Diary sang penyair:
"Aku akan memilih untuk diam dari pada melakukan hal yang bodoh, memang benar begitu. Tapi terkadang diam itu justru hanya akan mengekangku dalam akara tak terbatas, sunyi, dan gelap. Aku selalu berteriak dalam batinku untuk bebas, tapi aku hanya terbelenggu dalam kesedihanku sendiri. Benar kata temanku untuk melakukan sedikit hal bodoh demi keluar dari zona nyamanku tanpa keluar dari batas dimana aku berada, tapi aku tak bisa. Aku tak seberani itu melakukannya."
———
Aku menatap sosoknya kami berjalan di sepanjang Royal Mile. Aku akui bahwa Royal Mile tak jauh berbeda dengan Rue Mazarine di Paris. Namun jalanan yang berada di jantung kota Edinburgh ini terasa jauh lebih tradisional dibandingkan dengan Rue Mazarine. Beberapa orang yang berlalu lalang dengan menggunakan coat panjang mengingat Edinburgh yang mendung membuatku seakan kembali menjelajah struktur Bohemia yang sesungguhnya di dataran Eropa.
"Kamu masih di Yaman?" Tanyaku pelan kala kami berjalan di sepanjang Royal Mile.
Sesekali kami berhenti untuk melihat-lihat aksesoris khas kota bersejarah di pusat Scotland ini, atau sekedar mengambil sudut kota yang dipenuhi dengan bangunan khas gothic berbatu hitam dengan menara-menara menjulang yang kembali mengingatkanku pada cerita Axel mengenai sejarah yang disembunyikan.
"Aku sudah pindah ke Turki dan ingin mengambil double degree di Edinburgh, itu lah kenapa aku ke sini dan bertemu kalian," balas Yusuf masih dengan ketenangan yang sama khas sosoknya.
"Agar lebih dekat dengan Zhafira?"
Laki-laki tampan ini menggeleng pelan.
"Karena Edinburgh University."
"Serius?"
"Iya, Dhaniya," sosok itu tersenyum indah sembari terus menatap gedung-gedung khas gothic di sepanjang Royal Mile.
"Kenapa kamu tiba-tiba tertarik dengan Edinburgh University? Apa karena Zhafira?"
Yusuf kembali merekahkan senyumannya, mata tajamnya menatap langit mendung Edinburgh dengan kilatan indah di balik manik matanya kala aku menyebut nama sahabatku. Sekagum itu dia dengan sosok Zhafira.
"Itu memang benar, tapi bukan alasan utamaku datang ke tempat ini."
"Lalu?"
"Sejarah mengagumkan membawaku ke kota ini."
"Sejarah apa?"
"Toleransi Edinburgh terhadap umat kita."
Aku terdiam menatap sosoknya yang masih berjalan dengan tatapan yang dia tundukkan dengan teduh.
"Edinburgh dan negara-negara Islam memiliki hubungan yang jauh lebih kompleks dan luas daripada yang mungkin terlihat pada pandangan kita. Meskipun tidak ada catatan sejarah yang mendetail tentang hubungan langsung antara Edinburgh dan kerajaan-kerajaan Islam pada masa lalu, namun pengaruh Islam telah terasa di kota ini melalui berbagai cara," jelas Yusuf yang membuatku mengamati setiap detail Royal Mile.
"Seperti apa?"
"Islam telah menunjukkan dirinya di kota ini," gumamnya, "kamu lihat disana, Dhaniya."
KAMU SEDANG MEMBACA
I am not Marionette
RomanceTantangan adalah hal yang selalu aku hindari dalam hidupku. Hal itu membuatku harus merasakan banyak penyesalan yang tak ingin aku ulang kembali. Mataku menatap bangunan kokoh ini dengan banyaknya sejarah masa lalu yang membuatku segan dan merasa hi...