Part 22

118 11 23
                                    

Kediaman Chivaaree, 27 Maret 2024

"Fokus banget ngeliatinnya", Fino mengomentari Januar yang terus memandanginya sejak tadi.

Cuaca pagi yang cerah, suara kicauan burung, sinar mentari pagi yang mengintip melalui celah-celah jendela, hembusan angin sejuk dan seorang kekasih yang sedang membuatkan sarapan pagi. Sungguh sebuah pagi yang sempurna bagi Januar.

"Kalo setiap hari kaya gini, aku rela ngga sembuh-sembuh", celetuk Januar dan disambut sentilan pelan dari Fino.

"Sekali lagi ngomong kaya gitu, kembaliin aku ke orangtuaku"

"Ngga akan pernaaahhh.. Weeeeee..."

"Aku serius, Nu. Kamu jangan sekali-sekali ngomong kaya gitu. Emangnya kamu suka liat aku sedih? Oiya, aku lupa kamu kan koma kemarin, mana tau kalo aku sedih atau nangis............... Kok malah senyum sih?? Kamu beneran suka kalo aku sedih??"

"Kenapa kamu sedih sayang?"

"Ya terus aku harus jingkrak-jingkrak gitu?"

"Kamu beneran sedih kalo aku ngga bangun?"

"Kamu pikir aja sendiri! Mau pake acar atau ngga??", tanya Fino dengan galak.

"Nggaaaaa.. Jangan dikasih acaaarrr", Januar bangun dari duduknya dengan perlahan, kemudian melangkah memutari meja dan mendekati kekasihnya yang sibuk dengan roti isinya.

"Oke! Acarnya yang banyak, dagingnya sedikit aja.. Terus keju slice..", Fino berbicara pada dirinya dan Januar asik memperhatikan tangan Fino yang bergerak dengan lembut.

"Aku ngga mau pake acar, yaaannk", ucap Januar yang tiba-tiba melingkarkan tangannya pada pinggang Fino dari belakang.

"Sayuran itu bagus buat kesehatan! Kata dokter juga kamu harus makan banyak sayur-sayuran hijau!"

"Ngga mauuuuu.. Aku maunya makan kamu aja boleh ngga?"

Bukan pertama kali Januar menggoda Fino seperti itu, tetapi setiap kali kalimat itu terucap selalu berhasil membuat Fino tersipu.

"Ngga boleh..", ucap Fino dengan nada yang kembali lembut, sambil membelai lembut rambut Januar yang saat ini sedang menaruh dagunya di pundak Fino dengan sangat nyaman.

"Oke udah jadi.. Yuk, sarapan dulu.. Mommy mana?"

"Mommy udah berangkat ke tokonya daritadi"

Setelah selesai menuangkan jus buah untuknya dan Januar, Fino lalu duduk di hadapan Januar dan memperhatikannya dengan seksama. Januar yang memang sudah kelaparan dengan khidmat menyantap roti isi tersebut sedangkan Fino tidak ikut makan karena melihat Januar saja sudah membuatnya merasa kenyang.

Fino memperhatikan setiap lekuk wajah Januar. Alisnya yang tebal, bulu matanya yang lentik, bola matanya yang begitu jernih dan kulit wajahnya yang halus. Bibirnya yang sehat berwarna merah muda, rambutnya yang lembut bergerak mengikuti gerakan kepalanya.

Januar berhenti mengunyah lalu bertanya dengan pipi gembil yang penuh dengan makanan, "Ada yang aneh ya di muka aku?"

Fino hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum dan makin dalam menatap Januar.

"Nih.. Aaaaaaaaa", Januar menutupi saltingnya dengan berinisiatif menyuapkan sepotong roti isi dan Fino dengan tenang menerima suapan tersebut dengan tatapannya yang tidak pernah teralihkan sedikit pun, membuat Januar semakin salah tingkah.

"Kamu ternyata bisa salting juga ya.. hihi"

"Aku ngga salting", Januar mengalihkan pandangannya lalu lanjut menghabiskan sarapannya.

UNIVERSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang