05. Butterfly

22.2K 976 38
                                    

"Temenin kencing yok," ucap Anara memohon pada Thea.

Thea yang sedang menulis, melototkan matanya. "Boleh, tapi satu jam lagi ya," balas Thea, membuat Anara mengeluh mendengarnya. Dari satu jam yang lalu, sahabatnya itu terus mengucapkan kalimat tersebut.

"Bilang aja lo gak mau nemenin!" ketus Anara, berdiri dengan cepat sehingga membuat kursi yang ia duduki bergeser, mengundang pasang mata untuk melihat. Bahkan sampai menubruk meja di belakangnya.

Thea menatap pergerakan sahabatnya itu, yang berdiri tak nyaman di dekat meja guru, meminta izin pada guru pembimbing. Lalu Anara berlari terbirit-birit keluar kelas. Thea berdiri, ingin menyusul.

Gadis itu sampai di toilet khusus perempuan, telinganya tertempel di pintu salah satu bilik toilet. Hanya terdengar air yang mengalir dan suara isakan perempuan.

"Nar, gua minta maaf," seru Thea merasa bersalah.

"Anara, kamu oke?" tanya Thea lagi, kali ini tak lagi terdengar suara isakan.

"Nara, aku minta maaf. Coba buka pintunya, kamu sakit kah?" Thea menggedor-gedor pintu tersebut dengan brutal.

"Nara, jangan sampe aku teriak ini ya".

"Anara, jangan gini, aku minta maaf." Nada suara Thea sudah berubah, ingin menangis.

Ternyata ampuh, suara kunci pintu terdengar. Pintu terbuka lebar, Thea terkejut melihat penampilan Anara, wajahnya memerah karena menangis, bajunya terkeluar dari roknya. Ia masuk dengan tergesa, tangannya mengguncang bahu Anara, khawatir.

"Lo kenapa anjir?!" tanya Thea panik, perempuan itu hampir menangis melihat keadaan sahabatnya. Ia takut Anara habis kecelakaan diperkosa misalnya.

"Lo kenapa, Nar?!" Thea mengguncang bahu Anara kencang, membuat tangis Anara kembali turun.

"KENAPA?!" Kali ini Thea berteriak di depan wajah Anara.

"Aku kencing di celana..." jawab Anara, menundukkan kepalanya malu. Thea reflek melihat kearah rok Anara.

"Iihh anjir!" seru Thea, dengan reflek mundur. Tanpa sadar, membuat tangis Anara bertambah kencang. Gadis itu sangat merasa malu.

Thea memijit pelipisnya pusing, tangannya menepuk-nepuk kepala Anara lembut. "Sudah-sudah, lo bersihin, gua mau ke koperasi dulu." Anara menganggukkan kepalanya mengerti, sambil tangannya terus mengusap air matanya.

Thea keluar dari bilik toilet tersebut, tapi langkahnya terhenti.

"Thee..."

"Iya?"

"Terima kasih banyak yaa, selalu ada buat aku," tutur Anara, kepalanya menyembul keluar.

"Nanti gue panggil yang lain, biar nemenin lo disini, ngeri gua ntar lo di perkaos mumun lagi," ejek Thea, padahal dalam hatinya rasanya ingin menangis ketika Anara mengucapkan kalimat tersebut.

Dia dari kedua sahabatnya yang lain, maksudnya ketiga, kurang Alesha yang masih menempuh pendidikan di luar negeri. Dia lah orang yang paling lama bersahabat dengan Anara, bahkan dari mereka menduduki tingkat taman kanak-kanak. Jadi, kisah seluk beluk Anara, Thea sudah hapal sejak lama.

...

"Mangkanya, jangan suka panikan. Gue biarin tadi, biar lo bisa ngontrol diri lo sendiri," omel Thea, tangannya menarik resleting rok baru Anara, walaupun terlihat kebesaran di badan Anara.

Fayra yang bersedekap dada di ambang pintu, ikut menyahut. "Jangan di marahi terus Thee, gapapa perlahan-lahan aja."

"Gapapa Thee, marahi aja anaknya, bandel banget," sahut Cici memanasi suasana. Tangannya mengambil ikat pinggang di tangan Anara, mengambil alih memasangkannya.

GEONARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang