WINTER

369 42 5
                                    






Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!


















Kesempatan untuk orang yang mencari kesempatan, kesempatan membawa keberuntungan untuk yang mendapatkan. Itulah yang tengah Inka dapatkan, tak hentinya sejak tadi ia menyeringai dalam hati.

Wajahnya tampak berseri- seri, jackpot untuk si gila. Hari ini Inka bukan hanya mengetahui tempat tinggal Winka, tetapi juga memiliki alasan untuk menginap, Mimi atau Nami, adiknyalah alasannya.

"Mobilmu mana, kakak gak liat ada di sini?"

"Aku tinggal di rumah, mau naik ojol aja aku, Kak."

"Kak Karina." Winka yang baru kembali mengambil piring ikut masuk pada obrolan kakak beradik itu. "Kasih aja motornya ke Mimi, Kak."

Mimi, gadis manis itu mengkerut mendengar panggilan Winka pada kakaknya, pasalnya tak seorang pun di ijinkan memanggilnya Karina. Otaknya banyak sekali pertanyaan tersimpan, tetapi mungkin lain kali, lagipula dirinya tak ingin mengganggu kakaknya yang terlihat sedang berbahagia.

Winka membagi piring, Inka menerima bagiannya, "Tadi Kamu pulang kerumah?"

Mimi menerima piringnya dan mengangguk, "Cuma ambilin barang- barang sama ninggalin mobil aja."

Winka membuka box martabak miliknya juga milik Inka sembari mendengarkan obrolan mereka, sesekali melirik Mimi lalu Inka.

"Ya udah." Inka mengambil martabak milik Winka, "Kamu pake aja motor yang kakak bawa kesini."

"Terus Kak Inka pulangnya gimana?"

"Malem ini gue nginep, besok baru anterin gue kerja. Kalo gak, aku bisa naik taksi."

Tak hanya Winka, Mimi juga terkejut dengan rencana mendadak Inka. Dua sahabat itu saling pandang lalu sama- sama menoleh pada Inka yang mulai memasukan makanan kemulutnya.

"Tapi kamarku belum di beresin, Kak." Jujur Mimi, si pemalas yang baru saja pindah.

"Gak pa-pa, ato aku bisa tidur di kamar Winka."

Ucapan ngawur membuat Winka tersedak, membuat hidungnya perih selagi tadi ia meminum soda.

Inka panik, Mimi panik, semua panik, Janu dan Julia yang baru tiba juga ikut panik. Kulit wajah Winka yang begitu putih sampai memerah.


















Inka melihat punggung seseorang berada di dapur, seseorang yang memperkenalkan dirinya dengan nama Joanne. Inka mendekatinya, lebih tepatnya tujuan Inka untuk mengambil air minum di sebelah Janu.

Bukannya tak menyadarinya, gadis tomboy itu ingin Inka yang memulai obrolan terlebih dulu. Janu, kurang menyukai Inka, menurutnya wanita ini begitu angkuh dan hanya bersikap lembut pada Winka dan Mimi saja, mencurigakan baginya.

"Udah berapa lama Kalian tinggal di sini? Maksudku Winka."

"Kenapa memang?" Kalimat tanya bernada sinis juga mata menyipit curiga.

Inka diam, Inka mengerti, orang di depannya ini sulit, tak bersahabat. Mereka saling memberi tatapan tajam, mereka sama- sama tak menyukai satu sama lain.

"Jangan deketin Winni." Ultimatum dilayangkan pada seseorang yang baru ia kenal.

"Apa urusanmu?" Tentu saja si gila tak mau mengalah, apalagi tanpa alasan.

"Gue kakaknya."

"Apa buktinya?" Apalagi dengan alasan tak jelas.

"Semua yang ada di rumah ini adalah keluarga."

LIMERENCE (WINRINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang