Bonus chapter

1.6K 62 20
                                        

halo semuanya, selamat membaca cerita abal-abal ini ya semoga kalian suka. Jangan lupa vote dan komen

happy reading

###

Tunggal duduk menikmati pemandangan dari jendela mobil, setelah sekian lama Tunggal akhirnya kembali ke kota Jogja. Begitu turun dari kereta Tunggal langsung merasakan perasaan De Javu, semua kenangan yang pernah dia lewati di kota ini langsung memenuhi otaknya.

Membawa perasaan rindu di hatinya, entah pada kotanya atau orang yang pernah dia kenal di kota ini. Setelah 4 tahun akhirnya Tunggal berani menginjakkan kakinya kembali di Jogja, Tunggal jadi penasaran dengan sosok Banyu yang sekarang. Apakah Banyu sudah banyak berubah atau masih kanak-kanakan seperti dulu.

"Gimana kabar kamu sekarang, Bay?" gumam Tunggal.

Setelah pergi hari itu, Tunggal berusaha untuk melupakan perasaannya pada Banyu. Tunggal berusaha untuk tidak membuka sosial media Banyu, jadi Tunggal memblokir nya. Setelah 2 tahun barulah Tunggal membukanya hanya sekedar ingin tahu, tetapi semua foto Banyu dihapus hanya menyisakan foto miliknya saja, bahkan foto profilnya hanya warna hitam.

Tunggal datang ke Jogja untuk urusan bisnis, dia ingin bertemu klien yang ingin membuka restoran bertema Jogja di Jakarta. Tunggal rela datang ke Jogja, karena klien ini bilang tidak bisa meninggalkan putranya yang berusia 4 tahun sendirian. Ia memahaminya, jadi anggap saja perjalan ini sebagai liburan juga.

"Takdir emang punya jalannya sendiri," gumam Tunggal.

Setelah memutuskan pergi, Tunggal berkata tidak ingin kembali ke Jogja untuk urusan apapun, tapi sekarang disinilah Tunggal. Di tempat paling ikonik di kota Jogja, yaitu Malioboro. Tempat dimana ia dan Banyu banyak menghabiskan waktu, duduk berdua sambil melihat orang berlalu-lalang.

Tunggal mampir ke sini sebentar sebelum bertemu dengan kliennya, ia benar-benar merasakan perasaan nostalgia saat kembali ke Jogja. Sepertinya Jogja di ciptakan saat Tuhan tengah rindu. Kota yang selalu membuat orang merindukan suasana damainya.

Pukul 10.00 WIB Tunggal pergi ke kafe tempatnya bertemu klien, sambil menunggu ia memesan segelas caramel macchiato. Tunggal melihat jam tangannya, masih ada beberapa menit sebelum waktu yang di sepakati.

"Permisi, dengan bapak Tunggal." Tunggal mengangkat kepalanya saat ada yang menyapa.

Tunggal mematung saat melihat sosok yang berdiri di depannya, sosok yang selama 4 tahun Tunggal rindukan. Banyu terlihat jauh lebih dewasa dengan mengenakan kemeja berwarna biru dan celana rapi. Jauh berbeda dengan sebelumnya, wajahnya tidak lagi menunjukkan senyum kekanak-kanakan tergantikan dengan senyum tipis penuh wibawa.

"Silakan duduk Banyu," pinta Tunggal yang sudah kembali normal.

"Kita ketemu lagi, mas," kata Banyu yang masih lembut seperti dulu.

"Iya. Sudah lama kita gak bertemu, ini anak kamu?" tanya Tunggal saat melihat anak laki-laki manis dengan mata bulat yang lucu.

"Iya. namanya Tunggal Tirta Amarta, biasa dipanggil Tirta," jawab Banyu sambil mengelus rambut putranya. Ya Banyu sudah mengaggap Tirta sebagai putranya.

Tunggal kaget saat mendengar namanya tersemat pada anak laki-laki ini, dengan pandangan tidak percaya Tunggal menatap Banyu. Namanya menjadi bagian dari anak ini, apakah Banyu gila?

Banyu tersenyum tipis saat melihat reaksi Tunggal. "Aku sengaja kasih nama ini, agar mas tau kalo selamanya mas yang jadi pemenang di hati aku," jelas Banyu

"Gimana sama Dista, dia gak mungkin setuju kan?" tanya Tunggal.

Tidak akan ada orang yang menerima jika putranya dinamai dengan nama mantan pujaan hati suaminya. Dista pasti akan sakit hati saat Banyu memberikan nama ini untuk putranya. Anak yang telah diperjuangkan dengan mempertaruhkan nyawa harus menyandang nama orang lain.

Kota istimewa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang