Bab 29 [Akhir Cerita]

254 30 4
                                    

halo semuanya, selamat membaca cerita abal-abal ini ya semoga kalian suka. Jangan lupa vote dan komen

happy reading

###

Tunggal melihat Banyu yang duduk di samping sebuah pusara, perlahan Tunggal mendekat. Banyu mungkin menyadari jika ada yang mendekat hingga dia mendongak, Tunggal bisa melihat ekspresi terkejut dari Banyu.

"Mas Tunggal kok bisa di sini?" tanya Banyu yang kebingungan dengan hadirnya Tunggal.

Bukannya menjawab Tunggal malah mengalihkan pandangannya kearah batu nisan, terdapat nama Cristian Danuarta di batu nisan itu juga terdapat sebuah foto.

Seorang pemuda yang memiliki senyum cerah seperti matahari yang menghangatkan setiap orang, tapi Tunggal tidak suka melihatnya. Senyum itu persis seperti miliknya, yang menimbulkan perasaan tidak nyaman.

"Mas," panggil Banyu.

"Gue awalnya gak percaya sama omongan Dista yang bilang gue cuma jadi pengganti mantan lo, tapi ngelihat lo di sini dan foto cowok di batu nisan itu gue jadi percaya, apa yang Dista bilang itu bener," kata Tunggal,

Tidak ada jejak marah atau sedih dalam suaranya. Tunggal terlalu kecewa untuk marah dan sedih ke Banyu, rasanya benar-benar menyakitkan hingga terasa sesak di dada. Miris sekali, Tunggal sejak semalam berusaha untuk berpikiran positif, tapi kenyataannya malah sebaliknya.

"Mas dengerin penjelaskan aku dulu," pinta Banyu dengan suara lembut.

"Apa yang perlu di jelasin Bay?" tanya Tunggal.

"Banyak hal, apa yang Dista bilang itu salah mas," jawab Banyu.

"Oke kalo emang lo mau jelasin, bilang semua yang gak gue tau," pinta Tunggal.

Tunggal butuh penjelasan untuk semua pertanyaan yang ada di otaknya, rahasia yang Banyu sembunyikan, Tunggal ingin tahu semuanya tanpa terkecuali.

"Kita bicara di kost mas, jangan disini." Banyu menggandeng tangan Tunggal tapi di tepis.

"Lo yakin mau pergi dari sini?, Dista bilang tiap hari peringatan kematian Ian lo disini seharian," kata Tunggal.

"Itu dulu mas, sekarang mas Tunggal yang lebih penting," Banyu meyakinkan Tunggal jika sekarang ini prioritasnya adalah Tunggal.

Banyu sejujurnya menahan perasaan kesal, Dista yang sudah seenaknya bertemu Tunggal dan bertingkah sok tau. Kesampingkan masalah Dista karena yang penting sekarang ini adalah, menejelaskan pada Tunggal semuanya.

Banyu merangkul Tunggal dan membawanya menjauh dari area pemakaman, tempat ini cukup jauh dari pusat kota jadi tidak ada kafe. Banyu mengajak Tunggal untuk kembali ke kost, Banyu tidak suka membicarakan masalah pribadi di tempat umum.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara, bahkan Tunggal tidak membuka mulutnya saat sudah berdua saja di kamar. Tunggal seakan-akan hanya menantikan penjelasan Banyu.

"Mas, aku pernah bilang kan ke mas buat tanya semua hal yang mas pikirkan tentang aku," kata Banyu.

Tunggal mengangguk. "Iya lo pernah bilang gitu," jawab Tunggal.

"Kenapa mas gak tanya ke aku?" tanya Banyu.

"Emang lo bakal jawab semuanya dengan jujur?" bukannya menjawab Tunggal malah balik bertanya.

Banyu yang mendengarnya terdiam. Dia juga tidak bisa menjamin jika akan menjawab semua pertanyaan Tunggal dengan jujur, saat itu Banyu berpikiran jika Tunggal tidak perlu tahu tentang Dista dan Ian.

"Diem kan lo, kalo gue tanya semuanya sebelum tahu kebenarannya, lo pasti cuma bohongin gue Bay," kata Tunggal.

"Aku minta maaf buat itu mas, sekarang mas bisa tanya semuanya dan aku bakal jawab jujur." Banyu memegang tangan Tunggal dan mengelusnya perlahan.

"Pertanyaan gue cuma 2. Pertama, lo suka sama gue sebagai Tunggal atau cuma pengganti Ian dan yang kedua kenapa lo yang udah punya istri ini deketin gue, lo cuma jadiin gue sebagai pelampiasan atau gimana?" kata Tunggal.

Banyu menghela napas berat sebelum menjawab. "Buat aku mas itu tetep Tunggal, bukan sebagai Ian atau orang lain. Aku gak pernah melihat mas sebagai pengganti Ian, yang aku suka yah mas Tunggal."

Ada jeda sebentar sebelum Banyu melanjutkan kalimatnya. "Mas harus tau, aku nikah sama Dista itu hanya sebatas tangung jawab. Dista hamil di luar nikah dan pacarnya kabur, ibu aku minta aku buat nikahin dia biar gak malu. Setelah anaknya lahir aku sama Dista bakal pisah, selamanya aku cuma jadi milik mas." Banyu menatap mata Tunggal dengan sungguh-sungguh.

"Kasih gue penjelasan, kenapa lo kasih gue makanan kesukaan Ian?" tanya Tunggal.

Jika memang Banyu melihatnya sebagai Tunggal, kenapa Banyu hanya ingat makanan kesukaan Ian. Banyu tidak pernah berinisiatif untuk menanyakan kesukaannya.

"Buat yang pare itu emang sayurnya tinggal itu mas, waktu itu mas habis sakit jadi harus makan yang gizinya lengkap. Buat martabak telur aku pikir mas suka, soalnya banyak yang suka juga." Banyu menjelaskan semuanya agar Tunggal tidak salah paham lagi.

Tunggal yang mendengar penjelasan Banyu terkekeh miris, dia tidak menyebutkan nama makanannya dan hanya bilang makanan kesukaan Ian. Banyu membelikan dia banyak makanan, tapi hanya dengan petunjuk makanan kesukaan Ian Banyu langsung tau apa yang Tunggal maksud. Banyu tidak melupakan Ian, semua tentangnya masih di ingat jelas.

"Gue rasa emang kita gak bisa sama-sama Bay, rasanya terlalu sakit buat gue. Lo masih ingat sedetail itu tenang Ian, dan gue juga gak mau jadi pelakor yang ambil lo dari Dista," kata Tunggal, setelah mengatakan itu Tunggal pergi.

Perkataan Tunggal seperti pisau yang menyayat hati Banyu. "Mas jangan bilang gitu," kata Banyu dengan nada memohon.

"Kita kayaknya emang gak di takdirkan buat sama-sama Bay, jadi mulai sekarang kita hidup sendiri-sendiri," balas Tunggal.

Kebenaran ini terlalu menyakitkan bagi Tunggal, kisah cintanya kembali berakhir menyedihkan, bahkan kali ini Tunggal gagal sebelum memulai. Kebohongan Banyu terlalu banyak, Tunggal terlalu takut di khianati lagi.

"Bay, sebelum hubungan kita makin jauh, emang kayaknya harus berakhir di sini. Kita cuma saling nyakitin satu sama lain, gue gak mau maksa lo buat lupain Ian dan lo juga gak usah maksa gue buat gantiin semua kenangan yang udah lo buat sama Ian," kata Tunggal.

Mas, aku bener-bener minta maaf udah banyak bohong, tapi aku berani bilang kalo aku tulus cinta sama mas, jadi kasih aku satu kesempatan lagi mas." Banyu memegang tangan Tunggal menciuminya dengan lembut.

Tunggal bisa merasakan jika tangannya basah, Banyu menangis di depannya dan mengatakan jika dia cinta padanya. Tunggal tidak bisa memberikan Banyu kesempatan kedua, meski kesalahannya bisa di bilang sepele.

"Lo mulai hubungan ini dengan niat yang salah Bay. Lo pengen gue gantiin Ian, meski lo gak bilang secara langsung gue paham itu," kata Tunggal.

Banyu yang di anggap sebagai obat patah hatinya, malah jadi rasa sakit yang menghancurkan hatinya. Orang yang dikenalnya lembut justru memberikan luka paling parah, Banyu yang Tunggal kira paling tulus, justru orang yang penuh dusta.

"Mas..." lirih Banyu saat melihat Tunggal berbalik pergi.

Tunggal tidak lagi menangis seperti sebelumnya, entah kenapa Tunggal merasa hatinya terlalu sakit sampai mati rasa. Tunggal bahkan tidak bisa memaki-maki Banyu, dia menerima setiap penjelasan Banyu begitu saja tanpa penjelasan lebih.

"Kayaknya gue harus pulang," kata Tunggal.

Tunggal membayangkan banyak kenangan indah di kota ini, tetapi kenyataannya itu hanya bayangan semu. Jogja meninggalkan luka yang dalam bagi Tunggal, kota yang di rindukan banyak orang, tetapi tidak bagi Tunggal. Tunggal tidak ingin kembali lagi ke kota ini, kenangannya terlalu menyakitkan.

###

TBC

Kota istimewa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang