Bab 30 [Kembali]

246 29 8
                                    

halo semuanya, selamat membaca cerita abal-abal ini ya semoga kalian suka. Jangan lupa vote dan komen

happy reading

###

Tunggal mencari tiket kereta ke Jakarta, ia tidak bisa tinggal disini lagi. Setiap sudut kota ini penuh dengan kenangan indahnya bersama Banyu, hatinya teriris setiap kali mengingat kenangan itu.

Kenangan indah yang tidak ingin Tunggal lupakan, justru jadi kenangan yang ingin dia kubur dalam-dalam. ia mungkin tidak akan pernah kembali ke kota ini lagi, butuh waktu untuk bisa berdamai dengan keadaan.

Ternyata benar kata orang, jangan jatuh cinta di Jogja, kisah cintanya tidak akan berakhir dengan happy ending. Jogja kota indah, yang selalu jadi saksi dua insan yang jatuh cinta lalu berpisah. Kisah cinta Tunggal semuanya berakhir menyedihkan di kota yang paling di rindukan semua orang.

Hari ini juga Tunggal akan meninggalkan Jogja dan semua kenangan di dalamnya, tidak ada alasan untuk tinggal di kota ini lagi. Sosok yang jadi alasannya tinggal bukan lagi miliknya. Kebahagiaan semu yang Tunggal rasakan, biarlah tetap tertinggal di kota indah ini.

Tunggal merapikan barang-barangnya, dan mengirimkan pesan pamitan kepada penghuni kost yang lain, ia tidak ingin berpamitan secara langsung, rasanya terlalu berat untuk mengatakan alasan kepergiannya.

Tunggal tidak ingin ada pertengkaran di kost, jangan sampai mereka membenci Banyu hanya karena Tunggal. Biarkan mereka tetap seperti biasa, lama-lama mereka juga lupa dengan Tunggal. Mereka orang asing yang tidak sengaja bertemu, tidak akan sulit untuk kembali menjadi asing.

Tunggal menatap pintu kamar Banyu untuk terakhir kalinya, tanpa berpamitan ia langsung pergi begitu saja. Saat Tunggal tengah menunggu taksi online yang di pesan nya, Banyu keluar dari kost dengan raut wajah yang menyedihkan.

"Mas, beneran mau pergi?" tanya Banyu dengan suara bergetar menahan tangis.

"Gue gak ada alasan lagi buat tinggal disini, Bay," jawab Tunggal.

"Mas, beneran gak mau kasih aku kesempatan? se-benci itu mas sama aku?" tanya Banyu.

Banyu terisak kecil, air mana yang di tahannya menetes tidak terkendali. Tunggal akan pergi meninggalkannya tanpa memberikan kesempatan untuk nya, Tunggal sudah membencinya dan tidak ingin melihatnya lagi. Seandainya Banyu bisa lebih tegas, Tunggal tidak akan meninggalkannya. Semuanya berawal dari kebodohannya sendiri, Banyu terlambat menyadari semuanya.

Tidak ada yang bisa Banyu lalukan untuk memperbaiki semuanya, ia sudah gagal mempertahankan orang yang paling dicintai. Sosoknya ada di hadapannya tanpa bisa Banyu sentuh, sekaan ada sekat yang menghalanginya untuk mendekat. Perasaan keterasingan yang menyesakkan dada, setiap kata yang meluncur dari bibir tipisnya terasa seperti anak panah yang menghujam hatinya.

"Jangan nangis, Bay. Lo harus fokus sama Dista, karena dia istri lo dan dia lagi hamil jadi butuh perhatian lebih, gue pamit, Bay," kata Tunggal.

Tunggal masuk ke taksi online, memandang Banyu yang masih menunduk di depan kost sebelum tidak terlihat lagi. Selama perjalanan ia hanya diam melamun menatap jalanan, Tunggal pergi ke kota ini dengan penuh harapan tapi sekarang dia kembali dengan perasaan sakit hati.

Rasanya menyesakkan, Tunggal kira dia akan hidup bahagia di kota ini, namun kenyataannya cukup menyakitkan. Dua kali Tunggal jatuh cinta di kota ini, dua kali pula Tunggal merasakan patah hati. Seperti memang benar ungkapan untuk tidak jatuh cinta di kota Jogja.

