna sedikit sewot. "Kamu bener, dia aku kasih kerjaan di resto Papa."

Aksa melengos, berpaling wajah kini mengedarkan pandangan ke penjuru koridor, lelaki itu tak mau membalas lagi, Aksa memilih untuk pergi namun tangan Luna menahannya.
"Kamu marah?" tanya Luna, dan Aksa hanya menatap pergelangan tangannya yang kini masih dicekal perempuan di hadapannya.

"For what?"

"Karena aku bercandanya keterlaluan?"

Aksa menghela napas sebentar, sejujurnya ia juga tidak tahu mengapa dadanya panas saat Luna membicarakan Adara. Mungkin karena ia tahu keadaan sulit yang sedang di alami Adara jadi tidak salah kan Aksa sedikit berempati pada perempuan itu?

Suara bel terdengar nyaring, Aksa berdehem lalu melepaskan genggaman Luna, anak lelaki itu tersenyum lalu tangannya terayun mengusap ubun-ubun Luna, setelahnya Aksa melenggang pergi tanpa sepatah kata pun.

****

Sementara suasana kelas IPS 3 saat jam istirahat.

"Kini ku sadar...." Ghani si ketua kelas yang tidak berwibawa memulai alunan lagu.

"Kop sekop-sekop-sekop." Aksa menyambung lagu, si primadona kelas yang terkenal dengan wajah dingin itu ternyata memiliki selera humor yang dangdut.

"Cintaku ini... Tak berarti untukmu." lanjut Jero si gagah atlit renang kebanggan SMA Dharma Wangsa, tangannya ikut memeriahkan lagu dengan menalu-nalu bangku mengikuti irama gitar yang Aksa petik.

"Kau buat luka isi hatikuuu..."

Ghani dan Jero melanjutkan nyanyiannya itu sementara Aksa kali ini bungkam tetapi tangannya masih memainkan senar gitar, netranya bergulir memperhatikan keadaan kelas, ia baru sadar ternyata Adara juga ada di bangkunya.
Perempuan itu terlihat menunduk, merebahkan kepala di atas meja, kedua lengannya memeluk perut terlihat tidak baik-baik saja.

Aksa menoleh ke arah Jero sebentar, lalu lelaki itu menyerahkan gitarnya.

"Ke kantin Sa?" tanya Jero saat Aksa bangkit berdiri dari bangku pojok kelas.

Aksa menggeleng, cowok itu kini berjalan menghampiri Adara. Ghani dan Jero yang melihat kemana arah Aksa berjalan keduanya refleks mengangkat bahu, sudah tahu dengan kebiasaan Aksa yang senang sekali mengusik ketenangan cewek galak di kelas mereka.

Mulanya, Aksa akan melempari Adara dengan gulungan kertas yang ia sobek dari buku yang ada di meja milik orang lain, tetapi biatnya urung saat sudah mendekat, ia melihat ponsel Adara yang tergeletak di atas meja menyala, sepertinya si pemilik tidak sadar karena Adara tengah memejamkan mata.
Dengan tidak sopannya, Aksa meraih benda elektronik milik Adara, ia membaca sebaris nama yang memanggil.

Bunda.

Sial! Aksa meremas ponsel itu, menggulirkan tanda merah agar teleponnya terputus. Perasaan Aksa sudah mewanti-wanti Berta agar tidak melibatkan Adara dengan banyak pria hidung belang, tetapi mengapa wanita tua itu menelepon Adara? Apa Adara juga melayani pria lain selain dirinya?

Membayangkan itu rahang Aksa mengeras.

"Aksa!"

Rupanya Adara sudah menyadari keberadaan Aksa yang tengah berdiri di samping dengan handphone miliknya di tangan cowok itu.

Adara berdiri meski harus menahan perutnya yang nyeri, perempuan itu berusaha menggapai ponsel miliknya. "Balikin HP gue!"

Aksa mengangkat benda pipih berwarna putih itu tinggi-tinggi agar Adara tak bisa merebutnya. Si anak lelaki masih berdiri kukuh meski Adara mendorong dorong dadanya demi menggapai benda yang Aksa tahan.

"Gue udah bilang jangan maen sama cowok lain selama kerja sama gue kan Dar?" bisik Aksa pelan, namun Adara tidak mengerti apa yang dimaksud lelaki itu.

"Siniin nggak HP-nya Aksa!!"

Prang!!!

Aksa melempar handphone-nya ke lantai hingga benda kotak itu hancur berantakan.

Jero dan Ghani yang menyaksikan itu melongo tak percaya, kali ini sepertinya Aksa sudah berlebihan mengusili Adara.

Dua orang murid perempuan yang duduk di meja paling depan pun sama terkejutnya saat melihat ponsel berceceran di depan kelas. Prahara antara Aksa dan Adara memang selalu menggegerkan kelas tetapi kali ini terasa berbeda, Ghani, Jero dan kedua murid perempuan di bangku depan merasakan akan ada peperangan bengis antara cowok dan cewek yang tak bisa akur itu.

Sepertinya lebih baik Adara marah berteriak lalu memukuli Aksa dibanding gadis itu berjalan tenang ke arah depan untuk mengambil pecahan-pecahan ponselnya, kini perasaan tegang nan horor melingkupi Ghani, Jero dan dua perempuan di bangku depan.

Napas Aksa naik turun guna menetralkan emosi yang entah mengapa datang begitu saja. Tangannya bergetar baru menyadari mengapa ia bertindak gegabah seperti tadi, kini netranya menyaksikan sendiri bagaimana Adara pergi keluar dari kelas sembari memegang ponselnya yang telah Aksa hancurkan.

*****

Vote dan komentar yaaa biar ceritanya naik rank supaya nanti banyak yg baca juga😍

Aksa-Dara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang