"Satu, dua, tiga, em-loh?" Alby menggaruk kepalanya heran, "Kok tinggal tiga anak ayamnya?"
"Kemana, nih, satunya? Apa dimakan musang, ya?" dumelnya sembari mengamati induk dan anak ayamnya.
Tak lama perhatiannya teralihkan pada ocehan anak kecil dibalik pohon mangga, segera ia periksa dengan rasa curiga.
"Ichh, lutuna ...."
"Comel!"
Cit! Cit! C-ngek!
"HYA-AMPUN, TUYUL TUYUL KU!"
"Aduh buset, kalian apain mahluk kecil ini, hah?" segera diambilnya anak ayam yang malang itu dari si anak kecil, bayangkan saja: anak ayam sekecil itu harus berkelahi dengan dua balita kembar yang tak punya hati nuraini.
"ABI!"-"ABAH!" Dua balita laki-laki berusia lima tahun itu kompak melotot marah sambil mengibaskan tangannya kebawah.
Cit! Cit! Cit!
Alby mengangguk prihatin sembari membekap si anak ayam, mengecupnya beberapa kali, kalau bisa diterjemahkan, si ayam pasti sedang mengadu dengan tuannya. Citt~
"Kalian ini, ya! Kemarin sapi tetangga kalian lepasin, kecebong kalian masukin dalam soup, sekarang anak ayam ini mau kalian apain, hah?"
Si sulung lima menit bernama Albiru Langitana, menukikan alisnya sambil bersedekap dada. "Uh, Abah gak asik."
Alangit Albairu, bungsu pun ikut mencela sang ayah. "Iya, nich! Abi ndak asik bintang satu!"
"Panggil Papa yang benar, Biru! Jangan kayak orang susah: manggilnya Abah."
"Mang abah ndak susah?" tuding Biru, "... susah juga, sih."
"Langit juga jangan panggil Abi dong, nanti disangkanya Papa orang bener." Langit mengerjapkan matanya beberapa kali, persis seperti ibunya saat kebingungan. "Belalti Abi olang gak benel?"
Alby diam, dua anaknya juga diam. Si kembar bingung, bapaknya lebih bingung, anak gua nurun siapa, sih, bandelnya?
"Ey! Tapi kalau kalian manggilnya beda, nanti orang pikir kalian punya dua Papa."
Diluar prediksi, kedua putranya malah berbinar-binar. "Mau, mau! Biyu mau punya abah lagi!"
Kembaranya juga ikut mengangguk semangat, "Nanti abi balu na buat Angit. Abi yang ini buat mu aja!"
Biru mendelik tak suka, "Buat kamu, lah! Aku nda mau yang ni!"
Pria berkepala empat itu ikut mendelik juga, persis seperti putranya-atau puranya yang mirip dia? Aih, Alby ingin rasanya melahap dua bocah ini.
"Ohh, gitu ya, kalian ....
Oke! Papa gak like! Awas ya, kalau nanti malam kalian minta bobok sama Mama-Papa seret kalian keluar.""Hoah? Isch, jahatnya abah!" Langit menatap kembaranya dengan serius, "Abang! Bilang ssesususs-"
"Ses apa, ya, abi?" tanyanya pada sang ayah. "Sesuatu?"
"He'um! Sesusssu tu! Cepat!"
Biru mengangguk, kemudian menatap tajam orang dewasa dihadapannya. "Awas ya, kalau abi mamam nenen na Mama, Biyu sepet nanti!"
Oups!
"Hu'um, nanti abi kita sepet!"
Slepet kali, ah.
Alby panik, bukannya takut di slepet sang anak, tapi karena sang anak bicaranya terlalu besar takut tetangga dengar. "Apasih, papa gak nenen, kok! Papa 'kan sudah besar," elaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantu Untuk Mami ✔️
Humor"Waktu kamu bayi, saya yang gendong. Setelah kamu besar, saya juga yang nikahin."