Setelah memecah kebingungan ini sendiri terhadap apa yang terjadi padanya, Aima masuk kedalam rumah dan berniat langsung ke kamarnya.. namun sebelum menaiki tangga, ia bertemu mamahnya.
"Sudah pulang nak?" tanya mamah Anik yang baru saja keluar dari dapur dengan membawa satu gelas air yang sepertinya akan dibawa ke kamarnya.
Aima mengurungkan niatnya untuk menaiki tangga
"Sudah mah, maaf Aima ke kamar dulu" jawab Aima cepat, lalu melanjutkan berjalan menaiki tangga.
"Lah.. kenapa tu anak?" tanya mamah pada dirinya sendiri, karena disana sudah tidak ada siapa-siapa.
Mamah Anik melanjutkan perjalanannya ke kamar untuk memberikan segelas air putih kepada suaminya.
POV kamar Papah & Mamah Aima
Ceklek.. (suara pintu yang dibuka oleh mamah Anik)
"Pah.. ini air putihnya" ucap mamah Anik berjalan menghampiri suaminya lalu memberikan gelas yang dipegang itu kepada suaminya.
"Siapa laki - laki yang pulang bareng Aima mah?" tanya papah Hegar mengalihkan pandangannya dari jendela kepada istrinya dan mengambil gelas yang diberikan sang istri padanya.
"Lah.. mamah malah ngga tau pah Aima pulang naik apa & sama siapa. Tadi mamah cuma ketemu Aima sebelum naik tangga. tapi emang sih pah tadi Aima kaya orang lagi ada masalah." Jawab mama Anik kebingungan
"Apa Aima lagi nyembunyiin sesuatu ya pah dari kita? atau Aima lagi ada masalah sama orang? atau laki-laki tadi yang papah lihat adalah pacar atau orang yang lagi deket sama Aima terus mereka berantem atau.." sambung lagi mama Anik
" ahh ustt sutth.. mahh.." suara Papah Hegar lembut sambil meletakkan jari telunjuk didepan mulutnya Sendiri yang akhirnya menghentikan segala opini mamah Anik.
"Tapi mamah khawatir pah, mamah tak ke kamar Aima dulu ya pah" jawab mamah Anik hendak berlalu dari hadapan suaminya.
"Jangan mah.. jangan dulu. biarkan Aima menenangkan diri dulu, mungkin Aima lagi butuh waktu untuk sendiri" cegah papah Hegar
"Toh Aima sudah dewasa, papah yakin Aima mampu menyelesaikan masalahnya sendiri." lanjut papah
"Tapi pah.." belum selesai mamah menyelesaikan kalimatnya, papah sudah memotongnya
"Aima pasti baik-baik saja. Biarkan ia tumbuh dan belajar dalam kehidupannya dengan segala kekuatan yang dimilikinya sendiri."ucap papah menenangkan mamah Anik.
Mamah Anik hanya diam dan terus memperhatikan suaminya..
"udah.. lupakan saja, nanti kalau sudah siap untuk bercerita, Aima pasti akan cerita sendiri." Tersenyum pada istrinya dan terus menenangkan istrinya, karena dilihat istri cantiknya itu masih merasa gelisah
"Oh iya, gimana percakapan kalian siang tadi" lanjut papah menanyakan jawaban Aima saat dimeja makan tadi siang.
Dengan raut wajah yang sedih,
"Maaf pah, mamah belum berhasil bujuk Aima agar mau gabung ke perusahaan kita" jawab mamah Anik Sendu.
"Tapi, Lizan janji mau bantuin kita bujuk Aima Ko pah, anak lanangmu itu tadi bilang dia mau bantuin kita dengan caranya sendiri pah" lanjut mamah menjelaskan kepada papah Hegar. Papah Hegar kembali melihat luar melalui jendelanya.
"Semoga Lizan mampu ya mah.." papah kembali melihat keluar jendela kamarnya. "Papah rasa papah.."
"Ndak.. Papah bakal berumur panjang, setelah ini papah sembuh. Wes.. Wes.. ndak usah mikir sing aneh - aneh, itu terlalu jauh pah. ngga usah mikir macem-macem dulu. yang harus papah pikirin saat ini adalah kesembuhan papah" potong mamah Anik atas ucapan pa Hegar karena ia tau kemana arah pembicaraan suaminya itu.
