SHIT!

643 59 8
                                    





Ingat ini hanya fiksi, semua muse tidak ada sangkut pautnya dengan tokoh di dunia nyata!


















Langkahnya terburu seolah di kejar waktu, padahal tungkainya tak memasuki tempat kerjanya, namun tempat lain.

Sungguh wanita gigih, atau wanita tak tahu malu pikir orang lain.

Aneh bagi Inka sendiri, tak pernah dirinya dibuat sepenasaran ini kepada orang lain. Bagaimana suara gadis itu terus menerus menjajah otaknya, terus terngiang-ngiang, membuatnya tak bisa memejamkan mata barang sejenak.

"Winka mana?"

Wanita gila.

Seorang staf terlonjak saat ada seseorang menghadang jalannya, bahkan jantungnya hampir saja copot melihat wajah menyeramkan Inka.

Wajah judes dengan mata panda terlihat, visual sempurna untuk menakut-nakuti seseorang dipagi hari.

"Win, Winka?" Tanya ulang staf itu dengan tergagap, tentu saja ia masih shock.

Hanya deheman yang ia dapat serta satu alis terangkat dari wajah cantik Inka, namun judes. Lihat, betapa arogannya wanita ini.

"Mung, mungkin ada di kampus..." jawab orang itu masih tergagap, "Atau masih di rumah."

"Dimana rumahnya?"

Apakah Inka tahu kalau sikap gigihnya membuat orang lain takut?


"Maaf, tapi sudah saya katakan kemarin. Staf tidak diijinkan memberitahu informasi pribadi."

Julia hadir ditengah keributan yang hampir Inka buat. Percaya saja, kalau sampai ia tak mendapat jawaban, mungkin dia akan bertahan disini sampai bisa kembali bertemu gadis yang dia cari.

Menggerutu dalam hati tak bisa melawan, bukan tak bisa melawan, hanya saja jika dia bersikeras maka bisa jadi dirinya akan ada di black list, yang berujung tak bisa menemui gadis yang suaranya menggema dikepala.

Menyerah, otaknya memaksanya menyerah. Inka melengos pergi tanpa pamit. Paginya dibuat dongkol duluan.

















Yang satu dengan mie ayam, yang satunya lagi membawa batagor, 2 gadis kuliahan berjalan beriringan menuju bangku yang sekiranya kosong, berharap juga tak terlalu berisik nantinya, mengingat ini jam waktu makan siang.

Duduk terlebih dulu, meletakan batagor disusul esteh manis, si gadis manis tersenyum pada teman makan siangnya kali ini.

"Winni... makasih deh, mau nemenin gue." Mata bulatnya berbinar pada teman baru.

"Ngapain makasih, deh?" Kekeh Winka yang dipanggil Winni, nama panggilan mungkin.

"Gue gak punya temen lagi..." curhat, "Kalo Hayi kuliah disini sama Mesha masih hidup, percaya deh, kemana-mana bakalan bertiga terus gue."

Winka tertawa tanpa suara, tangannya meraih es jeruk miliknya, "Mesha ngangenin banyak orang." Tambahnya sebelum mencicipi minumannya, asam yang membuat hidungnya berkerut.

"Mimi." Si penikmat batagor mendongak dengan alis terangkat sebelah, "Kamu pernah ketemu orang aneh gak?"

"Aneh?" Winka mengangguk, "Enggak, sih... tapi gue pernah tinggal sama orang aneh."

"Uhuk!" Winka tersedak.

"Kakak gue maksudnya."

Hidung Winka terasa perih, padahal dia sedang menahan geli atas ceplosan Mimi.

LIMERENCE (WINRINA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang