TING TUNG !
Ayana sedang menyamar menjadi nenek tua dengan tongkat, seharusnya, sih, Alby tak akan tahu sebab dia sudah di dandani sedemikian rupa: separuh wajahnya juga ditutupi kerudung.
"Malam ni!"
Alby sempat kaget sebelum wajahnya mendatar sebab si nenek tiba-tiba saja berkata lantang sembari memajukan jari telunjuknya: sampai mengenai dagu bawahnya sehingga dia harus mendongak keatas.
Anjir, nenek siapa ini!
Ayana menarik tangannya lalu menumpunya diatas tongkat, dengan tubuh membungkuk ia berkata, "Malam ini lahil seolang budak lelaki yang sihat, kacak, tetapi belum belkahwin. anak itu ialah kau!"
Agak ngeselin dikit, tapi gapapa. Soalnya yang bilang Ayana.
Rupanya Alby tetap bisa menebaknya. Jelas saja, nenek siapa yang kakinya putih mulus menggunakan sendal bebek yang menggemaskan?
Dan yang pasti, nenek ini tak bisa huruf R.
"Omo!" Alby menutup mulutnya takjub, "Nenek ini dari kampung durian roboh?"
"Eiisshh, Bukanlah! Nenek ni dali—
dali mane yee?"
"Eeiisshh," Ayana memukul jempol kakinya dengan tongkat yang ia bawa, geram soalnya. "Degil nye!"
"Duh, salahku apa coba, nek?"
"Betuahnye budak, telus jawab!"
Alby menunduk takut, tapi sebenarnya dia sedang menahan senyum. "Minta maaf, nek."
"Sekalang, jom ikut nenek!"
"Mau kemana?"
Cit! "ADOHH!"
"Banyaklah soalan." Ayana menarik telinga si pria dewasa itu lalu membawanya pergi, Alby pun hanya bisa pasrah sembari menahan tubuhnya untuk terus menunduk selama perjalanan: supaya tangan Ayana tak keram, secara dia terlalu tinggi.
Alih-alih sakit, Alby lebih merasa geli karena telinganya sangat sensitif. Sampai tak sadar jika Ayana yang menyamar jadi seorang nenek itu membawanya masuk kedalam rumah.
PREETT!—"KEJUTAN!"
Efek kaget, Alby sampai tak bisa berekspresi apa-apa. Dalam ruang tamu–rumah Ayana–semua orang kompak tersenyum bahagia menyambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantu Untuk Mami ✔️
Humor"Waktu kamu bayi, saya yang gendong. Setelah kamu besar, saya juga yang nikahin."