"Biar Papa yang bersihkan," kata Papa Dewangga setelah mengantar Mama yang menangis ke kamar. Pria itu menatap kekacauan pecahan kaca yang berserakan di lantai, sofa, serta meja ruang tamu.
Aku masih berdiri kikuk di sebelah Harsya. Pundakku masih kotor dan basah karena es yang disiramkan Lesta tadi, bauku jadi kayak timun suri.
"Nggak mau kami bantuin?" tanya Harsya, cowok itu memegang sapu yang ia ambil dari dapur.
"Nggak usah, biar Papa, daripada kalian kena pecahan kaca nanti. Kalian mandi aja sana, habis itu istirahat," kata Papa Dewangga. Pria itu meraih sapu dari tangan putranya, lalu dengan gagang sapu itu ia mendorong Harsya ke arahku.
Harsya menuruti papanya, cowok itu menggiringku berjalan ke arah tangga.
"Seenggaknya Papa nggak ngomel ke aku gara-gara nggak sopan ke tamu," kekeh Harsya. Satu tangan Harsya tersampir ke pundakku, nggak peduli kalau di sana ada serutan timun suri.
Saat kami berjalan menaiki tangga, aku bertanya ke saudara tiriku. "Harsya tadi ... apa yang dibilang Ardian benar?"
"Hum? Yang mana?" tanya Harsya. Cowok itu menatap ke pajangan dinding di mana foto keluarga kami digantung.
"Soal kamu menyuruh Lesta goda Ardian," kataku.
"Ngapain aku nyuruh Lesta begitu?" Harsya bertanya balik. Senyum Harsya sangat manis ketika menoleh padaku.
Kami sampai ke tangga teratas, ke lorong di mana kamarku dan Harsya bersebelahan.
"Biar ... biar aku sama Ardian putus," jawabku.
Ya, mungkin saja ... mungkin saja ... ya kan?
"Kalau iya gimana?" tanya Harsya.
Namun, Harsya cemberut kecewa. Saudara tiriku menarik lengan dari pundakku dan melangkah mundur menjauh dariku. Sebagian diri ini merasa nggak rela Harsya menjauh.
"Kamu malah mikirin itu? Setelah aku jelas-jelas bilang nggak tadi?" tanya Harsya kecewa.
"Bukan begitu ... tapi kan, bisa aja kamu--"
Harsya segera memotong kalimatku dengan berkata, "Aku nggak nyuruh Lesta buat menjebak Ardian sampai cowok itu mabuk dan mereka ngesex di hotel club. Cewek itu sendiri yang melakukan itu. Dia sendiri yang memilih cara licik demi dapetin Ardian."
Aku terhenyak mendengar kalimat Harsya. "Ap-apa maksud--"
"They having sex. Itu yang terjadi di antara mereka, bukan cuma ciuman di mobil, paham?" tanya Harsya. "Aku lihat sendiri, makanya aku ngotot ngasih tau kamu soal itu. Dua bulan lalu kayaknya, seingatku sih tapi ...."
"Apa?" tanyaku nggak sabar.
Senyum tertarik di bibir Harsya. "Mau tau? Mau tau kan? Nggak boleh."
"Harsyaaa!" keluhku. Kuraih kerah kemeja Harsya dan kucengkeram erat-erat. "Apa? Ceritain, kamu nggak boleh nyembunyiin apa pun dari aku!"
Mata Harsya sontak berbinar-binar. Indah ... sangat indah. Harsya kembali terlihat begitu menawan mata, rupawan, ganteng, licik ah ....
Saudara tiriku tersenyum dan balik memegang kedua pergelangan tanganku. Ia melangkah mundur dan aku mengikuti Harsya, kami terus melangkah sampai punggung Harsya menempel di pintu kamarnya. Harsya lalu menuntun tanganku turun ke dadanya, meraba dada bidang itu lalu ke perut berototnya. Bentuk perut Harsya yang atletis tercetak di balik kaus hitam itu.
"Cium," perintah Harsya dengan senyum miring di bibir. "Cium dulu. Cium aku, berkali-kali ... sampai aku puas, sampai aku lelah, sampai napasku habis. Baru habis itu aku bakal cerita--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Weird Word🔞 [End]
Roman d'amourJessica selalu menemukan cara untuk menghindari kegilaan ibunya. Berpacaran, berpura-pura akur dengan saudara tirinya, apa saja. Jessica tau ibunya tak waras karena selalu curiga anaknya sendiri akan merusak rumah tangganya. Saat saudara tiri yang s...