9. Merona 🔞

5.6K 89 3
                                    

JESSICA menolak untuk membuka mulut. Tapi dia mengerang lemah sementara bibir kami menyatu. Ingin sekali kupaksa dia membuka mulut dan melumat cewek itu sampai kehabisan napas.

Tangan Jessica nggak mendorongku menjauh, malahan dia meremas lenganku yang memeluk tepat di bawah payudaranya. Tubuh Jessica terasa hangat dan lembut. Hmm, meski begitu aku nggak boleh me-

Cewek itu menggeser pelan tubuhnya, merapatkan diri kepadaku. Aku nggak bisa menahan senyum di sela ciuman kami, bokongnya nggak sengaja menggesek gundukan di balik celanaku. Namun, belum juga ciuman kami beralih ke tahap berikutnya, tangan Jessica tiba-tiba menjambak rambutku.

"Aw," kataku ketika dia kembali menjambak.

"Sudaaah," keluhnya jengkel. "Kamu kalau diturutin pasti bakal nuntut yang lain-lain!"

Dia lalu beringsut menjauh tapi kutarik lagi ke dalam pelukanku. "Aku belum selesai. Baru mau mulai loh ... yang lain-lainnya. Masa nggak boleh?"

Oke, aku sudah nggak tahan. Kutarik Jessica hingga cewek itu kini duduk di atas perutku. Hmm, manisnya ... gugup, bingung, malu ... apalagi ekspresi di wajahnya? Ah, dia masih enggan menurutiku? Yang jelas dia terlihat manis sekali.

Jessica dengan kikuk menahan berat tubuhnya, seakan aku nggak sadar. Kuelus kedua paha Jessica lalu tanganku merambat naik, menggoda lekuk tubuhnya. Aku lalu meremas pelan pinggang cewek itu.

"Kenapa di tahan? Duduk," kataku.

Jessica mengalihkan pandangan ke samping, barulah setelah itu dia membiarkan diri duduk sepenuhnya di atas perutku.

"Kamu mesum," hardik Jessica yang masih memandang ke samping.

Aku tersenyum manis menanggapi itu. "Kamu nggak masalah soal itu."

"Siapa yang bilang?" tanyanya sembari menoleh kembali menatapku.

Kubalas Jessica dengan menoleh ke samping. Di luar dugaan, cewek itu meraih daguku lalu menolehkan wajahku kembali memandangnya. Dadaku langsung menggebu karena kegirangan.

"Harsya, aku memang cinta kamu tapi bukan berarti kita harus ... umm menyentuh seperti ini. Maksudku menyentuh secara seksual," kata Jessica dengan nada lembut. "Aku nggak mau kamu malah berubah seperti ...."

Cewek itu nggak bisa menemukan kata yang tepat. Seperti apa? Maniak seks? Atau ... orang gila?

Ah, Jessica ... Jessica-ku. Aku sudah lama gila.

Cewek itu berdeham lalu berkata, "Pokoknya aku bakal bikin peraturan soal ini."

"Soal ini apa?" tanyaku. Kulingkarkan tanganku di pinggang Jessica. "Oh kamu mau bikin jadwal kapan aku boleh cium, cumbu, ngeseks sama kamu-"

Saudara tiriku langsung membekap mulutku. "Harsya pelan-pelan," bisiknya tajam dan gemas.

Kugigit pelan tangan Jessica, pipinya langsung merah merona. Kubalas dia dengan melarikan tangan naik ke payudaranya. Mengangkat sedikit dua bulatan kenyal itu dengan kedua jempolku yang menahan tepat di bawahnya.

Jessica menahan napas. Dadanya membusung seakan mengantisipasi perlakuanku selanjutnya. Hmm apa di balik lapisan pakaian ini putingnya meruncing? Aku ingin tau ...

"Iya kan?" tanyaku lesu. "Kamu bahkan punya jadwal buat jalan sama Ardian."

"Itu karena Ardian sibuk semester ini, dia harus-"

Aku menyela kalimat Jessica dengan berkata, "Mungkin dia cuma alasan sibuk karena cewek selingkuhannya."

Jessica langsung terdiam seakan baru menyadari hal itu. Cewek itu tiba-tiba tertarik dengan coretan dari pulpen yang kutulis tadi pagi. Kata aku, keluarga, dan greed masih tersisa di lengan dalamku. Kata-kata lainnya sudah luntur karena keringat. Cewek itu melingkari kata greed berulang-ulang dengan jari telunjuknya.

Suasana berubah menjadi sendu dan hilang sudah ketegangan seksual tadi. Sialan, harusnya mulutku nggak usah mengungkit-ungkit Ardian. Aku nggak suka Jessica sedih karena cowok itu.

