Boston Dan Kisahnya

5 3 0
                                    

Diary sang musafir:

"Percayalah dunia itu indah jika kita menghargainya, hidup kita itu mudah jika kita mencintainya, harapan kita itu nyata jika kita mempercayainya, dan bayangan itu akan sirna jika kita yakin akan takdir-Nya. Ini bukan tentang hidupku. Ketika aku berpikir bahwa aku adalah pemeran utama di setiap skenario, sahabatku selalu menamparku dengan kata-katanya, 'Pemeran utama dalam setiap kisah kita adalah Tuhan, karena Dia adalah pemilik skenario hidup kita.' Kini aku sadar makna kata itu, bak diriku kala mendengarkan kisah sang penyandang nama dan padang pasir, itu bukan lah hanya suatu kebetulan saja, tapi sebuah rancangan skenario indah yang ditulis tangan oleh Tuhan."

———

Empat hari sudah aku menghabiskan waktu di ibukota Scotland ini. Selain menghabiskan waktu untuk melakukan penelitian di Edinburgh University, sesekali aku menikmati indah kota ini hanya sekedar berjalan santai di Royal Mile, Victoria Street, New Town, Dean Village, atau sekedar berdiam diri dan menikmati pemandangan di Leith. Sesekali aku berjalan-jalan dengan Kalea atau Shania yang memanduku dan 3 hari lagi sebelum aku meninggalkan kota tua ini dengan sejuta kisahnya.

Aku termenung menatap deretan rak penuh makanan dan kebutuhan sehari-hari di Maqbools Halal Supermarket yang berlokasi di 36 Potterrow, Newington.

"Kamu tau Dhaniya, kenapa terkadang segalanya terasa rumit?" Tanya Zhafira 2 tahun yang lalu kala kami sedang berbelanja di CambridgeSide yang berlokasi di 100 First St Cambridge, MA, dekat dengan Lechmere Canal Park dan Harvard University.

"Karena memang begini lah hidup, bukan kah roda selalu berputar?" Balasku pelan sembari menatap sahabatku yang tengah memilih beberapa sayuran.

Lantas Zhafira tersenyum simpul menanggapi ucapanku sebelum meletakkan bunga kol ke dalam keranjang belanjaan kami.

"Mungkin benar," balasnya.

"Mungkin?"

Zhafira mengangguk pelan. Lantas setelah kami membayar belanjaan kami, Zhafira mengajakku berjalan di sepanjang Cambridgeside sembari menikmati indah jalanan yang tertutup oleh dedaunan kering mengingat bahwa kala itu adalah musim gugur. Lantas Zhafira mengajakku untuk memasuki Toscanini's Ice Cream yang berada di 159 First St Cambridge, MA. Aku memesan Belgian Chocolate Ice Cream ketika Zhafira memesan B3 Ice Cream tapi bukan merujuk pada kata "B*bi" melainkan singkatan dari "Brown butter, Brown sugar, and Brownie."

"Jadi Dhaniya," ucapnya kala kami duduk di dekat jendela kaca lebar yang menampakkan pertemuan 2 jalan yakni Cambridge St dan Rogers St.

"Kadang hidup itu terasa rumit ketika kita tidak mengatasnamakan Tuhan dalam setiap aspek."

"Kenapa kamu tiba-tiba mengatakan hal itu, Zhaf?"

Zhafira kembali tersenyum kala tiba-tiba suara lonceng dengan begitu nyaringnya terdengar memenuhi jalanan ini.

"Halleluya," suara seseorang berteriak dengan riangnya.

"Dia adalah pastor John dari The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints," ucap Zhafira kala menunjukkanku kepada seorang laki-laki paruh baya yang menggunakan tongkat dan berjalan ke arah Rogers St dengan riangnya.

"Dia tampak bahagia," gumamku.

"Bahkan seseorang yang bukan dari umat kita akan merasakan indah kehidupan jika mereka menggantungkan segalanya kepada Tuhan mereka. Semua ini tentang keyakinan, Dhaniya. Mungkin mereka berpikir bahwa Tuhan mereka adalah Yesus, tapi percaya lah bahwa di setiap hati dan pikiran mereka selalu merujuk pada Tuhan yang senantiasa mengajarkan kepada kita semua tentang sebuah kehidupan."

I am not MarionetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang