KULITNYA mulus sekali tanpa bekas luka. Seperti kanvas kosong yang sangat menggoda untuk kunodai dengan tinta. Apa boleh? Apa Jessica bakal mengizinkanku menulis beberapa kata kotor di punggung cantiknya?
"Ha-Harsya please ... hng ...," keluh Jessica.
Wajahnya menelungkup di atas bantal, sementara kedua tangan meremas kuat seprai di samping kepala. Pasrah menerima kelakuan bejatku padanya. Pemandangan yang membuat perut bawahku berdesir dan milikku mengeras.
Jessica kembali mengerang ketika aku mendorong masuk. Punggungnya melengkung dan kemaluannya mengetat lagi. Posisi kami membuatku leluasa menatap setiap gerakan halus otot di pundak dan lehernya.
Pelan ... pelan, milikku kutarik keluar. Namun, saat pinggulku mundur, Jessica tanpa sadar merapatkan bokongnya. Menolak untuk menjauh dariku.
"Ha-h-Harsya ...," erangnya teredam bantal.
Sialan, masa bisa menahan diri kalau begini! Dengan kasar kudorong pinggulku maju, mengentakkan diri masuk dengan kuat hingga Jessica menjerit.
"Aaaah-akh Harsya!"
Namun, Jessica segera kembali membenamkan wajah ke bantal. Menahan suaranya dengan pundak gemetar. Jessica lalu mengangkat wajah dan pelan menoleh ke belakang, matanya berkaca-kaca ketika menatapku.
"Ta-tadi kamu janji ...," keluhnya. "Pelan-pelan."
Batang kejantananku masih terbenam dalam rongga panas Jessica. Sebenarnya kepalaku sudah nggak bisa berpikir jernih. Tapi aargh, nggak-nggak, aku nggak boleh cum sekarang. Meski pemandangan bokong Jessica yang terangkat sementara punggungnya melengkung berkat ulahku ini sangat seksi. Aku harus tahan, lagian kan aku yang janji sex kali ini bakal pelan-pelan dan panas.
"Pelan kok," sahutku. Pinggulku mundur perlahan lagi. Klitoris Jessica yang memerah dan bengkak menempel erat pada kejantananku, meremas setiap urat yang penuh dengan emosi. "Nah, pelan-pelan kan nariknya?" bisikku tepat di samping telinga Jessica.
Cewek itu gemetar dan mendesah ketika bibirku mencium lehernya. "Ah-ah ... Harsya ... jangan," bisik Jessica.
"Makanya ceritain yang lengkap dong, kamu kenapa tadi pagi? Takut sama aku? Masa sih?" tanyaku.
Jessica terengah tapi masih menolak untuk menjawab. Kutampar pelan bokongnya sambil mendorong masuk kejantanan. Rongga beceknya kembali mengetat kuat dan kini bokongnya merona merah.
"Aku bilang-aah! Nggak ada apa-apa!"
"Bohong," sahutku.
Jessica kembali menempelkan wajah ke bantal menghindar dari pertanyaan. Ck! Kupegang lehernya dan memaksa cewek itu untuk mengangkat wajah.
"Jessica yang aku tau nggak pernah setakut itu," kataku.
Tapi cewek itu masih keras kepala buat sekadar menjawab. Kalau emang nggak ada apa-apa kenapa nggak mau cerita? Dia malah meraih daguku dan mendaratkan satu ciuman.
"Please, kamu kira aku bisa fokus nikmati sex ini kalau terus ditanya gitu?" tanya Jessica.
Kucium balik bibirnya, lebih rakus dan kuat. Jessica mengerang membalas ciumanku, tapi kutekan lehernya hingga ia menempel ke kasur dan terengah.
"Ya sudah," kataku setelah menjauhkan bibir kami. Jessica nggak terima dan menggapai-gapai daguku. Aah, kalau kamu kelihatan putus asa begini ... "Kalau kamu memang nggak mau jawab, lebih baik diam sekalian," bisikku.
Dengan paksa kudorong kejantananku lebih kuat dan dalam tapi tetap pelan. Yah ... pelan, tapi sedalam mungkin hingga kepala kejantananku menekan rahimnya. Hingga Jessica gemetar dan berontak tapi nggak bisa banyak melawan sebab perbedaan fisik kami. Tanganku masih menahan leher Jessica, membatasi napasnya tapi aku tau kok dia nggak kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Weird Word🔞 [End]
RomanceJessica selalu menemukan cara untuk menghindari kegilaan ibunya. Berpacaran, berpura-pura akur dengan saudara tirinya, apa saja. Jessica tau ibunya tak waras karena selalu curiga anaknya sendiri akan merusak rumah tangganya. Saat saudara tiri yang s...