"Kamu nggak akan bikin jadwal dan maksa aku buat ngikutin jadwal itu kan? Ica ... aku pengen peluk kamu minimal sekali sehari," kataku memohon. "Lagian nggak mungkin setiap hari aku horny pengen berhubungan sama kamu."

Itu kebohongan yang sangat bisa didebat. Kalau ada penjara buat cowok yang horny setiap memandang Jessica, aku pasti nggak bakal keluar dari penjara itu.

Jessica berpikir sejenak. Menimbang-nimbang apakah argumenku cukup bagus untuk disetujui. Cewek itu menghela napas lalu menjelaskan.

"Aku nggak bikin jadwal, tapi kamu harus peka sama situasi," katanya.

"Maksudnya?" tanyaku bingung.

"Yah ... nggak boleh cumbu aku di tempat umum, di depan orang tua kita ...," kata Jessica pelan-pelan. Pipinya kembali merona, seakan membayangkan rasa malu seandainya kami dipergoki orang tua kami.

Oh soal itu, tapi berarti boleh kan asal kami hanya berdua.

"Ok," sahutku.

Jessica menghembuskan napas lega. Tanpa aba-aba kutarik dia hingga wajah kami kembali berdekatan lalu kembali melumat bibirnya. Jessica memprotes dengan mengerang tapi kumanfaatkan itu untuk menyelipkan lidah ke mulutnya.

Bunyi decapan lidah dan bibir akhirnya terdengar. Aku mengerang senang karena Jesssica membalas gerakan lidahku. Kami sama-sama saling mengecap rasa.

Pintu kamar diketuk dan begitu mendengar suara ketukan itu Jessica langsung melompat dari perutku. Sialan! Baru juga mulai!

"Ica, Sayang? Mau Mama buatin bolu nggak?" Suara Mama Jessica dari balik pintu.

Cewek itu berdiri kaku di pinggir kasur sembari menatap pintu. Aku cuma memandangi punggungnya yang tegang tertutup rambut berantakan.

"A-ku," ujar Jessica terbata ia lalu berdeham kemudian melanjutkan berkata, "tadi aku udah terlanjur beli bolu sama Harsya, Ma. Aku nggak tau Mama hari ini bikin kue."

"Oh? Ya sudah, nanti kalau kue susnya sudah jadi kamu turun ya. Ajak Harsya juga ya, tadi Mama ketuk pintu kamarnya nggak dibukain, dipanggil nggak nyahut kayaknya udah tidur," kata Mama Jessica.

Mana bisa aku bukain pintu kalau aku saja di kamar Jessica. Aku penasaran bagaimana reaksi mama tiriku kalau tau aku baru saja menggerayangi anaknya?

"Iya, nanti aku ajak Harsya," jawab Jessica.

"Ya sudah ya, Mama turun," kata Mama Jesssica.

Semenit setelah itu, barulah Jessica kembali berbalik menghadapku. Aku sudah duduk bersila di atas kasurnya. Tanpa repot-repot menutupi ketegangan di balik celanaku akibat ciuman tadi.

Jessica melirik ke situ kemudian seakan tersadar ... dia segera melarikan pandangan ke arah lain. Dasar, kamu nggak perlu pura-pura begitu.

"Keluar kamu, aku mau mandi," kata saudara tiriku.

"Mandi bareng? Mau," sahutku sambil turun dari kasur.

"Enggak ih!"

Plak! Dia menampar lenganku.

"Aw," keluhku setengah-setengah karena memang nggak terlalu sakit.

"Keluar sana, serius," perintahnya.

Jessica lalu memaksaku keluar dengan mendorong sekuat tenaga. Tapi aku cuma bergeser sedikit dari lantai kamarnya.

"Harsyaaa!" keluhnya gemas.

"Cium sekali lagi baru aku keluar," kataku keras kepala.

Kalau mau cium yang di bawah juga boleh ... hmm. Di luar dugaanku, Jessica langsung meraih wajahku dengan kedua tangan. Memaksaku menunduk sebelum mendapatkan kecupan singkat tepat di bibirku.

Cup!

"Nah, sudah sana keluar!" usirnya dengan wajah merona merah. Berlagak seakan kecupan itu nggak berpengaruh ke hatinya.

Dia lalu mendorongku keluar kamar dan buru-buru menutup pintu. Aku? Wah, masih kaget tapi super bahagia.

Sambil tertawa kecil aku berjalan menuju kamarku.

Awas saja, bakal kubalas dia nanti.

Weird Word🔞 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang