38. Selimut

1K 42 2
                                    

Tubuhku sudah lemas, tapi Harsya nggak peduli. Cowok itu menciumi betisku, kedua kakiku ia peluk dengan lututku di bawah dagunya. Saudara tiriku menatap dengan mata berkabut. Satu tangannya mengelus kulit perutku.

"Harsya ...," panggilku. Kuulurkan kedua tangan ingin menyentuh wajahnya, tapi terlalu jauh. Akhirnya tanganku kembali terkulai lemah di atas kasurnya.

"Sudah capek ya?" tanya Harsya. Akhirnya ia bergeser, menurunkan kakiku ke kasur. Cowok itu tersenyum ketika berbaring di sebelahku. Tangan Harsya kembali mengelus-elus perutku dengan sayang.

"Aku nggak hamil Harsya," kataku sembari memegang tangan Harsya yang mengelus perutku.

"Nggak apa-apa, aku ngelus kamu cuma karena sayang bukan karena bayi," sahutnya. Harsya bergeser lebih dekat lalu mendaratkan kecupan manis di pelipisku. "Tidur yuk, kamu kecapean ya?"

"Kamu kan belum cerita," keluhku.

Harsya cemberut dan mengalihkan pandangan ke payudaraku. Ia lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang kami. Sesaat aku merasa nggak rela karena jadi nggak bisa melihat perut kotak-kotaknya yang seksi.

"Hmm sampai mana tadi ...," gumam Harsya. Ia menarik badanku lebih dekat, lalu membiarkan lengannya memeluk dadaku. "Oh iya, dua bulan lalu aku lihat Lesta dan Ardian pergi ke hotel. Aku cuma lihat sampai situ sih, dan karena nggak punya bukti aku nggak bisa bilang langsung ke kamu. Tapi ...."

"Apa?" tanyaku sembari menoleh ke Harsya, menatap lehernya di mana ada bekas gigitanku di sana. Oh ... tadi aku lepas kendali dan menggigit Harsya. Pipiku kembali merona malu.

"Ternyata Lesta lihat aku waktu itu. Seminggu kemudian dia tiba-tiba datang ke aku, nawarin ... perjanjian," kata Harsya. Jemari Harsya menggulung untaian rambutku seperti mainan. "Dia kira aku benci kamu dan bakal senang kalau lihat kamu patah hati. Well, intinya dia mau kalian putus, biar cewek itu bisa kuasai Ardian. Entahlah, kayaknya dia terobsesi ke cowok itu karena dulu temenan sejak kecil."

Aku teringat Ardian yang bercerita kalau orang tuanya dan orang tua Lesta adalah teman sejak lama. Dia menjelaskan kalau alasannya dekat dengan cewek itu karena ibu Lesta baru meninggal dan Ardian diminta untuk menghibur Lesta.

Menghibur ..., pikirku.

"Aku cuma disuruh buat manasin kamu, yah semacam penyampai pesan kalau kalian udah nggak cocok." Harsya tiba-tiba menciumi sisi leherku. Cowok itu lalu berkata, "Tapi bener kan? Kalian udah nggak cocok. Dijebak Lesta atau nggak, pada akhirnya cowok itu mau berhubungan sama Lesta dan cium cewek itu meski masih pacaran sama kamu. Apalagi ... dia kan anaknya Yohan, kamu nggak mau berhubungan sama Ardian lagi kan?"

Aku mengingat isi video yang ditunjukkan Harsya. Ardian dan Lesta yang berciuman di dalam mobil. Ardian nggak terlihat terpaksa di video itu.

"Sudah?" tanya Harsya. Dahinya berkerut. "Aduh, dingin juga ternyata."

Saudara tiriku kembali menarik selimut. Kali ini sampai menutupi leher kami.

"Jessica? Hei ... kamu nggak ngomong apa-apa dari tadi," gerutu Harsya.

Kugelengkan kepala lalu kucium singkat dada Harsya. Mata Harsya sontak melebar karena ciuman itu.

"Aku ... nggak akan balikan sama Ardian lagi," kataku. "Aku nggak ada perasaan sesayang dulu sama Ardian."

Aku nggak mau berhubungan lagi dengan Ardian, karena Lesta dan karena ayahnya. Kupeluk tubuh Harsya lalu mengubur wajah di dadanya, mengusir kenangan pahit yang kusimpan ... mimpi buruk karena Yohan.

Aku aman, pikirku, nggak ada Yohan, hanya ada Harsya.

Harsya tersenyum, manis sekali. Cowok itu lalu menempelkan pipinya ke daguku dengan sayang.

Weird Word🔞 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang