☺️☺️☺️~~~🌼🌼🌼~~~
Disini mereka sekarang, duduk ditempat paling pojok di kantin sekolah. Sudah sepuluh menit berlalu tapi asa dan rami hanya memandangi rora, tanpa mengucapkan satu katapun. Hanya diam seperti patung. Perasaan kecewa masih jelas mereka rasakan saat kalimat tuan kim terus terngiang ditelinga mereka dengan begitu jelasnya.
"Kenalkan ini ahyeon, saya dan kedua orangtuanya sepakat untuk menjodohkan dia dan rora"
"Haisss..memuakkan!"
Rora memberanikan diri mengangkat kepalanya saat asa tiba-tiba saja berteriak. Ia tahu keduanya masih memendam kekesalan tentang kejadian semalam. Rora menahan isakannya ketika matanya sudah semakin terasa perih. Ia tidak sanggup melihat kedua sahabatnya memandang penuh benci padanya.
"Yakkk~ Jangan menangis. Kami disini meminta penjelasan mu, bukan melihat mu menangis, haissshh!"
"Yakk! Jangan berteriak padanya" ucap rami setelah memukul kepala asa dengan pelan. Itu tindakan refleks darinya meski ia pun ingin berteriak dihadapan rora. Hanya dengan beberapa detik saja, aura mencekam langsung dapat ia rasakan, ia sadar telah melakukan kesalahan. Setelah ini, ia harus bisa mengatur refleks nya agar tidak membahayakan dirinya lagi.
"K-kita kembali kepembahasan utama" rami segera mengubah topik pembicaraan agar bisa mengalihkan perhatian asa yang masih menatapnya tajam, "ayoo cepat jelaskan" lanjut rami berusaha acuh akan tatapan maut asa.
Rora menetralkan kembali deru napasnya sebelum menjawab,"i-ini semua karna perjanjian tuan kim dengan teman masa sekolahnya saat masih duduk dibangku SMA"
Mendengar jawaban rora, asa dan rami, keduanya kompak mendecakkan lidahnya. Perjanjian orang zaman dahulu sangat konyol bagi mereka yang kini hidup di zaman modern seperti saat ini.
"A-aku tidak bisa menolak karna tuan kim mengancam akan merusak bisnis eomma jika aku menolak perjodohan ini, eonni. A-aku tidak bisa membayangkan sehancur apa eomma jika bisnis yang ia bangun dari nol dihancurkan begitu saja hanya karna ku. Hanya karna keegoisan ku"
Pecah sudah isak tangis yang sejak tadi rora tahan. Tatapan asa dan rami bertemu untuk sejenak, keduanya hanya diam memberikan waktu rora untuk menuangkan segala rasa emosionalnya. Asa yang sebelumnya masih dipenuhi rasa marah, kini diam dengan wajah yang kian melembut, menatap punggung rora yang bergetar karna isak tangisnya yang tak kunjung redah.
Tak jauh berbeda dengan rami, gadis dengan surai blonde itu menatap sendu sang sahabat yang menunduk menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia tidak bisa melihat rora yang seperti ini, dia lebih memilih rora yang galak dan selalu memarahinya dibandingkan melihat gadis itu menangis tersedu-sedu.
Selang beberapa menit, perlahan rora mengatur napasnya dan menghapus bulir-bulir air mata yang membasahi wajahnya. Dengan mata sembabnya ia menatap kedua sahabatnya yang hanya diam menatapnya.
"Jadi kau akan menerima perjodohan itu?" Asa mencoba bertanya meski nada bicaranya kali ini lebih santai.
Rora menarik napas dalam sejenak dan mengangguk sebagai jawaban singkat, "sudah ku bilang aku tidak mempunyai pilihan lain".
Asa mengangguk mengerti, ia mengepalkan tangan dibawah meja sampai urat tangannya terlihat jelas. Ia melirik sekilas rami yang menunduk menatap kepalan tangannya. Menyadari bahwa gadis itu tengah memandangnya, asa tau rami saat ini tau arah pikirannya.
"Rora-yaa"
Asa kembali menggertakan gigi sampai rahangnya mengeras. Suara yang sangat dikenalnya, suara yang sangat ia benci muncul dari arah punggungnya. Ia menoleh kebelakang mendapati pemilik suara mendatangi meja mereka dengan membawa sebuah nampan dengan tersenyum lebar. Emosinya tersulut, bayangan rora yang menangis sesenggukan beberapa saat yang lalu kini terputar diotaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FEELING LOVE [BM]
FanfictionLee dain atau yang lebih akrab dengan panggilan rora, memiliki dua sahabat bernama enami asa dan shin rami. Mereka bersahabat sejak kecil karna rumah mereka yang berdekatan. Namun tanpa mereka sadari, perasaan yang tidak harusnya ada diantara mereka...