Sayang sekali Tunggal harus jadi salah satu orang yang tidak ingin kembali ke Jogja setelah jatuh cinta di kota ini. Kota yang membuat orang rindu, Tunggal justru ingin melupakan semua kenangan yang ada. Seandainya bisa Tunggal ingin menghapus semua kenangan yang ada.

Mulai sekarang mereka akan menjalani kehidupan masing-masing, jalan yang mereka lalui tidak lagi searah. Dua orang yang akhirnya sampai di persimpangan jalan, meski berat untuk berpisah. Dua hati yang harus terluka karena perpisahan ini, mencoba untuk tetap kuat meski berdarah-darah.

***

Rintik hujan menemani perjalanan Tunggal kembali ke Jakarta, langit seakan mengerti rasa patah hatinya. Dalam diam air mata menetes membasahi pipinya, matanya terpejam, seolah berusaha menahan rasa sakit yang menyesakan jiwa. Suasa di sekelilingnya hening, hanya suara rintikan hujan dan deru napas berat yang terdengar.

Ternyata Tunggal memang tidak baik-baik, meski sudah mencoba untuk melepaskan semuanya, rasa sakitnya tetap ada. Ia ingin kembali mengulang waktu, kembali ke masa dimana mereka masih bahagia menghabiskan waktu bersama. Waktu yang mereka habiskan memang singkat, tetapi banyak kenangan indah yang terbentuk dan melekat di hatinya.

Tunggal merasa hampa, seakan ada yang hilang setelah mereka berpisah. Ia seakan kehilangan arah, terus berjalan tanpa tujuan. Ia memandang kosong ke arah pemandangan di jendela, menghitung sudah seberapa jauh ia melangkah. Setiap jengkal rel kereta, membawanya pergi semakin jauh dari sang pujaan hati. Entah takdir akan mempertemukan mereka kembali atau tidak, Tunggal tak tahu jawabannya.

"Ngenes banget nasib gue, selalu jatuh cinta ke orang yang salah," gumam Tunggal.

"Jatuh cinta itu gak pernah salah."

Tunggal menoleh, melihat ada seorang pemuda yang baru saja duduk di sampingnya. Ia merasa malu saat ada yang mendengar perkataan melankolisnya, untungnya Tunggal sudah berhenti menangis.

"Kalo cinta gak pernah salah kenapa harus ada sakit hati?" tanya Tunggal.

"Patah hati itu muncul, karena kita jatuh cinta pada waktu yang tidak tepat dan pada orang yang salah. Jika kita jatuh cinta pada orang yang sama di waktu yang tepat, maka kita akan bahagia, bukan?"

Tunggal merenungkan perkataan pemuda tadi, sepertinya masuk akal. Seandainya dia bertemu dengan Banyu terlebih dahulu, mungkin cerita mereka akan jauh berbeda dengan sekarang. Akankah Tunggal bisa menggantikan posisi Ian di hati Banyu? atau mungkin ia bisa membuat Banyu tidak mengenal Ian dan keduanya bahagia bersama.

Suara pengumuman keberangkatan kereta terdengar, menyadarkan Tunggal dari lamunannya. Sesaat ia menoleh ke samping, pemuda yang tadi berbicara dengannya sudah menutup mata dengan headphone menutupi telinganya.

Tunggal menghembuskan napas perlahan, mencoba untuk menata hatinya kembali. Jika memang pertemuannya dengan Banyu terjadi di waktu yang tidak tepat, pasti nanti mereka akan bertemu kembali. Meski tidak mengerti bagaimana takdir bekerja mempertemukan dua hati, Tunggal yakin jika akan ada pertemuan lain lagi.

Hanya tinggal menunggu waktu kapan takdir mempertemukan mereka kembali, sekarang Tunggal harus menjalani hidup bertemakan kesepian. Perlahan Tunggal akan terbiasa, hatinya akan sembuh perlahan. Kembali mencoba untuk menata hidup yang baru, Tunggal akan menikmati semua proses yang harus dijalani, anggap saja sebagai tes dalam menuju kedewasaan. Jadikan semua cobaan yang datang sebagai pelajaran, patah hati yang ia rasakan sekarang ini jadi pengingat dan motivasi untuk menjadi lebih baik.

###

Ending

Cerita ini benar-benar ending ya gak ada lanjutannya

Kota istimewa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang