Zaman kegelapan

9 3 0
                                    

Diary sang musafir:

"Salah jika kita harus melupakan masa lalu dan fokus pada masa kini. Nyatanya, masa lalu itu akan menjadi umpan atas apa yang kita lakukan pada masa kini untuk masa depan kita yang lebih baik lagi. Takdir mungkin menjadi hal terberat yang harus kita hadapi, tapi aku yakin bahwa di balik takdir itu, Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang terbaik yang tak pernah kita duga. Itu kan yang dia katakan dan terus menjadi pilar dalam kehidupanku. Entah bagaimana nanti aku bisa terbebas dari belenggu zona nyamanku sendiri, tapi bukan kah dia telah menunjukkan kepadaku cara terbaik sebagaimana Jibril menunjukkan kepada Muhammad hal yang lebih dari itu?"

———

Suasana terlihat begitu canggung di antara kami kala kami berkumpul di Deacon's House dan menikmati sarapan pagi kami bersama. Tempat authentic ini berada di 304 Lawnmarket yang bertepat di kota tua Scotland di jantung kota Edinburgh. Beberapa orang tampak berlalu lalang di sepanjang jalan utama kota ini, sesekali aku melihat mereka mengajak hewan peliharaan mereka berjalan-jalan, atau bahkan anak-anak yang berlarian di trotoar dengan riangnya mengingat bahwa hari ini adalah hari sabtu pagi. Aku menunduk menatap buku-buku jariku yang pucat di antara cangkir coklat panas yang hangat dan menenangkan.

"Aku mungkin pernah menceritakan bahwa kota ini adalah pemimpin di Zaman Penerangan, salah satunya Edinburgh University," ujar Yusuf memecah keheningan di antara kami.

Perlahan aku mulai mengangkat pandanganku menatap sosoknya dengan sorot mata yang sama, tajam dan lembut. Senyuman itu telah kembali beserta dengan Yusuf yang aku kenal dengan penuh kebijakan dan kewibawaannya. Mungkin kini dia telah menenangkan dirinya dan mengontrol emosinya setelah beberapa saat ia merasakan penyiksaan batinnya kala aku mendapatkan panggilan dari Zhafira.

"Tapi siapa sangkah bahwa Edinburgh bahkan Eropa pernah mengalami Zaman Kegelapan," tambahnya.

"Bagaimana bisa? Bukan kah ilmuwan-ilmuwan besar berasal dari Eropa?" Tanya Aliyah dengan rasa ingin tahunya.

"Betul Aliyah. Tapi sejarah pernah mengukir Zaman Kegelapan di benua ini."

Mata kami lantas tertuju pada sosoknya yang masih menunduk menatap cappuccino hangatnya dengan senyuman merekah yang indah.

"Mungkin kalian pernah mendengar sejarah runtuhnya kaisar Byzantium Romawi," ucap Yusuf.

"Pada masa Mehmed II di tahun 1453?" Tanyaku.

"Betul Dhaniya. Tapi jauh sebelum itu terjadi umat islam telah menguasai separuh dari dunia selama 500 tahun. Jauh kebelakang dimana telah lahir banyak ilmuwan hebat pada masanya. Ketika ilmuwan Arab seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, Ibnu Jabir, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan ulama' lainnya mengajarkan kepada dunia arab dan dunia barat tentang ilmu kedokteran, farmasi, arsitektur, falak, dan sastra. Di masa itu lah Eropa mengalami Zaman kegelapan. Dan setelahnya Zaman ini sering disalahartikan untuk merujuk pada periode setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat sekitar abad ke-5 hingga abad ke-10 Masehi di Eropa. Kejatuhan Romawi Barat menyebabkan kekacauan dan ketidakstabilan di Eropa. Sistem pemerintahan dan perdagangan yang terpusat runtuh, dan banyak kota-kota penting hancur. Padahal sejarah yang telah disembunyikan merujuk jauh ke masa sebelumnya."

"Jadi apa yang terjadi pada Timur tengah sendiri?" Tanya Aliyah yang menarik indah senyuman Yusuf yang semakin merekah.

"Pertanyaan yang bagus Aliyah."

"Rupanya kamu sama ingin taunya dengan Zhafira," gumam Zayn dingin yang membuat Yusuf semakin merekahkan senyumnya.