Sentuhan tangan lembut Mamah Anik ada pada pundak Pak Hegar yang hanya diam menatap langit diluar sana. Bukan hanya keadaannya saat ini yang dipikirkan, ia tak menampik bahwa kejadian gadisnya sore ini juga mengganggu pikirannya sekarang.
Pak Hegar hanya mencoba tenang didepan istrinya, padahal aslinya ia juga menahan segala kebingungan atas situasi yang ada.
"Kita percayakan Aima ke abangnya ya pah, mamah yakin abang tau harus bersikap bagaimana sama adek kesayangannya itu. tugas kita sekarang tetap berdoa yang terbaik untuk anak-anak kita dan selalu support mereka" ucap mamah Anik
"Pasti Mah, Pasti." jawab papah Hegar dan tersenyum pada mamah Anik, mereka saling menguatkan satu sama lain.
Disisi lain Rumah besar milik keluarga Frazetta.
POV kamar Aima
Setelah sampai kamarnya, Aima melemparkan slimbag nya ke kasur besar miliknya itu, lalu ikut menjatuhkan diri disana. posisinya saat ini duduk dan masih kalut dalam lamunannya. Ia melepas ikatan hijabnya lalu dilanjutkan melepas jarum yang dikenakannya menyisakan hijab yang masih berada di posisinya.
"Lu sebenernya siapa sih Rey?" Aima kembali bermonolog lirih,
"Kenapa seakan-akan lu tau semua tentang gue" Aima masih melamun, hanya saja pikirannya penuh dan bibirnya tak henti meracau atas kebingungannya.
Aima menoleh pada jendela kamarnya dan tiba - tiba air matanya kembali menetes.
"Ahhhh siall, kenapa lu jadi ganggu pikiran gue bangett si Reyy" ucap Aima dengan mengusap kasar wajah dan melepas hijab yang dipakainya.
"Kenapa lu tau kalau gue lagi ngga baik-baik aja? kenapa lu tau gimana cara nenangin gue kalau lagi ada dalam situasi kayak tadi? dan satu yang paling ganggu pikiran gue.." Aima menjeda monolog nya..
"Kenapa lu bisa tau nama lengkap gue?" bingung Aima.
"Nama itu ngga pernah ke up keluar kan ya? selama sekolah aja cuma pake embel-embel huruf F doang.. Bahkan seinget gue juga lu ngga se sekolah sama gue. ko lu bisa tauu sihh Reyy hihhhh" ucap Aima gemas dan kembali mengusap kasar wajahnya.
Aima berdiri, lalu menatap pantulan dirinya dicermin. Ia juga melepas ikatan rambutnya. Melihat dirinya dengan rambut panjang yang terurai dengan indah.. menambah keanggunan sang puan.
"Lu tadi bilang tau nama lengkap gue dari Bang Dirga kan?" menjeda kalimatnya.
"Nah masalahnya, bang Dirga kan juga ngga tau nama lengkap gue reyy. emang sih gue Agak sering ketemu sama dia dulu, tapi ya ngga deket-deket banget" lanjutnya lagi.
"Ah tau lah Reyy." mengacak - acak Rambutnya.
" Oke, mending gue mandi biar fresss. ahhh Yakin dah.. kalau dah gini malu banget gue kalau ketemu ama lu Rey" sesal Aima pada dirinya sendiri yang merasa tadi saat dengan Rey ia tak punya power apa - apa untuk melawan.
Hari ini, entah dunia atau semesta yang telah membawa Aima pada situasinya saat ini. Fikirannya terlalu penuhh dan berisikk. Ia terlalu lelah atas segalanya, yang ternyata tak dapat ia cegah.
Di Bumi bagian lain
"Assalamualaikum"
.....

KAMU SEDANG MEMBACA
Airetta
Ficção AdolescenteSemua ada masanya. Ada yang telah usai, Dipaksa untuk selesai.. Atau bahkan, belum pernah dimulai. Baru akan tetap layu ketika masih ragu. Jadi, bukan hanya untuk menjadi baru, tapi juga untuk ingat diri.. Bahwa yakin & percaya itu perlu. Kemarin...