Diary sang musafir:
"Tuhan, cahaya ini gemilang di tengah redupnya harapanku. Lantas salah kah aku jika aku meredupkan rasa indah itu selamanya dan menyimpannya dalam sebuah kenangan? Orang bilang kita bisa memafkan, tapi tidak melupakan. Namun ingin rasanya aku melupakan segalanya dan kembali memulai dari awal. Menjadi sosok yang baru tanpa harus menoleh ke sosokku yang lama yang tertinggal jauh di belakang. Aku terlalu takut. Lantas, izinkan aku untuk tetap menjadi lentera kecil yang akan selamanya menyala di antara gemilangnya kota cahaya ini."
———
Aku terkesima kala tatapanku tertuju pada sebuah koridor luas yang bergaya klasik di salah satu sayap Louvre. Nuansa Roma sangat terlihat dengan banyaknya lukisan di dinding-dinding bangunan hingga langit-langit bangunan yang dihias sedemikian rupa bergaya gothic. Lampu-lampu gantung khas abad pertengahan menghiasi sepanjang koridor indah ini dengan begitu megahnya. Patung-patung kaisar Romawi menunjukkan tegasnya bangunan yang dulunya adalah benteng dan istana ini.
"Jadi, Axel," ucap ramah Zarel, "kamu melanjutkan pendidikan di Paris?"
"Oui, aku melanjutkan di Institute Polytechnique de Paris," balas Axel.
"Design?" Tebak Zarel.
"Oui, teknik sipil."
"Make sanse."
Aku terdiam mendengar perbincangan dua sosok ini kala Zarel kembali tersenyum kepadaku saat aku masih dengan DSLR-ku menikmati tiap sudut bangunan nan megah ini. Mataku tak luput aku palingkan dari setiap detail yang menyuguhkanku sebuah bangunan indah bergaya gothic ini. Sesekali aku melihat detail lukisan yang terpajang di sana, sesekali pula mataku menjelajah koridor panjang sayap bangunan ini yang berhiaskan banyak hal yang tak akan bisa aku ucapkan dengan kata-kata.
"Mau melanjutkan perjalanan kita?" Tanya Zarel semangat.
"Mau kemana?" Tanyaku.
"Mau ikut aku bertemu kenalan di Seine River?" Tawar Axel ramah.
"Bagaimana Dhaniya?" Terus Zarel.
"Boleh."
Lantas kami berjalan meninggalkan bangunan yang terletak di jantung kota Paris ini menuju indah pesona Seine River sebagaimana yang Axel ucapkan.
"Jika kamu berpikir bahwa Paris tidak akan menjadi Paris tanpa Eiffel, kamu salah Dhaniya. Paris bukan lah Paris tanpa adanya Seine River. Sebagaimana Mesir bukan lah Mesir tanpa ada Sungai Nil," ucap Zhafira kala itu.
Lantas kami berjalan ke arah tepian Sungai Seine. Ini mungkin bukan lah pusat dari sungai ini sebagaimana yang aku lihat berada di sebelah Eiffel Tower dan menghiasinya dengan sangat indah. Butuh waktu sekitar 10 menit hingga kami benar-benar berada di tepi Sungai Seine yang dimana banyak kedai makanan kecil yang berjajar di sana dengan begitu rapi. Sesekali aku menikmati suasana siang hari nan terik namun sejuk ini, dengan pantulan matahari yang mengarah pada tenangnya sungai ini.
"Let's have a seat there," Zarel mengajakku untuk duduk di salah satu bangku taman yang kosong kala Axel izin meninggalkan kami sejenak untuk menemui kenalannya.
Kami lantas duduk di salah satu kursi taman dan menatap indah Seine River yang berhiaskan pemandangan kota dengan bangunan khas bohemia di seberang sana. Lirih angin berhembus menerpa khimar dan cadarku kala mataku menatap lurus ke seberang sana. Menatap indah banyak orang yang berlalu lalang atau hanya sekedar mengajak jalan-jalan peliharaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am not Marionette
Roman d'amourTantangan adalah hal yang selalu aku hindari dalam hidupku. Hal itu membuatku harus merasakan banyak penyesalan yang tak ingin aku ulang kembali. Mataku menatap bangunan kokoh ini dengan banyaknya sejarah masa lalu yang membuatku segan dan merasa hi...