"Timur Tengah memiliki peradaban yang jauh lebih tua dan kontinu dibandingkan Eropa Barat. Peradaban-peradaban besar seperti Persia, Bizantium, dan Islam terus berkembang dan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan budaya. Islam, yang muncul di abad ke-7, memainkan peran sentral dalam perkembangan Timur Tengah. Agama ini mendorong pendidikan, ilmu pengetahuan, dan seni, sehingga memicu periode keemasan di berbagai bidang. Timur Tengah menjadi pusat pertukaran budaya dan ilmu pengetahuan antara berbagai peradaban, termasuk Persia, India, dan Cina. Hal ini mendorong inovasi dan perkembangan di berbagai bidang. Namun setelah itu, periode kekacauan mulai datang."

"Sekacau apa?" Tanya Aliyah dengan mata berbinarnya yang ingin tau.

"Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium), Timur Tengah mengalami beberapa periode kekacauan dan perang. Namun, periode ini relatif singkat dibandingkan dengan periode keemasan yang mengikutinya. Hal tersebut meminculkan adanya invasi Mongol ke Timur Tengah. Invasi Mongol pada abad ke-13 menyebabkan kerusakan besar di banyak wilayah Timur Tengah. Namun, peradaban Islam berhasil bangkit kembali setelah periode ini."

"Apa tujuan Mongol melakukan invasi Suf?" Kali ini aku mulai buka suara pada sejarah menakjubkan yang laki-laki tampan ini ceritakan dengan begitu tegasnya.

"Baitul Hikmah."

"Perpustakaan bersejarah itu?" Gumam Zayn dengan dinginnya.

"Benar. Baitul Hikmah, atau Rumah Kebijaksanaan, adalah sebuah pusat pembelajaran dan penelitian Islam yang sangat penting pada masa keemasan Islam. Didirikan di Baghdad pada abad ke-8 oleh Khalifah Harun al-Rashid, Baitul Hikmah menjadi pusat terjemahan dan pengembangan ilmu pengetahuan dari berbagai peradaban, seperti Yunani, Persia, dan India. Banyak buku-buku dari ilmuwan islam terdahulu yang tersimpan rapat dalam perpustakaan tersebut. Penghancuran Baitul Hikmah yang paling terkenal terjadi pada tahun 1258 saat Baghdad jatuh ke tangan pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Ketegangan antara dunia Islam dan Mongol yang berlatar belakang budaya dan agama yang berbeda menciptakan suasana yang tidak kondusif. Beberapa pemimpin Mongol juga memiliki pandangan negatif terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan non-Mongol, sehingga mereka tidak menghargai pentingnya Baitul Hikmah. Selama penaklukan, pasukan Mongol melakukan penjarahan dan pembunuhan secara besar-besaran. Banyak ilmuwan dan sarjana yang tewas, dan koleksi buku dan manuskrip yang tak ternilai harganya dihancurkan atau hilang. Konon katanya mereka menenggelamkan buku-buku itu di Sungai Tigris, tapi beberapa pendapat mengatakan bahwa mereka menenggelamkannya di laut yang disebut sebagai laut hitam, hal tersebut juga menjadi alasan penamaan "laut hitam" yang disebabkan oleh lunturnya tinta-tinta dari buku tersebut sehingga menjadikan airnya bewarna hitam, walaupun belum ada sejarah pasti bagaimana Mongol mengancurkan buku dan manuskrip tersebut."

"Lalu setelahnya?"

"Muncul lah bani-bani hebat seperti Ayyubiyah yang mengembalikan masa keemasan islam di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi dan di tahun 1453...."

"Mehmed II hadir sebagai pilar dari perampasan Konstantinopel," sahutku dengan penuh kekaguman.

"Tepat sekali Dhaniya. Di banyak masa itu ketika kita tarik garis menuju ke benua Eropa, kamu akan menemukan sejarah yang terkait dari Zaman kegelapan Eropa hingga kini Eropa menduduki Zaman Keemasan."

"Lalu kenapa kamu menceritakan sejarah itu Suf?" Tanyaku.

"Karena semuanya ada masanya. Mungkin sekarang kita akan mengasumsikan bahwa ini lah Zaman kegelapan bagi umat kita mangingat dimana kia berada, di pusat Zaman penerangan di Eropa. Tapi Dhaniya, segala sesuatu ada masanya, tak selamanya umat kita berada di bawah, kita juga pernah berada di atas. Dan janji Allah untuk mengembalikan Zaman Keemasan itu pasti terjadi. Lantas kenapa kita harus meyakini janji makhluk ketika janji Allah lebih besar dari itu?"

Aku menunduk piluh, ada kebenaran yang Yusuf katakan. Mungkin itu lah jawaban atas segala pertanyaanku selama ini tentang banyaknya garis takdir yang membelengguku.

I am not MarionetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang