"Daniel, nanti berhenti di depan Gang aja ya!" ucap Azavira pada Daniel yang sedang mengendarai motor maticnya.
Daniel bingung. "Kenapa? Gak langsung lewat aja dari kompleks kamu?" Daniel sedikit mengencangkan suaranya karena suaranya tersamarkan oleh tiupan angin.
"Kamu malu ya, dibonceng pake motor butut gini?"
"Ck, jangan ngomong gitu. Cuma biar gak ketahuan, aku takut nanti anak buah Papa nyerang kamu lagi." Azavira menjelaskan alasannya. Daniel mengangguk, setelah mereka sampai di gang yang dimaksud Azavira. Daniel lalu berhenti.
"Terus, dari sini kamu jalan kaki gitu?" tanya Daniel dan Azavira mengangguk. Daniel tersenyum lalu mengusak rambut Azavira.
"Kalo gitu aku pergi ya, bye." Azavira tersenyum, setalah itu Daniel memutar balik motornya dan melaju.
Azavira menatap kepergian Daniel, lalu berbalik. Dia berjalan pelan.
Daniel berkendara dengan pelan, namun saat dia sampai di belokan jalan dia mengingat sesuatu. Buku berisi tugasnya yang harus diserahkan besok masih ada pada Azavira, Daniel lalu berbalik lagi untuk meminta buku itu. Namun saat dia sampai di gang tempat dia menurunkan Azavira tadi, ternyata Azavira sedang berbicara dengan seseorang di dalam sebuah mobil mewah. Daniel berpikir apakah itu ayahnya. Namun tebakannya salah saat orang di dalam mobil itu turun dan pergi ke pintu di kursi penumpang, dia membukakan pintu untuk Azavira dan membungkuk seperti sedang mempersilahkan putri raja masuk. Mereka terlihat sangat dekat.Daniel berpikir mungkin itu temannya Azavira, kebetulan lewat dan memiliki tujuan yang sama. Tapi tebakan Daniel salah lagi, mobil itu malah pergi lurus dan tak berbelok menuju rumah Azavira. Daniel ingin meyakinkan dirinya jika mungkin mereka memang memiliki urusan penting, tapi tetap saja dia penasaran. Daniel lalu mengambil ponselnya dan menelepon Azavira. Tak lama panggilan dijawab.
"Halo sayang, kamu di mana?" tanya Daniel langsung.
"Udah sampai ruanh lah, kok malah nanya sih?"
"Oh gitu ya? Ya udah deh, aku Cuma mau bilang besok buku bahasa Indonesia aku bawa ya." Tanpa menunggu jawaban dari Azavira, Daniel langsung menutup teleponnya. Dia tidak marah, sama sekali tidak marah. Tapi kita lihat saja nanti.
***
Saat ini, Angkasa telah sampai di rumahnya. Dengan berjalan pelan ia memasuki kamar, dia berharap dia tidak bertemu lagi dengan orang seperti Alana yang kata-kata di dalam mulutnya tidak pernah habis.
"Kasa." Angkasa dipanggil oleh ayahnya, dengan menghela napas dia lalu berbalik. Sang ayah terlihat tersenyum dan menggoyangkan jari telunjuknya pada Angkasa.
"Udah punya gebetan baru ya?" pertanyaan Jonatan langsung membuat alis mata Angkasa langsung menukik.
"Papa lihat loh, tadi Papa sedang beli opor kesukaan kamu. Papa gak sengaja lihat kamu bonceng cewek," ucap Jonatan dengan senyuman penuh curiga pada Angkasa.
"Apaan sih Pa? Kasa nolong anak orang gak boleh apa?" Angkasa terlihat sangat kesal.
"Hmm, gak apa-apa. Tapi ganti baju, terus makan siang!" Angkasa mengedikan bahu lalu menaiki tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada.
...
Dua puluh menit kemudian, Angkasa turun dengan pakaian santainya. Dia langsung pergi ke meja makan dan duduk di kursinya. Dia tidak melihat keberadaan ayahnya di sana, dia lalu menatap salah satu pembantunya.
"Papa di mana?"
"Tuan besar ada rapat mendadak tuan muda," ucapnya. Angkasa mengangguk, dia lalu mengambil nasi dan lauk opor ayam yang dibelikan oleh ayahnya.
Saat dia menyiapkan makanan itu ke mulutnya, dua langsung terdiam dan mematung. Rasa yang lama susah tak ia rasakan, Angkasa merasa seperti orang yang ja sayangi hidup kembali. Makanan itu sama seperti yang biasa dimasak oleh ibunya dulu. Kenangan indah di saat keluarganya masih utuh dulu langsung terlihat jelas seperti kaset yang diputar. Air matanya menetes mengingat itu kembali.
***
"Allahu Akbar..."
"Allahu Akbar..."
"La... Ilaha Illa lah... Hu Allah Hu Akbar..."
Suara takbir raya menggema, aroma rendang, opor dan masakan lain tercium. Suara tawa anak-anak terdengar di mana-mana. Begitu juga dengan seorang anak berusia 12 tahun. Saat mencium aroma opor buatan ibunya, dia langsung berlari dari halaman rumahnya menuju dapur. Di sana ibunya sedang menyajikan makanan.
"Mama aku mau makan duluan!"
"Angkasa, panggil Papa dulu. Sama paman dan bibi semuanya," ucap sang ibu. Ibunya menyuruh Angkasa untuk memanggil para pembantu dan pekerja lainnya untuk makan bersama mereka.
"Haa, Ma. Aku duluan aja!" Angkasa merengek seperti bayi.
"Kasa udah besar kan, udah tahu yang baik dan buruk." Sang ibu berkata dengan lembut. Akhirnya dia berjalan dengan malas dan memanggil ayahnya dan yang lain.
Setelah memanggil semuanya, Angkasa tidak sabar lagi untuk makan. Sang ibu juga paham dengan kemauan Angkasa, itu sebabnya dia memberikan opor ayam lebih dulu pada Angkasa.
"Buat Papa gak ada?" tanya sang ayah menggoda.
"Angkasa gak mau berbagi!" ucapnya ketus. Jonatan tertawa begitu juga dengan yang lainnya.
***
Tak terasa makanan di depan Angkasa telah habis. Air matanya juga masih terus menetes, dia sangat merindukan ibunya. Andai waktu bisa diulang walau hanya satu jam, Angkasa ingin memeluk ibunya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
D 3A Mengejar Cinta (End) (Telah Terbit)
Gizem / GerilimDaniel memiliki pujaan hati bernama Azavira, tetapi gadis pujaan hatinya itu telah dijodohkan dengan sahabatnya, Angkasa. Daniel, Angkasa, Aksara dan Azkara merupakan sahabat sejati. Namun cinta masing-masing membuat persahabatan mereka terancam. S...