19. Toxic Attraction

12K 830 358
                                    

[Happy Reading]
Maaf baru nimbul, makasih banyak buat yang masih nungguin 🫵🏻🫶🏻

....

Anara melilitkan kain kasa di lengan kanannya, gadis itu menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya berulang kali. Memiringkan wajahnya ke samping, guna mengigit ujung kasa tersebut untuk ia ikat menjadi simpul mati.

Selesai, gadis itu menunduk, kepalanya mendongak menghadap cermin yang ada di dalam kamar mandinya. Tangannya dengan kasar menghapus jejak air mata yang ada di sudut matanya, lalu turun ke sudut bibirnya yang terdapat memar kebiruan. Bibirnya telah pucat pasi, keringat mengalir deras membasahi tubuhnya.

"ANAK HARAM, BUKA PINTUNYA!!" Badan Anara langsung menegang mendengar teriakkan itu, suara itu berasal dari Fahri. Di tambah gedoran pintu kamarnya yang terdengar kencang, membuat nafasnya tersendat. Anara bisa mendengar suara Mira yang berusaha menghentikan kegilaan suaminya itu.

Anara dengan ragu melangkah pelan mendekati pintu kamar mandinya. Kepalanya menyembul sedikit, mengintip di balik pintu tersebut. Menggigit bibirnya kuat melihat engsel pintu kamarnya yang hampir terlepas dari tempatnya. Anara dengan pelan melangkah keluar, jantungnya berdegup kencang.

Seakan tersadar, ia berhenti melangkah. Matanya memandang pintu yang hampir rusak itu dengan tatapan kosong. Perlahan tapi pasti, kakinya melangkah mundur secara perlahan.

Kepalan tangannya mengerat. Anara memutar tumitnya, berbalik berjalan cepat menuju jendela kamarnya yang terbuka. Seakan takdir tak berpihak padanya, gadis itu seakan lupa caranya berpikir jernih dalam keadaan seperti ini.

Suara jendela kaca yang terlepas dari tangannya terdengar kencang. Tanpa berpikir panjang, kaki itu berlari dengan kencang meninggalkan halaman rumah Fahri. Kepalanya menoleh ke belakang ketika mendengar suara teriakan marah dari Fahri yang sudah berada di depan pagar rumahnya.

Anara bahkan bisa melihat tantenya, Mira. Menangis kencang di belakang tubuh suaminya. Tetapi tangan wanita itu menyuruhnya agar tetap berlari menjauh dari mereka. Mira memeluk tubuhnya sendiri melihat keponakannya itu berlari terpincang-pincang tanpa alas kaki. Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang.

Anara menganggukkan kepalanya. Tanpa menoleh lagi, gadis itu berlari kencang meninggalkan area rumahnya. Tak bohong, rasanya sakit,
air matanya kembali merembes keluar tanpa bisa di tahan lagi. Merasa sudah menjauh dari area komplek perumahannya, Anara memilih mengistirahatkan dirinya di pinggir jalan yang gelap.

Tak peduli pada orang lain jika melihatnya sekarang. Duduk di bawah pohon bambu yang rimbun, serta masih memakai seragam sekolahnya di kegelapan malam. Demi Tuhan! Dia tak peduli lagi, lagian mereka juga tak akan memperdulikannya.

Bibir itu meringis, tangannya mengangkat telapak kakinya yang terasa sakit akibat tak memakai alas selama ia berlari tadi. Tangan itu mengelusnya lembut sambil meniup-niup nya berulang kali. Setelah itu, Anara menggerak-gerakkan lengan kanannya yang terasa sakit dan pegal.

Fahri, sialan! Akibat tadi ia mendapatkan dorongan keras dari pria itu. Tubuhnya terjatuh, membuat bahu kanannya terlebih dahulu menghantam ujung meja yang lancip, menghasilkan luka goresan yang cukup dalam.

"Aduh anjing! Jangan-jangan tangan gue patah lagi!" celetuk Anara, meringis kesakitan. Memegang bahunya yang terasa amat sakit itu. "Nggak! Lebay amat, nggak patah kok, Nar."

Anara berdiri tegak, menegakkan tubuhnya. Ia berjalan dengan pincang, meninggalkan tempat gelap itu. Sekarang, ia masih memiliki satu tujuan, yaitu menemui Diva yang kemarin sempat mengajaknya menerima tawaran sebagai pelayan pesta di sebuah hotel mewah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GEONARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang